Prof DR H Burhan Jamaluddin, MA
Sufi dan sufisme, kadang disebut dengan tasawuf, atau
thoriqah. Dalam disiplin ilmu disebutkan bahwa tasawuf atau sufisme tujuannya
adalah memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Allah SWT. Sehingga
disadari benar, bahwa seseorang berada di hadirat Allah SWT. Intisarinya adalah
bahwa sufisme kesadaran akan adanya komunikasi, dialog antara roh manusia
dengan Allah SWT, dengan cara berkontemplasi, mengasingkan diri dari kehidupan dunia.
Yang bisa saja kehidupan dunia itu, menghalangi mereka untuk dekat dengan Allah
SWT. Kedekatan dengan Allah itu dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Di
antaranya dalam ilmu tasawwuf dikenal dengan kata mahabbah, ittihad, huluul,
wahdatul wujud, dlsb. Itu adalah hasil akhir dari sebuah perjalanan kaum sufi
ketika ingin dekat dan merasa dekat dengan Allah SWT.
Menurut sejarah, bahwa orang yang pertama kali memakai kata sufi, yang sebelumnya memang belum ada, yaitu Abu Hasyim al Kufi dari Iraq, wafat tahun 150 H. Ketika itulah dikenal tasawwuf atau sufisme. Namun para pakar ilmu tasawuf berbeda pendapat dari mana asal usul kata tasawuf ituma. Atau dari mana asal usulnya sufi. Pertama, mengatakan bahwa sufi itu berasalal dari ahlus sufah, yaitu sekelompok orang yang berhijrah dari Makkah ke Madinah bersama Rasulullah SAW. Sesampai di Madinah, alhlus sufah ini rajin beribadah tidak pernah pulang dari masjid Nabawi, mereka tidur di batu-batu dan beralaskan pelana kuda. Dari sinilah menurut pendapat ini , munculnya sebutan sufi. Kedua, mengatakan bahwa sufi adalah berasal dari kata shaafiyun (bersih, jernih, ikhlas). Artinya seorang sufi adalah orang yang berhati jernih, jernih, ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT. Ketiga, sufi berasal dari kata shuuf (kain wol). Tetapi kain wol yang dipakai kaum sufi adalah kain wol kasar, tidak seperti kain wol halus yang berasal dari sutra yang biasa dipakai para penguasa di zaman itu (Bani Umayah). Mereka memakai pakaian wol kasar seperti itu sebagai bentuk protes mereka, atas kehidupan mewah dan berfoya-foyanya penguasa Islam di zaman itu. Walaupun kita tidak bisa memastikan, asal-usul kata sufi itu, lepas dari mana yang benar dari ketiga pendapat tersebut, yang jelas bahwa tasawwuf adalah orang mementingkan pendekatan diri kepada Allah SWT, berusaha semaksimal mungkin bagaimana dekat dengan Allah SWT. Bisa berdialog, bsia bercengkerama dengan Allah SWT. Ruh mereka suci, karena sudah dibersihkan dari pengaruh hawa nafsunya yang mempengaruhi roh itu, ketika masuk dalam tubuh jasmaninya.
Tentang sufisme (ajaran, faham, kehidupan) yang dianut para sufi itu juga diperselisihkan oleh para pakar. Apakah yang dianut mereka benar-benar dari Islam, atau dari luar Islam. Pertama, bahwa aliran sufisme, adalah berasal dari pengaruh Kristen, dengan faham, menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam Biara-Biara. Dalam literatur Arab disebutkan memang terdapat rahib-rahib pemimpin agama Kristen pada saat itu. Karena kalau mereka hidup di kota, tidak bisa dekat dengan tuhannya, maka mereka mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Kedua, pengaruh mistik phitagoras. Bahwa ruh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Dalam ajaran Islam, ruh memang kekal dan suci. Masuk dalam gerbong tubuh jasmani ini, dan dianggap sebagai orang asing. Dan untuk bisa kembali suci lagi, harus dibersihkan dari pengaruh-pengaruh hawa nafsu jahat yang terdapat dalam jasmani itu. Untuk itu, pengaruh keduaniaan harus ditinggalkan untuk menjadi seorang sufi. Ketiga, aliran sufi berasal dari pengaruh filsafat Hemasiplotinus. Yang mengatakan bahwa ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Dengan masuknya ruh ke dalam alam materi, maka ruh menjadi kotor, dan untuk kembali ke asalnya, ruh harus dibersihkan terlebih dahulu. Proses pembersihan itulah, maka aliran ini ada.
