Imam Mahdi
16.44 |
Seperti Postingan saya sebelumnya tentang Puasa Hakikat demi menuju kesempurnaan
manusia, berikut ini adalah contoh dari sebagian kecil dari seseorang yang
melakukan ritual puasa yang sesungguhnya atau puasa hakekat yang kelak akan
memimpin bangsa ini menuju Negara Indonesia yang makmur sentosa, toto tentrem
titi raharja, gemah ripah loh jinawi menjadi sebuah negara yang disegani dunia
dan sebagai mercusuar dunia. Orang tersebut bergelar SATRIYO PININGIT.Seorang kesatria
yang terlahir kemuka bumi dalam keadaan serba pas-pasan, sangat terenyuh dengan
keadaan bangsanya.Terlahir dari kedua orang tua yang bersahaja nan amat sangat
sederhana kehidupannya.Rajin berpuasa dan menunaikan sholat malam, karena
hidupnya yang serba kekurangan menjadikan dia seorang yang selalu ingin dekat
dengan Tuhannya, memohon ampunan bagi seluruh ummat manusia.Setelah besar dia
memiliki jiwa sosial yang tinggi dan mengalir darah kesatria dalam
dirinya.Selalu berfikir yang terbaik untuk bangsanya.
Dalam Kitab yang ditulis oleh Raden Ngabehi
Ronggowarsito, seorang darah biru dari kasunanan surakarta yang memiliki nama
asli Raden Bagus Burham, menulis dalam satu karya besarnya yang diberi judul
Kitab Musarrar mengatakan bahwa akan muncul seorang yang akan memimpin negeri
ini menuju sebuah negeri yang amat luas "seluas" kerajaan Majapahit yang meliputi hampir sepertiga bumi.Orang
tersebut bergelar SATRIO PINANDITO
SINISIHAN WAHYU. Tokoh pemimpin yang
amat sangat Religius sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan
(Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Allah SWT
(Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya kepada Allah SWT, Insya Allah,
bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.
Kapan saatnya dia
muncul?Tidak lama lagi, namun hanya Allah SWT yang Maha Tahu yang dapat
menunjukkkan pada ummat manusia turunnya Sang Kesatria di bumi Nusantara
ini.(wallhu a'lam bish showab)
Puasa Hakikat
16.41 |
Hakekat Puasa adalah pengekangan diri, karena
alam duniawi banyak memberi godaan. Silau dengan kemewahan, apalagi kalau
sedang mendapat suka cita yang berlebihan, ” Maka kaprayitnan batin (
kewaspadaan ) akan terkurangi. Manusia akhirnya akan terbelenggu nafsunya.
Nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.
Nafsu merupakan sikap angkara yang dalam Wulang
Reh di sebutkan terdiri dari 4 macam , yaitu :
Lawwamah, Bertempat di perut, lahirnya dari
mulut ibarat hati bersinar hitam. Akibatnya bisa menimbulkan dahaga, kantuk dan
lapar.
Amarah, artinya garang bisa menimbulkan angkara
murka, iri dan emosional. Ia berada di empedu, timbulnya lewat telinga bak hati
bercahaya merah.
Sufiyah, Nafsu yang menimbulkan birahi, rindu,
keinginan dan kesenangan. Sumber dari Limpa timbul lewat mata bak hati
bercahaya kuning.
Muthmainah, Berarti rasa ketentraman. Punya
watak yang senang dengan kebaikan, keutamaan dan keluhuran budi. Nafsu ini
timbulnya dari tulang, timbul dari hidung bagai hati bersinar putih.
Lelaku Puasa.
Inilah Puasa Hakikat, yakni menahan segala bentuk keinginan yang berupa hawa nafsu dari lahir hingga kematian menjemput.Menahan hawa nafsu seumur hidup.
Inilah Puasa Hakikat, yakni menahan segala bentuk keinginan yang berupa hawa nafsu dari lahir hingga kematian menjemput.Menahan hawa nafsu seumur hidup.
Ritual awalnya di mulai dengan reresik raga (
membersihkan badan ). Badan harus bersih dari kotoran dunia, caranya dengan
siram jamas ( mandi besar ).
