PUNCAK GUNUNG TERTINGGI
Tempat Adam Diturunkan
ke Bumi
Gunung Everest di
Himalaya merupakan puncak gunung tertinggi di dunia. Puncaknya mencapai 8.848
meter dari permukaan laut.
M
|
enyebut nama Nabi Adam Alaihissalam (AS),
maka akan terlintas dalam benak pikiran manusia, sosok manusia pertama cerdas
(berakal) yang diciptakan Allah SWT. kisah penciptaan Adam terdapat dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 30.
“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para
Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat AlQuran yang menceritakan tentang kisah penciptaan Nabi Adam AS. Dalam AlQuran, nama Adam disebut sebanyak 25 kali, dan kisahnya antara lain dipaparkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 30-39, Al-A’raf [7]: 11-25, Al-Hijr [15]: 26-38, Al-Isra’ [17]: 61-65, Thaha [20]: 115-127, dan Shad [38]: 71-78.
Secara umum disebutkan, Adam adalah salah satu
makhluk Allah, Ia bersama Hawa (istrinya) menjalani kehidupan di surga,
kemudian Allah menurunkannya ke bumi untuk menjadi khalifah (pengelola bumi).
Bersama istri dan keturunannya, Adam menjadi penghuni dan pengelola bumi.
Kisah diturunkannya Adam ke bumi diawali saat Adam dan Hawa memakan buah Khuldi
di surga. Allah melarang keduanya untuk memakan buah Khuldi.
Keduanya pun terbujuk dengan rayuan iblis,
hingga mereka memakan buah khuldi tersebut.
Menurut Ibnul Atsir,
Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan iblis, namun desakan Siti Hawa yang
begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Lihat An-Nihayah
fi Gharib Al-Hadits, karya Ibnul Atsir jilid 3 hlm. 158.
Keduanya lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dan Allah menerima tobat
mereka dan memilih Adam sebagai Rasul-Nya.
Kendati Allah SWT telah menerima tobat Adam
dan Hawa, namun sebagaimana kehendak Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah
di bumi, maka Adam dan Hawa lalu diturunkan ke bumi.
Di bumi, Adam dan Hawa bertempat tinggal serta
mengembangkan keturunannya. Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-A’raf [7]:
24-25.
Selain Adam dan Hawa, Allah juga menurunkan Iblis dan ular ke bumi. Sebelumnya,
iblis lebih dahulu diusir dari surga karena tidak mau sujud kepada Adam. Al-Imam Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika
menerangkan ayat ke-36 surah Al-Baqarah [2], membawakan sebuah riwayat dengan
sanad bersambung kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud,
dan lainnya
“Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan
Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakan buah khuldi, iblis
memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa, namun, ketika akan memasuki
surga, iblis dihalangi oleh malaikat. Dengan tipu muslihatnya, iblis kemudian
mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat
kaki seperti unta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah
berbasa-basi, iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itu pun masuk ke surga
sehingga iblis lolos dari pengawasan malaikat.” (Tafsir At-Thabari)
Gunung Tertinggi
Lalu, setelah dikeluarkan dari surga, dimanakah Adam dan Hawa
diturunkan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Mayoritas ulama
sepakat bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal
Rahmah, di Arafah.
Mengenai tempat diturunkannya inilah yang
menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Al-Imam
At-Thabari dalam Tarikh Thabari (jilid 1 hlm
121-126), menyatakan, Mujahid meriwayatkan keterangan dari Abdullah bin Abbas
bin Abdul Muthalib yang mengatakan: “Adam diturunkan dari surga ke bumi
di negeri India.”Keterangan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim
di dalam kitab al-Hilyah, dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah RA.
Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Umar :
“Ketika Allah menurunkan Adam, Dia
menurunkannya di tanah India. Kemudian dia mendatangi Makkah, untuk berhaji
kemudian pergi menuju Syam (Syria) dan meninggal di sana.”
(HR. Thabrani)
Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas
yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab: nenek
perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain
At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa Iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu
negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith, sedangkan ular diturunkan di
negeri Asbahan (Iran).
Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan
Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam
AS diturunkan diantara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam
diturunkan di daerah India sementara Hawa di Irak.
AlQuran sendiri tidak menerangkan secara jelas di mana Adam dan Hawa
diturunkan. AlQuran hanya menjelaskan tentang proses diturunkannya Adam dan
Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]:
30-39 dan Al-A’raf [7]: 11-25.
Sementara itu, menurut
legenda agama Kristen, setelah diusir dari Taman eden (Surga), Adam pertama
kali menjejakan kainya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai
Puncak Adam atau Al-Rohun yang terdapat di Sri Langka.
Menurut At-Thabari,
tempat Adam diturunkan adalah di puncak gunung tertinggi di dunia. Keterangan
At-Thabari ini kemudian diikuti oleh para ahli geografi modern, dan merupakan
pendapat yang paling kuat dasarnya.
