RSS

Politik, Antara Norma Dan Realita

KH Ali Maschan Moesa 

Makna dasar politik adalah segala daya upaya orang untuk mewujudkan masyarakat yang baik. Namun saat ini para ahli membatasi makna politik dengan wujud upaya mencari kekuasaan dalam berbangsa dan bernegara (exercise of power). Oleh sebab itu, jika politik dimaknai mencari kekuasaan, maka terjadilah kondisi di mana tidak ada lawan dan kawan yang abadi. Yang abadi ya kepentingan dan kekuasaan itu sendiri. Untuk itu, yang melekat pada politik adalah terjadinya konflik. Sebabnya jumlah kekuasaan sedikit, sementara yang menginginkan banyak. Sehingga sering berbeda pendapat yang ujung-ujungnya berpangkal pada berbeda pendapatan. Sehingga konflik dalam politik tidak bisa dihindari, kecuali kalau bisa mengatur, dengan menyatukan pandangan bahwa perbedaan itu bisa dijadikan sebuah kekuatan bersama untuk membangun suatu bangsa. Sebagaimana perbedaan anggota tubuh manusia yang berfungsi sendiri-sendiri, namun bisa menciptakan suatu konfigurasi. Kalau berbicara konsep Islam, memang tidak hanya berbicara pada urusan dunia semata, tetapi segala urusan harus dikaitkan dengan masalah Akhirat. ( An Nisa’ : 59). Ulil amri ada yang menafsirkan hukumah (pemerintah). Ada juga yang menafsirkan gabungan antara eksekutif, legislative dan yudikatif (pemerintahan, DPR dan pengadilan). Jadi dalam hal ini kalau kita merujuk ayat di atas bahwa secara eksplisit Al-Qur’an juga bicara politik. Bagaimana sebuah pemerintahan, bagaimana menyelesaikan sebuah permasalahan, di mana Al-Qur’an memberi solusi setiap menghadapi permasalahan adalah dengan bermusyawarah. Banyak juga hadis yang menerangkan tentang kepemimpinan dlsb. 

Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, beliau sadar bahwa di kota ini, masyarakatnya majemuk, ada Yahudi, Nasrani, Majusi, dan sekitar 70% orang Madinah masih menyembah berhala. Juga terdiri bermacam-macam suku. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW menghadapi kemajemukan itu? Beliau mengundang seluruh elemen masyarakat yang terdiri dari kepala suku dan tokoh agama untuk mengadakan perjanjian. Inilah yang dikenal dengan Perjanjian Madinah yang terdiri dari 47 pasal. Dalam perjanjian itu sebelum masuk pasal perpasal, di atasnya ditulis bismillahirrahmaanirahim dilanjutkan muqaddimah. Yang berbunyi : “Ini adalah perjanjian antara Muhammad SAW yang mewakili umat Islam, baik umat Islam Quraisy, maupun Madinah, bersama mereka yang bertemu hari ini, mengikuti perjanjian ini dan menandatangani, menyepakati, bahwa semuanya adalah satu bangsa”. Ini artinya, bahwa Rasulullah SAW memberi contoh kepada kita bahwa: Pertama, sebuah bangsa butuh wadah yang namanya Negara, dan apa yang dilakukan Rasulallah SAW adalah contoh bagaimana umat Islam berpolitik. Kedua, bahwa orang berbangsa menyatakan satu bangsa, walaupun tidak satu agama, tidak satu suku, dan tidak satu bahasa. Dari sinilah para ulama dan pakar politik menyatakan, bahwa Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 45 ini, diyakini sama dengan model yang dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah, maka mereka berani menyatakan bahwa bentuknya sudah final. Adapun isinya, dibangun bersama baik dari segi hukum, politik, hak-hak warga negara yang belum mendapat haknya dengan baik dlsb. 