Kalau perlu menggunakan kumkuman ( rendaman )
bunga lima warna, Mawar, Melati, Kenanga, Kanthil putih, Kanthil kuning. Waktu
mandi membaca doa ” Ingsun Adus Ing Banyu Suci, Kang adus badan sejati,
Kakosokan nyowo sejati, Amulyaaken kersane Pangeran ( Aku mandi di air suci,
Yang mandi badan sejati, membersihkan nyawa sejati, memuliakan takdir Illahi.
Lelaku, jangka waktu puasa ini sehari semalam
yang di mulai pukul 24.00 WIB di akhiri pukul 24 WIB hari berikutnya.
1. ratu adil telah aku temukan
berdasarkan ramalan joyoboyo, ada beberapa
kriteria atau syarat bagi
sosok yang akan muncul untuk memberikan keadilan
di nusantara raya ini
dan pastinya juga untuk seluruh jagad raya.
kriterianya antara lain;
1. dapat bersahadat sempurna (sejati)
2. dapat mati semasa hidup
3. tahu tentang kematian sejati
4. sempurna sejatinya hidup
5. berpengetahuan nyata
6. tamat pengetahuannya
7. beragama budi, menunjukan makrifat hasil
karya bisikan hyang sukma
8. menepati darmanya, hidup sejati ajaran para
kuno
9. dekat menolong jauh melindungi
10. tahu temapat Tuhannya
11. tahu jiwa dan raganya
12. mampu masuk alam halus.
13. tau tentang asal dan tujuan manusia
14. tajam penglihatannya
15. sanggup tidak malas
16. menyelesaikan segala perkara
17. bijaksana sikapnya
18. mempunyai darah satria (herucokro ratu adil)
kriteria itu masih banyak dimiliki oleh
seseorang yang mau melakukan ritual puasa hakikat, sosok itu memang ada dan
akan muncul untuk memakmurkan nusantara dan alam raya ini.Wallahu A'lam
Bishshowab
SYEKH SUBAKIR
10.30 |
Syekh Subakir
Ketika Syaikh Subakir sampai di tanah Jawa, beliau bergelar Aji
Saka. Beliau lahir di Persia, Iran. Memiliki spesialisasi di bidang Ekologi
Islam. Beliau adalah cicit dari sahabat Nabi Muhammad saw, yaitu Salman
Al-Farisi. Kemudian beliau menjadi utusan dari Sultan Muhammad 1, sebagai salah
satu dari anggota Wali Songo periode 1. Nasab lengkap beliau adalah Syaikh
Subakir bin Abdulloh bin Aly bin Ahmad bin Aly bin Ahmad bin Abdulloh bin Ahmad
bin Muhammad bin Ahmad bin Aly bin Abubakar bin Salman bin Hasyim bin Ahmad bin
Badrudin bin Barkatulloh bin Syafiq bin Badrudin bin Omar bin Aly bin Salman
Alfarisiy Syaikh Subakir berdakwah di daerah Magelang Jawa Tengah, dan
menjadikan Gunung Tidar sebagai Pesantrennya. Syaikh Subakir memiliki keahlian
di bidang Ekologi Islam. Artinya, Syaikh Subakir sangat perduli terhadap
lingkungan, dan fenomena-fenomena alam semesta. Para ahli sejarah babad Tanah
Jawa melakukan kesalahan yang sangat mendasar dan merusak Aqidah dan Syariat
Islam, yaitu menyebut Syaikh Subakir sebagai ahli memasang tumbal untuk
mengusir roh-roh jahat. Kesalahan sejarah terhadap Syaikh Subakir ini akhirnya
melegenda, dan menjadi cerita yang penuh dengan mitos, takhayyul dan khurafat.
Siapakah Syaikh Subakir yang sebenarnya? Syaikh Subakir adalah ahli ekologi
Islam. Pemerhati lingkungan dan alam semesta. Sebagai pakar dalam bidang
ekologi, beliau banyak sekali membaca fenomena-fenomena alam terutama bidang
Mountainologi, yaitu ilmu tentang Gunung Berapi. Kalau dalam sains modern,
beliaulah ahli Meteorologi dan Geofisika. Karena pemahaman awam yang belum
sampai kepada sains moder, seperti ilmu ekologi, meteorologi dan geofisika ini,
maka setiap Syaikh Subakir mengadakan penelitian intensif di beberapa Gunung
Berapi. Mereka orang awam berasumsi bahwa Syaikh Subakir sedang memasang tumbal
atau jimat. Akhirnya opini masyarakat awam ini menyebar dari mulut satu ke
mulut yang lain. Dan oleh dukun-dukun atau paranormal, cerita tersebut dibumbui
dengan takhayyul dan khurafat. Melihat kenyataan masyarakat yang awam tersebut,
Syaikh Subakir berulang kali menerangkan kepada masyarakat, bahwa dirinya
adalah peneliti lingkungan, dan mentadabburi alam semesta, agar kita bertambah
takwa dan mensyukuri nikmat ini kepada Allah SWT. Namun sekali lagi kefanatikan
masyarakat awam ini terhadap Syaikh Subakir membuat legenda yang dibumbui
cerita-cerita yang mengarah kepada perbuatan syirik. Akhirnya, untuk melepaskan
kefanatikan masyarakat umum terhadap Syaikh Subakir ini dan untuk menjaga
Aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syaikh Subakir pulang ke
Persia, Iran. Agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat awam kembali
kepada tauhid yang benar. Dan selanjutnya posisi Syaikh Subakir digantikan oleh
muridnya yang juga ahli di bidang Ekologi, Meteorologi dan Geofisika, serta
ahli pertanian dan arsitek masjid yaitu Sunan Kalijaga. Syaikh Subakir
meninggal di Persia Iran. Sedangkan yang ada di Indonesia dan diziarahi oleh
masyarakat adalah situs-situs peninggalannya. Ada beberapa karya Syaikh Subakir
yang bergelar Aji Saka, yaitu: 1. Beliau adalah penemu Huruf Jawa, yang
berbunyi: HA NA CA RA KA, DA TA SA WA LA, PA DHA JA YA NYA, MA GA BA THA NGO 2.
Beliau pula yang memberi nama Jawa, yang diambil dari bahasa Suryani artinya
Tanah Yang Subur. Pelajaran dari Kisah Syaikh Subakir adalah: 1. Kita harus
memperkuat Aqidah Islam kita, 2. Jangan mudah percaya pada takhayyul, bid’ah
dan khurafat, yang dibungkus oleh cerita yang tidak jelas sumbernya, 3. Jangan
mudah terjerumus pada mistik yang menghancurkan sendi-sendi aqidah Islam, 4.
Pahami bahwa Syaikh Subakir adalah manusia biasa, hamba Allah, seorang
waliyullah yang berdakwah untuk menyiarkan Islam, amar ma’ruf, Nahi Munkar 5.
Pahami bahwa Syaikh Subakir adalah tokoh yang sangat memperdulikan lingkungan,
dan kelestarian alam, dan bukan memasang tumbal atau jimat. 6. Jangan percaya
kepada tumbal atau jimat, karena hal ini adalah Syirik. Cerita tentang tumbal,
jimat atau perang melawan jin yang dihubungkan kepada Syaikh Subakir adalah
kebohongan yang besar. 7. Jagalah kemurnian aqidah Islam kita, Syari’at Islam
kita dan akhlak Islam kita. Agar kita senantiasa mendapat Ridha dari Allah SWT.
Silsilah Auliya Tanah Jawa
10.22 |
Tidaklah mudah mengetahui asal-usul para auliya di tanah jawa,
disamping banyak yang merahasikan asal-usulnya juga ada yang memang sejak kecil
sudah dilayar orang tuanya, yang dalam istilah jawa dilayra.Sebuah adat untuk
menjadikan putra-putranya menjadi kesatria.Istilah dilayar berarti dititipkan
pada seseorang Guru atau Kyai untuk dididik menjadi apa yang diharapkan orang
tuanya.
Berikut ini silsilah auliya tanah jawa yang kebenarannya hanya Allah SWT yang mengetahui.