Pendapat ini juga diikuti oleh Syauqi Abu
Khalil dalam bukunya Atlas Al-Qur’an, dan Sami bin Abdullah
Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Para ahli geologi
telah melakukan berbagai penelitian mengenai gunung tertinggi di dunia, mulai
dari dartan Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia. Dan dari penelitian
itu disepakati bahwa gunung tertinggi di dunia adalah Gunung Everest (Mount
Everest) yang ada di daerah Himalaya, mencapau 8.848 meter dari permukaan
laut (dpl). Dari sinilah para ahli meyakini bahwa Adam memang diturunkan di
daerah ini, yaitu di puncak tertinggi di dunia (Mount Everest). Wa
Allahu A’lam
Diturunkan untuk Menjadi Khalifah
Dalam berbagai riwayat, termasuk dalam kepercayaan orang-orang non-muslim
sebagaimana keterangan kitab-kitab mereka, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi
akibat perbuatan mereka yang melanggar larangan Allah SWT. larangan tersebut
adalah memakan buah khuldi, karena tergoda oleh rayuan dan bujukan Iblis.
Sebagian umat islam juga mempercayai hal ini, yaitu mereka (Adam dan Hawa)
diturunkan ke bumi ini akibat melanggar larangan Allah yaitu memakan buah
khuldi.
Tentu saja, anggapan ini keliru dan sangat berbahaya bagi akidah umat islam.
Sebab, dengan meyakini diturunkannya Adam dan Hawa karena perbuatan mereka
memakan buah khuldi, berarti umat manusia saat ini menanggung dosa (warisan)
sebagaimana kepercayaan dalam agama lain.
Hal inilah yang ditolak oleh islam. Dalam
ajaran islam, tidak ada istilah dosa warisan. Setiap orang yang berbuat
keburukan, maka dialah yang menanggung dosanya dan tidak ada dosa bagi orang
lain yang tidak mengikutinya.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan, andai dosa Adam itu ditanggung pula
oleh umat manusia, hal itu bertentangan dengan keterangan AlQuran yang
menyatakan bahwa manusia tidak akan memikul dosa orang lain.
“(Yaitu) bahwasanya, seseorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS An-Najm [53]: 38).
Keterangan serupa juga terdapat dalam surah An-An’am [6]: 164, Al-Isra’ [17]: 15, Fathir [35]: 18, Az-Zumar [39]: 7.
Ibnu Katsir menjelaskan, diturunkannya Adam AS ke bumi ini memang direncanakan
dan sesuai dengan skenario Allah SWT untuk menjadikannya sebagai khalifah yakni
mengelola bumi dan seisinya (QS [2]: 30).
Karena itulah, Allah mengejarkan (ilmu) tentang nama-nama setiap benda kepada
Adam, dan tidak diajarkan kepada malaikat, termasuk iblis (QS [2]: 31-37). Dengan
ilmu itu agar nantinya anak-cucu Adam di bumi bisa mengetahui dan mengelolanya
dengan baik untuk kehidupan mereka di masa-masa berikutnya.
Dengan penguasaan ilmu itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat dan iblis
untuk bersujud kepada Adam. Malaikat melaksanakan perintah Allah dan bersujud,
sedangkan iblis menolaknya. Dan atas penolakan iblis itu, maka Allah pun
mengutuk dan mengusirnya dari surga.
Keterangan inilah yang akhirnya membuat
seorang peneliti bidang matematika dari Universitas Kansas, Amerika Serikat,
Prof. Dr. Jeffrey Lang, untuk memeluk islam. “Adam diturunkan ke bumi bukan
karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang
khalifah di bumi untuk mengatur dan mensejahterakan alam.” Ujarnya. Lang
mengatakan, ia benar-benar berupaya keras memahami ayat 30-39 surah Al-Baqarah [2] yang
menjelaskan tentang penciptaan Adam hingga ia diturunkan ke bumi. Ia
membandingkannya dengan ajaran agama yang dianutnya terdahulu didalam berbagai
literatur dan kitab suci. Namun, ia kecewa dengan hasilnya. Maka ia berusaha
untuk terus mencari hingga akhirnya menemukan jawabannya di dalam AlQuran.
Penjelasan terperinci Jeffrey Lang mengenai
hal ini dan pergulatannya dalam memahami islam, ia kemukakan dalam bukunya Losing
My Religion: A Call for Help.
Adam bukan Makhluk Pertama
Nabi Adam AS adalah manusia cerdas pertama yang diciptakan Allah SWT. ia
diberikan akal pikiran dan dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk yang
menciptakannya, Allah SWT. dan Adam diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi
khalifah di muka bumi, yakni mengelola, merawat dan melestarikannya untuk anak
cucunya kelak. (QS Al-Baqarah [2]: 30-39).