Terlepas dari beberapa asal usul aliran yang berbeda-beda tersebut, yang jelas banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajarkan bagaimana manusia sebagai hamba bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan cara beribadah, berdzikir dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam lainnya. (Misalnya QS. Al Baqarah : 186)
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Allah dekat dengan manusia, mengabulkan permintaan manusia, jika mereka minta kepadaNya. Kata “da’aa” yang biasa kita terjemahkan do’a, kaum shufi memaknainya dengan “berseru, memanggil” agar dekat dengan Allah SWT, menurut ruhani mereka merasakan itu, lalu memanggil Allah SWT, karena begitu dekatnya. Dan sudah tidak perlu do’a lagi, karena menurut mereka doa berarti masih jauh antara manusia dengan Allah SWT. Kaum sufi tidak merasa Allah jauh darinya, bahkan sangat dekat sekali dengan mereka.
Bagaimanapun jalan yang ditempuh oleh kaum sufi cukup panjang dan berbelit. Bahkan para pakar ilmu tasawuf mengatakan, bahwa jalan yang ditempuh kaum sufi untuk bisa dekat dengan Allah SWT itu panjang dan bermacam-macam. Ada yang mengatakan mulai dari taubat terlebih dahulu, kemudian berzuhud, sabar, merendahkan hati, tawakkal, cinta dan ma’rifat. Tahapan-tahapan itu harus dilalui oleh seorang hamba yang ingin dekat dengan Allah SWT.
Tahap taubat. Taubat menurut kaum sufi adalah bukan karena mereka merasa melanggar aturan Allah, tetapi lebih dari itu, jika dia lupa ingat kepada Allah sesaat saja fikiran dan jiwanya, sudah mereka anggap dosa, sehingga dia berusaha berdzikir lagi dan ingat lagi kepada Allah SWT. Tahap Zuhud. Zuhud adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan cara meninggalkan dunia dan hidup yang serba manteri di dunia ini. Sebelum menjadi sufi seorang harus melakukan zuhud terlebih dahulu. Oleh karena itu, tidak otomatis seorang zahid menjadi seorang sufi, namun justeru seorang sufi otomatis sudah melampaui kehidupan zuhud. Aliran zuhud ini banyak terdapat di Kuffah, Iraq. Para zahid yang pertama kali, tentu seperti asal usul kaum sufi yakni memakai kain wol yang kasar, sebagai protes terhadap kehidupan mewah, dan berfoya-foya yang dilakukan penguasa waktu itu.
Tahap Mahabbah. Penganut jalan mahabbah ini yang terkenal adalah Rabi’ah Al Adawiyah. Seorang sufi perempuan terkenal. Dia menempuh jalan cinta, untuk dekat dengan Allah SWT. Dia tidak mempunyai kekasih yang lain dari manusia, selain Allah SWT. Dalam sebuah syair dia mengatakan : ”Buah hatiku! hanya Engkaulah yang kukasih, beri ampunlah pembuat doa (aku) ini yang datang ke hadiratMu, Engkaulah harapanku, kebahagiaanku dan kesenanganku, hatiku telah enggan mencintai selain Engkau”. Begitu indah ungkapan rasa cintanya kepada Allah sebagai salah satu jalan yang ditempuh untuk bisa dekat dengan Allah SWT. Oleh karena itulah Rabi’ah Al Adawiyah tidak mau kawin. Bahkan pernah dilamar oleh seseorang, dia menjawab : “Kekasihku adalah Allah SWT”.
Jadi sufisme di era klasik adalah semacam uzlah (mengasingkan diri dari gemerlapnya dunia), karena menganggap bahwa dunia akan menghalangi mereka untuk dekat dengan Allah SWT. Bagaimana dengan sufisme di era global? Para pakar menganggap, bahwa tidak tepat kalau cara klasik itu diterapkan di era seperti sekarang ini. Sebab mereka beranggapan bahwa dunia tidak perlu dihindari atau dijauhi, tetapi bagaimana bisa mengelola dunia ini sehingga ada keseimbangan antara ukhrawi dan duniawi. Oleh karena itu, sufi di era global tidak harus mengasingkan diri, tetapi tetap berbaur dengan masyarakat dan tetap ber amar ma’ruf nahi munkar. wallahu a’alam.
Menurut sejarah, bahwa orang yang pertama kali memakai kata sufi, yang sebelumnya memang belum ada, yaitu Abu Hasyim al Kufi dari Iraq, wafat tahun 150 H. Ketika itulah dikenal tasawwuf atau sufisme. Namun para pakar ilmu tasawuf berbeda pendapat dari mana asal usul kata tasawuf ituma. Atau dari mana asal usulnya sufi. Pertama, mengatakan bahwa sufi itu berasalal dari ahlus sufah, yaitu sekelompok orang yang berhijrah dari Makkah ke Madinah bersama Rasulullah SAW. Sesampai di Madinah, alhlus sufah ini rajin beribadah tidak pernah pulang dari masjid Nabawi, mereka tidur di batu-batu dan beralaskan pelana kuda. Dari sinilah menurut pendapat ini , munculnya sebutan sufi. Kedua, mengatakan bahwa sufi adalah berasal dari kata shaafiyun (bersih, jernih, ikhlas). Artinya seorang sufi adalah orang yang berhati jernih, jernih, ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT. Ketiga, sufi berasal dari kata shuuf (kain wol). Tetapi kain wol yang dipakai kaum sufi adalah kain wol kasar, tidak seperti kain wol halus yang berasal dari sutra yang biasa dipakai para penguasa di zaman itu (Bani Umayah). Mereka memakai pakaian wol kasar seperti itu sebagai bentuk protes mereka, atas kehidupan mewah dan berfoya-foyanya penguasa Islam di zaman itu. Walaupun kita tidak bisa memastikan, asal-usul kata sufi itu, lepas dari mana yang benar dari ketiga pendapat tersebut, yang jelas bahwa tasawwuf adalah orang mementingkan pendekatan diri kepada Allah SWT, berusaha semaksimal mungkin bagaimana dekat dengan Allah SWT. Bisa berdialog, bsia bercengkerama dengan Allah SWT. Ruh mereka suci, karena sudah dibersihkan dari pengaruh hawa nafsunya yang mempengaruhi roh itu, ketika masuk dalam tubuh jasmaninya.
Tentang sufisme (ajaran, faham, kehidupan) yang dianut para sufi itu juga diperselisihkan oleh para pakar. Apakah yang dianut mereka benar-benar dari Islam, atau dari luar Islam. Pertama, bahwa aliran sufisme, adalah berasal dari pengaruh Kristen, dengan faham, menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dalam Biara-Biara. Dalam literatur Arab disebutkan memang terdapat rahib-rahib pemimpin agama Kristen pada saat itu. Karena kalau mereka hidup di kota, tidak bisa dekat dengan tuhannya, maka mereka mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Kedua, pengaruh mistik phitagoras. Bahwa ruh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Dalam ajaran Islam, ruh memang kekal dan suci. Masuk dalam gerbong tubuh jasmani ini, dan dianggap sebagai orang asing. Dan untuk bisa kembali suci lagi, harus dibersihkan dari pengaruh-pengaruh hawa nafsu jahat yang terdapat dalam jasmani itu. Untuk itu, pengaruh keduaniaan harus ditinggalkan untuk menjadi seorang sufi. Ketiga, aliran sufi berasal dari pengaruh filsafat Hemasiplotinus. Yang mengatakan bahwa ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Dengan masuknya ruh ke dalam alam materi, maka ruh menjadi kotor, dan untuk kembali ke asalnya, ruh harus dibersihkan terlebih dahulu. Proses pembersihan itulah, maka aliran ini ada.