Abu Salam Jumad gelar SUSUHUNAN ATAS ANGIN, bin Makhdum Kubra bin Jumad al-Kubra bin Abdallah bin Tajaddin bin Sinanaddin bin Hasanaddin bin Hasan bin Samaim Bin Nadmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Na’im gelar SUSUHUNAN WALI ALLAH, bin Abdul-Malik Asafrani bin Husain Asfarani bin Muhammad Asfarani bin Abibakar Asfarani bin Ahmad bin Ibrahim Asfarani bin Tuskara, imam Yamen, bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Jasmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zaid al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN TEMBAJAT bin Muhammad Mawla al-Islam bin Ishaq gelar WALI LANANG DARI BALAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jamad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahnul al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Wahid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
SUSUHUNAN GIRI bin Islam gelar WALI LANANG DARI BELAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abudrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmadin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Zali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
Hasanaddin gelar PANGERAN SABAKINKING bin Ibrahim gelar SUSUHUNAN GUNUNG JATI bin Ya’qub gelar Sutomo Rojo bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
KIYAI AGENG LURUNG TENGAH bin Syihabuddin bin Nuradin Ali bin Ahmad al-Kubra al-Madani bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam AliRodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN DRAJAT bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghadadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin Al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN BONANG bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KALINYAMAT bin Haji Usman bin Ali gelar RAJA PENDETA GERSIK, bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zainal-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alimbin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Ibrahim gelar SUSUHUNAN PUGER bin askhian bin Malik bin Ja’far al-Sadiq bin Hamdan al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN PAKALA NANGKA dari Banten bin Makhdum Jati, Pangeran Banten, bin Abrar bin Ahmad Jumad al-Kubra bin Abid al-Kubra bin Wahid al-Kubra bin Muzakir Zain al-Kubra bin Ali Zain al-Kubra bin Muhammad Zain al-Kabir bin Muhammad al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-husain bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KUDUS bin SUSUHUNAN NGUDUNG bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husain bin Askib bin Muhammad Wahid bin Hasan bin Asir bin Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husein bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN GESENG bin Husain bin Al-Wahdi,...... lihat diatas. SUSUHUNAN PAKUAN bin al-Ghaibi bin al-Wahdi,...... lihat diatas.
SUSUHUNAN KALIJOGO bin TUMENGGUNG WILWA TIKTA, Gubernur Jepara, bin ARIO TEJO KUSUMO, Gubernur Tuban, bin Ario Nembi bin Lembu Suro, Gubernur Surabaya, bin Tejo Laku, Gubernur Majapahit, bin Abdurrahman gelar ARIO TEJO Gubernur Tuban, bin Khurames bin Abdallah bin Abbas bin Abdallah bin Ahmad bin Jamal bin Hasanuddin bin Arifin bin Ma’ruf bin Abdallah bin Mubarak bin Kharmis bin Abdallah bin Muzakir bin Wakhis bin Abdallah Azhar bin ABBAS Rodliyallahu 'anhu bin Abdulmuttalib.(wallahu a'lam bishsowab)
Berikut ini silsilah auliya tanah jawa yang kebenarannya hanya Allah SWT yang mengetahui.
Abu Salam Jumad gelar SUSUHUNAN ATAS ANGIN, bin Makhdum Kubra bin Jumad al-Kubra bin Abdallah bin Tajaddin bin Sinanaddin bin Hasanaddin bin Hasan bin Samaim Bin Nadmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Na’im gelar SUSUHUNAN WALI ALLAH, bin Abdul-Malik Asafrani bin Husain Asfarani bin Muhammad Asfarani bin Abibakar Asfarani bin Ahmad bin Ibrahim Asfarani bin Tuskara, imam Yamen, bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Jasmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zaid al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN TEMBAJAT bin Muhammad Mawla al-Islam bin Ishaq gelar WALI LANANG DARI BALAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jamad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahnul al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Wahid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
SUSUHUNAN GIRI bin Islam gelar WALI LANANG DARI BELAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abudrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmadin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Zali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
Hasanaddin gelar PANGERAN SABAKINKING bin Ibrahim gelar SUSUHUNAN GUNUNG JATI bin Ya’qub gelar Sutomo Rojo bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
KIYAI AGENG LURUNG TENGAH bin Syihabuddin bin Nuradin Ali bin Ahmad al-Kubra al-Madani bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam AliRodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN DRAJAT bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghadadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin Al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN BONANG bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KALINYAMAT bin Haji Usman bin Ali gelar RAJA PENDETA GERSIK, bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zainal-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alimbin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Ibrahim gelar SUSUHUNAN PUGER bin askhian bin Malik bin Ja’far al-Sadiq bin Hamdan al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN PAKALA NANGKA dari Banten bin Makhdum Jati, Pangeran Banten, bin Abrar bin Ahmad Jumad al-Kubra bin Abid al-Kubra bin Wahid al-Kubra bin Muzakir Zain al-Kubra bin Ali Zain al-Kubra bin Muhammad Zain al-Kabir bin Muhammad al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-husain bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KUDUS bin SUSUHUNAN NGUDUNG bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husain bin Askib bin Muhammad Wahid bin Hasan bin Asir bin Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husein bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN GESENG bin Husain bin Al-Wahdi,...... lihat diatas. SUSUHUNAN PAKUAN bin al-Ghaibi bin al-Wahdi,...... lihat diatas.
SUSUHUNAN KALIJOGO bin TUMENGGUNG WILWA TIKTA, Gubernur Jepara, bin ARIO TEJO KUSUMO, Gubernur Tuban, bin Ario Nembi bin Lembu Suro, Gubernur Surabaya, bin Tejo Laku, Gubernur Majapahit, bin Abdurrahman gelar ARIO TEJO Gubernur Tuban, bin Khurames bin Abdallah bin Abbas bin Abdallah bin Ahmad bin Jamal bin Hasanuddin bin Arifin bin Ma’ruf bin Abdallah bin Mubarak bin Kharmis bin Abdallah bin Muzakir bin Wakhis bin Abdallah Azhar bin ABBAS Rodliyallahu 'anhu bin Abdulmuttalib.(wallahu a'lam bishsowab)
TEMPAT ADAM AS DAN HAWA DITURUNKAN KE BUMI
17.27 |
PUNCAK GUNUNG TERTINGGI
Tempat Adam Diturunkan
ke Bumi
Gunung Everest di
Himalaya merupakan puncak gunung tertinggi di dunia. Puncaknya mencapai 8.848
meter dari permukaan laut.
M
|
enyebut nama Nabi Adam Alaihissalam (AS),
maka akan terlintas dalam benak pikiran manusia, sosok manusia pertama cerdas
(berakal) yang diciptakan Allah SWT. kisah penciptaan Adam terdapat dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 30.
“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para
Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat AlQuran yang menceritakan tentang kisah penciptaan Nabi Adam AS. Dalam AlQuran, nama Adam disebut sebanyak 25 kali, dan kisahnya antara lain dipaparkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 30-39, Al-A’raf [7]: 11-25, Al-Hijr [15]: 26-38, Al-Isra’ [17]: 61-65, Thaha [20]: 115-127, dan Shad [38]: 71-78.
Secara umum disebutkan, Adam adalah salah satu
makhluk Allah, Ia bersama Hawa (istrinya) menjalani kehidupan di surga,
kemudian Allah menurunkannya ke bumi untuk menjadi khalifah (pengelola bumi).
Bersama istri dan keturunannya, Adam menjadi penghuni dan pengelola bumi.
Kisah diturunkannya Adam ke bumi diawali saat Adam dan Hawa memakan buah Khuldi
di surga. Allah melarang keduanya untuk memakan buah Khuldi.
Keduanya pun terbujuk dengan rayuan iblis,
hingga mereka memakan buah khuldi tersebut.
Menurut Ibnul Atsir,
Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan iblis, namun desakan Siti Hawa yang
begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Lihat An-Nihayah
fi Gharib Al-Hadits, karya Ibnul Atsir jilid 3 hlm. 158.
Keduanya lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dan Allah menerima tobat
mereka dan memilih Adam sebagai Rasul-Nya.
Kendati Allah SWT telah menerima tobat Adam
dan Hawa, namun sebagaimana kehendak Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah
di bumi, maka Adam dan Hawa lalu diturunkan ke bumi.
Di bumi, Adam dan Hawa bertempat tinggal serta
mengembangkan keturunannya. Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-A’raf [7]:
24-25.
Selain Adam dan Hawa, Allah juga menurunkan Iblis dan ular ke bumi. Sebelumnya,
iblis lebih dahulu diusir dari surga karena tidak mau sujud kepada Adam. Al-Imam Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika
menerangkan ayat ke-36 surah Al-Baqarah [2], membawakan sebuah riwayat dengan
sanad bersambung kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud,
dan lainnya
“Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan
Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakan buah khuldi, iblis
memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa, namun, ketika akan memasuki
surga, iblis dihalangi oleh malaikat. Dengan tipu muslihatnya, iblis kemudian
mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat
kaki seperti unta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah
berbasa-basi, iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itu pun masuk ke surga
sehingga iblis lolos dari pengawasan malaikat.” (Tafsir At-Thabari)
Gunung Tertinggi
Lalu, setelah dikeluarkan dari surga, dimanakah Adam dan Hawa
diturunkan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Mayoritas ulama
sepakat bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal
Rahmah, di Arafah.
Mengenai tempat diturunkannya inilah yang
menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Al-Imam
At-Thabari dalam Tarikh Thabari (jilid 1 hlm
121-126), menyatakan, Mujahid meriwayatkan keterangan dari Abdullah bin Abbas
bin Abdul Muthalib yang mengatakan: “Adam diturunkan dari surga ke bumi
di negeri India.”Keterangan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim
di dalam kitab al-Hilyah, dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah RA.
Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Umar :
“Ketika Allah menurunkan Adam, Dia
menurunkannya di tanah India. Kemudian dia mendatangi Makkah, untuk berhaji
kemudian pergi menuju Syam (Syria) dan meninggal di sana.”
(HR. Thabrani)
Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas
yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab: nenek
perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain
At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa Iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu
negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith, sedangkan ular diturunkan di
negeri Asbahan (Iran).
Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan
Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam
AS diturunkan diantara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam
diturunkan di daerah India sementara Hawa di Irak.
AlQuran sendiri tidak menerangkan secara jelas di mana Adam dan Hawa
diturunkan. AlQuran hanya menjelaskan tentang proses diturunkannya Adam dan
Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]:
30-39 dan Al-A’raf [7]: 11-25.
Sementara itu, menurut
legenda agama Kristen, setelah diusir dari Taman eden (Surga), Adam pertama
kali menjejakan kainya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai
Puncak Adam atau Al-Rohun yang terdapat di Sri Langka.
Menurut At-Thabari,
tempat Adam diturunkan adalah di puncak gunung tertinggi di dunia. Keterangan
At-Thabari ini kemudian diikuti oleh para ahli geografi modern, dan merupakan
pendapat yang paling kuat dasarnya.
Pendapat ini juga diikuti oleh Syauqi Abu
Khalil dalam bukunya Atlas Al-Qur’an, dan Sami bin Abdullah
Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Para ahli geologi
telah melakukan berbagai penelitian mengenai gunung tertinggi di dunia, mulai
dari dartan Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia. Dan dari penelitian
itu disepakati bahwa gunung tertinggi di dunia adalah Gunung Everest (Mount
Everest) yang ada di daerah Himalaya, mencapau 8.848 meter dari permukaan
laut (dpl). Dari sinilah para ahli meyakini bahwa Adam memang diturunkan di
daerah ini, yaitu di puncak tertinggi di dunia (Mount Everest). Wa
Allahu A’lam
Diturunkan untuk Menjadi Khalifah
Dalam berbagai riwayat, termasuk dalam kepercayaan orang-orang non-muslim
sebagaimana keterangan kitab-kitab mereka, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi
akibat perbuatan mereka yang melanggar larangan Allah SWT. larangan tersebut
adalah memakan buah khuldi, karena tergoda oleh rayuan dan bujukan Iblis.
Sebagian umat islam juga mempercayai hal ini, yaitu mereka (Adam dan Hawa)
diturunkan ke bumi ini akibat melanggar larangan Allah yaitu memakan buah
khuldi.
Tentu saja, anggapan ini keliru dan sangat berbahaya bagi akidah umat islam.
Sebab, dengan meyakini diturunkannya Adam dan Hawa karena perbuatan mereka
memakan buah khuldi, berarti umat manusia saat ini menanggung dosa (warisan)
sebagaimana kepercayaan dalam agama lain.
Hal inilah yang ditolak oleh islam. Dalam
ajaran islam, tidak ada istilah dosa warisan. Setiap orang yang berbuat
keburukan, maka dialah yang menanggung dosanya dan tidak ada dosa bagi orang
lain yang tidak mengikutinya.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan, andai dosa Adam itu ditanggung pula
oleh umat manusia, hal itu bertentangan dengan keterangan AlQuran yang
menyatakan bahwa manusia tidak akan memikul dosa orang lain.
“(Yaitu) bahwasanya, seseorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS An-Najm [53]: 38).
Keterangan serupa juga terdapat dalam surah An-An’am [6]: 164, Al-Isra’ [17]: 15, Fathir [35]: 18, Az-Zumar [39]: 7.
Ibnu Katsir menjelaskan, diturunkannya Adam AS ke bumi ini memang direncanakan
dan sesuai dengan skenario Allah SWT untuk menjadikannya sebagai khalifah yakni
mengelola bumi dan seisinya (QS [2]: 30).
Karena itulah, Allah mengejarkan (ilmu) tentang nama-nama setiap benda kepada
Adam, dan tidak diajarkan kepada malaikat, termasuk iblis (QS [2]: 31-37). Dengan
ilmu itu agar nantinya anak-cucu Adam di bumi bisa mengetahui dan mengelolanya
dengan baik untuk kehidupan mereka di masa-masa berikutnya.
Dengan penguasaan ilmu itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat dan iblis
untuk bersujud kepada Adam. Malaikat melaksanakan perintah Allah dan bersujud,
sedangkan iblis menolaknya. Dan atas penolakan iblis itu, maka Allah pun
mengutuk dan mengusirnya dari surga.
Keterangan inilah yang akhirnya membuat
seorang peneliti bidang matematika dari Universitas Kansas, Amerika Serikat,
Prof. Dr. Jeffrey Lang, untuk memeluk islam. “Adam diturunkan ke bumi bukan
karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang
khalifah di bumi untuk mengatur dan mensejahterakan alam.” Ujarnya. Lang
mengatakan, ia benar-benar berupaya keras memahami ayat 30-39 surah Al-Baqarah [2] yang
menjelaskan tentang penciptaan Adam hingga ia diturunkan ke bumi. Ia
membandingkannya dengan ajaran agama yang dianutnya terdahulu didalam berbagai
literatur dan kitab suci. Namun, ia kecewa dengan hasilnya. Maka ia berusaha
untuk terus mencari hingga akhirnya menemukan jawabannya di dalam AlQuran.
Penjelasan terperinci Jeffrey Lang mengenai
hal ini dan pergulatannya dalam memahami islam, ia kemukakan dalam bukunya Losing
My Religion: A Call for Help.
Adam bukan Makhluk Pertama
Nabi Adam AS adalah manusia cerdas pertama yang diciptakan Allah SWT. ia
diberikan akal pikiran dan dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk yang
menciptakannya, Allah SWT. dan Adam diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi
khalifah di muka bumi, yakni mengelola, merawat dan melestarikannya untuk anak
cucunya kelak. (QS Al-Baqarah [2]: 30-39).
Banyak pendapat yang mengatakan, Adam bukanlah manusia pertama. Pendapat ini terekam
dalam berbagai buku. Bahkan beberapa diantaranya ditulis oleh penulis muslim.
Menurut mereka maknanya bukan menciptakan (khalaqa), melainkan
menjadikan (ja’ala).
Sebagaimana diketahui, Adam AS memang bukan
makhluk pertama yang diciptakan Allah. Sebab, masih ada makhluk lain yang lebih
dahulu diciptakan-Nya, seperti Malaikat dan Iblis.
Pendapat yang
menyatakan bahwa Adam bukan manusia pertama, salah satunya dikemukakan ole Dr.
Abdul Shabur Syahin. Dalam bukunya Ar-Rawafid al-Saqafiyah (Adam Bukan
Manusia Pertama? Mitos atau Realita), Syahin mengatakan, Adam adalah Abul
Insan, bukan Abul Basyar. Keduanya bermakna sama, yakni bapak (nenek
moyang) manusia.