Dari perjanjian Madinah yang 47 pasal itu dapat kita simpulkan menjadi tiga. Pertama, bahwa sesama umat Islam itu saudara. Baik itu yang dari Muhajirin Makkah maupun Anshor Madinah. Yang dirumuskan dalam bentuk ukhuwah Islamiyah. Kedua, Walaupun lain agama dan suku, karena di tempat yang sama, tanah airnya sama, maka semuanya harus cinta Negara. Dalam pasal perjanjian Madinah disebutkan bahwa siapapun yang di Madinah apapun agama dan keyakinannya, dia harus bersama-sama melawan siapapun yang menyerang Madinah. Ketiga, mengatur masyarakat butuh wadah yang namanya negara, dan dalam pengelolaannya harus menggunakan akhlaqul karimah. Nilai- nilai moral harus diikuti. Makanya di dalam pasal tersebut juga dijelaskan bahwa siapa yang menyerang orang-orang non muslim, maka sama dengan menyerang saya (Rasulullah SAW), selama dia tidak menyerang dulu. Artinya bahwa Rasulullah SAW memberi suatu taushiyah tentang akhlak seorang muslim terhadap orang di luar muslim. 

Dengan demikian hubungan politik dengan agama itu jelas, bahwa politik itu merupakan instrument atau alat untuk mencapai suatu tujuan bernegara yang baik, yang pada hakekatnya mencari ridha Allah (lillah). Sama halnya dengan pendidikan, ekonomi, budaya dlsb. Dalam setiap shalat kita diingatkan bahwa inna shalaatii wanusukii, wamahyaaya wa mamaatii lillahi robbil aalamiin. (shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah ta’aala) maka, kalau terjadi pembalikan, yakni alat dijadikan tujuan dan tujuan dijadikan alat, ini akan menjadi problem. 

Kita melihat fenomena sekarang bahwa kapitalisme yang dipegang negara-negara barat Amerika, Eropa tinggal menunggu kehancuran. Masing-masing negara Eropa sekarang sudah banyak hutang. Kapitalisme itu hanya hidup mulai perang dunia sampai sekarang saja. Dan sekarang yang ekonominya maju justeru yang tidak ikut kapitalis, yang sekarang sedang menyusun dunia baru, yang mereka menyebut dirinya BRICH (Brazilia, Rusia, India, China dan South of Africa). Ekonomi masing-masing negara ini maju dan tidak mengikuti kapitalisme. Memang jika suatu negara mengikuti kapitalisme, dan mulai bermewah-mewah, maka pertanda sudah mulai hancur. Jadi kalau ingin melihat kehancuran negara-negara Amerika dan Eropa yang menganut kapitalisme sebenarnya sama dengan kerajaan dahulu yang hancur yang pada umumnya mereka menempatkan ekonomi, politik menjadi tujuan. Ibnu Khaldun mengatakan kalau setiap orang jika kemewahan yang menjadi tujuan utamanya hancurlah bangsa itu. (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai Bangunan-bangunan yang tinggi, 8. yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, ( QS. AlFajr : 7-8 ). 

Kota Iram di Syiria itu adalah kota yang maju luar biasa, bangunannya tinggi. Ahli tafsir menyebutkan bangunan yang tinggi di kota Iram itu adalah kira-kira 360 dhira’. Satu dhira’nya orang Indonesia 90 cm, kalau dhira’nya orang Arab bisa satu meter lebih. Apalagi orang-orang dulu, tentu lebih panjang. Nabi Ibrahim maqam (tempat pijakan)nya +9 meter dari Ka’bah. Artinya tangan Nabi Ibrahim kira-kira 9 meter, sehingga tinggi Nabi Ibrahim dua kali lipat lebih. Maka dari itu, ayat di atas menyebutkan lam yukhlaq mitsluhaa fil bilaad (yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain). Tetapi, setelah hebat seperti itu lanjutan yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,12. lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu. (Al Fajr : 11-12) 

Ketika mulai makmur, mulai mewah mereka lalu membuat kerusakan dan lupa kepada Allah. Yang mestinya agama Allah menjadi tujuan, dan ekonomi, politik dll ini menjadi alat instrument, mereka balik. Maka yang terjadi adalah kerusakan di mana-mana, sehingga Allah menurunkan adzab. Karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab. (al Fajr : 13) Mudah-mudahan negara kita bisa menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur. Amien, 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: