DR dr Fuad
Amsyari, MSc
Dalam suatu
forum yang terdiri dari para dokter yang baru lulus. Saya diminta untuk
memberikan taushiyah, dengan tema bagaimana untuk menjadi dokter yang sukses.
Saya sampaikan kepada mereka yang sangat essensial. Jangan menganggap diri
kalian setelah menjadi dokter sepertinya tahu semua yang terkait dengan masalah
kesehatan. Banyak dokter yang tidak tahu mengenai masalah kesehatan. Karena
kita itu hanya mempelajari pelajaran-pelajaran tentang manusia yang bersifat
fisik saja, seperti jantung, otak, saraf, usus, kulit, mata, telinga dll.
padahal ada bagian manusia yang bersifat non fisik yakni ruh. Dalam Islam
disebut sesuatu yang ghaib. Dalam ilmu pengetahuan disebutkan bahwa dunia ini
adalah dunia empiris, nyata. Padahal pernyataan itu salah. Karena dunia itu
bukan hanya empiris, tetapi ada dunia yang lain, yang disebut dunia non
empiris, dunia ghaib. Dan ghaibnya manusia adalah ruh. Saya sampaikan pada saat
itu, janganlah kita berlagak seperti tahu tentang semua yang ada pada manusia,
karena ada bagian dari manusia itu yang kita tidak bisa mengetahuinya, yakni
tentang ruh yang kita tidak mungkin bisa menyentuhnya.kecuali melalui tuntunan
Yang Maha Pencipta ruh itu sendiri, yakni Allah SWT. Dan mereka bertanya
kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". ( makna Q.S. al
Israa’: 85)
Dunia sebagai ladangnya akhirat. Pada dasarnya manusia tidak boleh keliru, dia harus meyakini adanya dunia yang di luar dunia kita, yakni akhirat. Kemudian dia menyiapkan diri untuk akhirat itu, dengan cara yang benar. Kesuksesan seorang dokter, insinyur, pedagang dan siapa saja, adalah kesuksesan yang diperoleh untuk dunia dan sekaligus untuk akhirat. Kalau dilihat dari sudut dimensi waktu, dunia yang nyata, fana ini, hanya sementara. Yang kekal, abadi dan tidak terkira adalah akhirat. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),(makna Q.S. Ala’laa :14). Membersihkan diri tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk jiwa. Dan itu masalah iman dan taqwa yang benar. Jangan taqwa kita itu hanya lapis luarnya saja, asal bicara iman dan taqwa kemudian selesai, tidak. Orang yang beruntung adalah yang benar-benar beriman dan bertaqwa. Mengikuti tuntunan Allah. dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang.(makna Q.S. Ala’laa :15). Mereka yang selalu ingat Allah, menyebut nama Allah. Dan manifestasinya utamanya adalah melakukan ibadah shalat. tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.(makna Q.S. Ala’laa :16-17). Bukan dunia tidak perlu, tetapi ingat, bahwa akhirat adalah lebih baik dan jauh lebih kekal. Itulah yang namanya akhirat, yakni dunia non empiris, yang akan kita tempuh setelah mengalami dunia empiris ini. Insya Allah kita semua sudah menyakini bahwa dunia adalah ladang akhirat. Tetapi tidak mustahil juga kita salah dalam berladang, sehingga nanti tidak akan memanennya atau yang dipanen hanya sedikit. Oleh karena itu, berladanglah dengan benar, dan Allah telah memberi tuntunan dalam berladang yang benar itu. Yakni harus selalu hablum minallah wa hablum ninan naas. Berpegang teguh pada tali Allah dengan selalu beribadah maghdhoh maupun ghairu maghdhah. Dan mengurus dan berinteraksi dengan manusia lain dan dirinya sendiri, dengan tuntunan Allah. laa izzata illa bil Islaam wa laa islaama illa bis syariiah. Tidak ada gunanya kita mengklaim Islam tetapi mengabaikan tuntunan Allah. Jadi implikasi untuk berladang untuk akhirat itu, perbuatan kita harus sesuai dengan tuntunan Allah. Hablum ninan naas, waktu kita mengurus pribadi kita, harus sesuai tuntunan Allah, jangan cari-cari akal untuk keluar dari tuntunan Allah. Mengurus keluaga kita, harus sesuai dengan tuntunan Allah. Dalam mengurus organisasi, harus sesuai dengan tuntunan Allah. Mengurus masyarakat yang menjadi tanggung jawab kita karena ditunjuk untuk menjadi penguasa, juga harus sesuai dengan tuntunan Allah. Ini essensi berladang yang benar untuk panen di akhirat.
Dunia sebagai ladangnya akhirat. Pada dasarnya manusia tidak boleh keliru, dia harus meyakini adanya dunia yang di luar dunia kita, yakni akhirat. Kemudian dia menyiapkan diri untuk akhirat itu, dengan cara yang benar. Kesuksesan seorang dokter, insinyur, pedagang dan siapa saja, adalah kesuksesan yang diperoleh untuk dunia dan sekaligus untuk akhirat. Kalau dilihat dari sudut dimensi waktu, dunia yang nyata, fana ini, hanya sementara. Yang kekal, abadi dan tidak terkira adalah akhirat. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),(makna Q.S. Ala’laa :14). Membersihkan diri tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi dalam bentuk jiwa. Dan itu masalah iman dan taqwa yang benar. Jangan taqwa kita itu hanya lapis luarnya saja, asal bicara iman dan taqwa kemudian selesai, tidak. Orang yang beruntung adalah yang benar-benar beriman dan bertaqwa. Mengikuti tuntunan Allah. dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang.(makna Q.S. Ala’laa :15). Mereka yang selalu ingat Allah, menyebut nama Allah. Dan manifestasinya utamanya adalah melakukan ibadah shalat. tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.(makna Q.S. Ala’laa :16-17). Bukan dunia tidak perlu, tetapi ingat, bahwa akhirat adalah lebih baik dan jauh lebih kekal. Itulah yang namanya akhirat, yakni dunia non empiris, yang akan kita tempuh setelah mengalami dunia empiris ini. Insya Allah kita semua sudah menyakini bahwa dunia adalah ladang akhirat. Tetapi tidak mustahil juga kita salah dalam berladang, sehingga nanti tidak akan memanennya atau yang dipanen hanya sedikit. Oleh karena itu, berladanglah dengan benar, dan Allah telah memberi tuntunan dalam berladang yang benar itu. Yakni harus selalu hablum minallah wa hablum ninan naas. Berpegang teguh pada tali Allah dengan selalu beribadah maghdhoh maupun ghairu maghdhah. Dan mengurus dan berinteraksi dengan manusia lain dan dirinya sendiri, dengan tuntunan Allah. laa izzata illa bil Islaam wa laa islaama illa bis syariiah. Tidak ada gunanya kita mengklaim Islam tetapi mengabaikan tuntunan Allah. Jadi implikasi untuk berladang untuk akhirat itu, perbuatan kita harus sesuai dengan tuntunan Allah. Hablum ninan naas, waktu kita mengurus pribadi kita, harus sesuai tuntunan Allah, jangan cari-cari akal untuk keluar dari tuntunan Allah. Mengurus keluaga kita, harus sesuai dengan tuntunan Allah. Dalam mengurus organisasi, harus sesuai dengan tuntunan Allah. Mengurus masyarakat yang menjadi tanggung jawab kita karena ditunjuk untuk menjadi penguasa, juga harus sesuai dengan tuntunan Allah. Ini essensi berladang yang benar untuk panen di akhirat.