Abdul Shabur Syahin membedakan makna antara al-Insan dan al-Basyar.
Karena perbedaan itu, Syahin menegaskan, Adam bukanlah manusia pertama.
Menurutnya, Adam bukan diciptakan, melainkan dilahirkan. Makna dari dilahirkan
berarti ada orangtuanya. Ia membedakan antara kata ja’ala (menjadikan)
dan khalaqa(menciptakan). Menurutnya, dalam surah Al-Baqarah [2]:
30, An-Naml [27]:62, Fathir [35]: 39, kata ‘menjadikan khalifah’ bukanlah
menciptakan manusia baru, tetapi meneruskan cara kerja manusia yang sudah ada
sebelumnya. Karenanya, kata dia, Adam bukanlah manusia pertama.
Pendapat ini dibantah oleh Syekh Abdul Mun’im Ibrahim. Menurutnya, pendapat
yang diutarakan oleh Abdul Shabur Syahin tentang Adam dilahirkan, sangat
bertentangan dengan sejumlah ayat AlQuran maupun beberapa hadits Nabi Muhammad
SAW yang menyebutkan awal mula penciptaan Adam dari tanah. “Pendapat Abdul
Shabur Syahin bahwa Adam dilahirkan ole kedua orangtuanya, mengingatkan kita
pada teori evolusi yang dikemukan Charles Darwin, seorang Yahudi picik yang
menulis dalam bukunya Ashl al-Anwa’ (Asal Mula Penciptaan).
Darwin berpendapat, manusia berevolusi dari bentuk aslinya ke bentuk sekarang,”
tegas Syekh Mun’im Ibrahim, dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah
Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat
Ma’a Abi Adam.
Syekh Mun’im setuju bahwa ada makhluk lain
sebelum Adam diciptakan. Artinya, Adam bukan makhluk pertama. Namun demikian,
ia sangat yakin bahwa Adam adalah manusia pertama yang berakal yang diciptakan
Allah SWT.
Pendapat senada dengan penjelasan Syekh Mun’im
ini, juga terdapat dalam buku Al-Jamharah karya Abu Darid, At-Tahzib karya
Al-Azhari, Diwan al-Adab karya al-Farabi,Mu’jam Maqayis
al-Lughah karya Ibnu Faris, Lisanu al-Arab karya Ibnu
al-Manzhur Al-Ifriqi, lalu As-Shahhah karya Al-Jauhari, dan al-Mukhtar karya
Ar-Razi.
Sejumlah pihak mengatakan, bahwa sebelumnya telah ada makhluk lain yang disebut
manusia dan mengelola bumi ini. Namun, mereka bukanlah manusia yang berakal
sehingga dalam pengelolaannya makhluk itu banyak melakukan kerusakan dan kehancuran.
Itulah, menurut berbagai pendapat, sehingga malaikat berkata kepada Allah,
bahwa makhluk yang diciptakannya untuk mengelola bumi itu akan melakukan
kerusakan, sebagaimana pendahulunya. Wa Allahu A’lam.
Makhluk Pertama
Lalu, apa atau siapa makhluk yang pertama kali diciptakan Allah
SWT?menurut Syekh Mun’im, makhluk yang pertama kali diciptakan adalah qalam(pena).
Dari Ubadah bin As-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah SWT ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata
kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata,
‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.”
Imam Ahmad RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa makhluk
yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena
tersebut, ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan
hingga akhir kiamat.” (Lihat Musnad Ahmad RA).
Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, makhluk yang pertama diciptakan adalah dawat (tinta),
lalu pena. Ada pula yang menyebutkan, air pertama kali diciptakan.
Menurut Syekh Mun’im, pena adalah makhluk
pertama yang diciptakan. Pendapat ini telah di-tarjih dan dikuatkan
oleh Ibnu jarir dan Nashiruddin al-Albani RA. Setelah Allah menciptakan qalam,
maka kemudian dilanjutkan dengan penciptaan tinta (dawat). Selanjutnya, Allah
menciptakan air, kemudian arasy (singgasana), kursi, lauh
al-mahfuzh, langit dan bumi (semesta), malaikat, surga, neraka, jin dan
iblis (syaitan), dan Adam AS.
Langganan:
Postingan (Atom)