Terlepas dari beberapa asal usul aliran yang berbeda-beda tersebut, yang jelas banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajarkan bagaimana manusia sebagai hamba bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan cara beribadah, berdzikir dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam lainnya. (Misalnya QS. Al Baqarah : 186)
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Allah dekat dengan manusia, mengabulkan permintaan manusia, jika mereka minta kepadaNya. Kata “da’aa” yang biasa kita terjemahkan do’a, kaum shufi memaknainya dengan “berseru, memanggil” agar dekat dengan Allah SWT, menurut ruhani mereka merasakan itu, lalu memanggil Allah SWT, karena begitu dekatnya. Dan sudah tidak perlu do’a lagi, karena menurut mereka doa berarti masih jauh antara manusia dengan Allah SWT. Kaum sufi tidak merasa Allah jauh darinya, bahkan sangat dekat sekali dengan mereka.
Bagaimanapun jalan yang ditempuh oleh kaum sufi cukup panjang dan berbelit. Bahkan para pakar ilmu tasawuf mengatakan, bahwa jalan yang ditempuh kaum sufi untuk bisa dekat dengan Allah SWT itu panjang dan bermacam-macam. Ada yang mengatakan mulai dari taubat terlebih dahulu, kemudian berzuhud, sabar, merendahkan hati, tawakkal, cinta dan ma’rifat. Tahapan-tahapan itu harus dilalui oleh seorang hamba yang ingin dekat dengan Allah SWT.
Tahap taubat. Taubat menurut kaum sufi adalah bukan karena mereka merasa melanggar aturan Allah, tetapi lebih dari itu, jika dia lupa ingat kepada Allah sesaat saja fikiran dan jiwanya, sudah mereka anggap dosa, sehingga dia berusaha berdzikir lagi dan ingat lagi kepada Allah SWT. Tahap Zuhud. Zuhud adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan cara meninggalkan dunia dan hidup yang serba manteri di dunia ini. Sebelum menjadi sufi seorang harus melakukan zuhud terlebih dahulu. Oleh karena itu, tidak otomatis seorang zahid menjadi seorang sufi, namun justeru seorang sufi otomatis sudah melampaui kehidupan zuhud. Aliran zuhud ini banyak terdapat di Kuffah, Iraq. Para zahid yang pertama kali, tentu seperti asal usul kaum sufi yakni memakai kain wol yang kasar, sebagai protes terhadap kehidupan mewah, dan berfoya-foya yang dilakukan penguasa waktu itu.
Tahap Mahabbah. Penganut jalan mahabbah ini yang terkenal adalah Rabi’ah Al Adawiyah. Seorang sufi perempuan terkenal. Dia menempuh jalan cinta, untuk dekat dengan Allah SWT. Dia tidak mempunyai kekasih yang lain dari manusia, selain Allah SWT. Dalam sebuah syair dia mengatakan : ”Buah hatiku! hanya Engkaulah yang kukasih, beri ampunlah pembuat doa (aku) ini yang datang ke hadiratMu, Engkaulah harapanku, kebahagiaanku dan kesenanganku, hatiku telah enggan mencintai selain Engkau”. Begitu indah ungkapan rasa cintanya kepada Allah sebagai salah satu jalan yang ditempuh untuk bisa dekat dengan Allah SWT. Oleh karena itulah Rabi’ah Al Adawiyah tidak mau kawin. Bahkan pernah dilamar oleh seseorang, dia menjawab : “Kekasihku adalah Allah SWT”.
Jadi sufisme di era klasik adalah semacam uzlah (mengasingkan diri dari gemerlapnya dunia), karena menganggap bahwa dunia akan menghalangi mereka untuk dekat dengan Allah SWT. Bagaimana dengan sufisme di era global? Para pakar menganggap, bahwa tidak tepat kalau cara klasik itu diterapkan di era seperti sekarang ini. Sebab mereka beranggapan bahwa dunia tidak perlu dihindari atau dijauhi, tetapi bagaimana bisa mengelola dunia ini sehingga ada keseimbangan antara ukhrawi dan duniawi. Oleh karena itu, sufi di era global tidak harus mengasingkan diri, tetapi tetap berbaur dengan masyarakat dan tetap ber amar ma’ruf nahi munkar. wallahu a’alam.