Banyak pendapat yang mengatakan, Adam bukanlah manusia pertama. Pendapat ini terekam
dalam berbagai buku. Bahkan beberapa diantaranya ditulis oleh penulis muslim.
Menurut mereka maknanya bukan menciptakan (khalaqa), melainkan
menjadikan (ja’ala).
Sebagaimana diketahui, Adam AS memang bukan
makhluk pertama yang diciptakan Allah. Sebab, masih ada makhluk lain yang lebih
dahulu diciptakan-Nya, seperti Malaikat dan Iblis.
Pendapat yang
menyatakan bahwa Adam bukan manusia pertama, salah satunya dikemukakan ole Dr.
Abdul Shabur Syahin. Dalam bukunya Ar-Rawafid al-Saqafiyah (Adam Bukan
Manusia Pertama? Mitos atau Realita), Syahin mengatakan, Adam adalah Abul
Insan, bukan Abul Basyar. Keduanya bermakna sama, yakni bapak (nenek
moyang) manusia.
Abdul Shabur Syahin membedakan makna antara al-Insan dan al-Basyar.
Karena perbedaan itu, Syahin menegaskan, Adam bukanlah manusia pertama.
Menurutnya, Adam bukan diciptakan, melainkan dilahirkan. Makna dari dilahirkan
berarti ada orangtuanya. Ia membedakan antara kata ja’ala (menjadikan)
dan khalaqa(menciptakan). Menurutnya, dalam surah Al-Baqarah [2]:
30, An-Naml [27]:62, Fathir [35]: 39, kata ‘menjadikan khalifah’ bukanlah
menciptakan manusia baru, tetapi meneruskan cara kerja manusia yang sudah ada
sebelumnya. Karenanya, kata dia, Adam bukanlah manusia pertama.
Pendapat ini dibantah oleh Syekh Abdul Mun’im Ibrahim. Menurutnya, pendapat
yang diutarakan oleh Abdul Shabur Syahin tentang Adam dilahirkan, sangat
bertentangan dengan sejumlah ayat AlQuran maupun beberapa hadits Nabi Muhammad
SAW yang menyebutkan awal mula penciptaan Adam dari tanah. “Pendapat Abdul
Shabur Syahin bahwa Adam dilahirkan ole kedua orangtuanya, mengingatkan kita
pada teori evolusi yang dikemukan Charles Darwin, seorang Yahudi picik yang
menulis dalam bukunya Ashl al-Anwa’ (Asal Mula Penciptaan).
Darwin berpendapat, manusia berevolusi dari bentuk aslinya ke bentuk sekarang,”
tegas Syekh Mun’im Ibrahim, dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah
Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat
Ma’a Abi Adam.
Syekh Mun’im setuju bahwa ada makhluk lain
sebelum Adam diciptakan. Artinya, Adam bukan makhluk pertama. Namun demikian,
ia sangat yakin bahwa Adam adalah manusia pertama yang berakal yang diciptakan
Allah SWT.
Pendapat senada dengan penjelasan Syekh Mun’im
ini, juga terdapat dalam buku Al-Jamharah karya Abu Darid, At-Tahzib karya
Al-Azhari, Diwan al-Adab karya al-Farabi,Mu’jam Maqayis
al-Lughah karya Ibnu Faris, Lisanu al-Arab karya Ibnu
al-Manzhur Al-Ifriqi, lalu As-Shahhah karya Al-Jauhari, dan al-Mukhtar karya
Ar-Razi.
Sejumlah pihak mengatakan, bahwa sebelumnya telah ada makhluk lain yang disebut
manusia dan mengelola bumi ini. Namun, mereka bukanlah manusia yang berakal
sehingga dalam pengelolaannya makhluk itu banyak melakukan kerusakan dan kehancuran.
Itulah, menurut berbagai pendapat, sehingga malaikat berkata kepada Allah,
bahwa makhluk yang diciptakannya untuk mengelola bumi itu akan melakukan
kerusakan, sebagaimana pendahulunya. Wa Allahu A’lam.
Makhluk Pertama
Lalu, apa atau siapa makhluk yang pertama kali diciptakan Allah
SWT?menurut Syekh Mun’im, makhluk yang pertama kali diciptakan adalah qalam(pena).
Dari Ubadah bin As-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah SWT ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata
kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata,
‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.”
Imam Ahmad RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa makhluk
yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena
tersebut, ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan
hingga akhir kiamat.” (Lihat Musnad Ahmad RA).
Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, makhluk yang pertama diciptakan adalah dawat (tinta),
lalu pena. Ada pula yang menyebutkan, air pertama kali diciptakan.
Menurut Syekh Mun’im, pena adalah makhluk
pertama yang diciptakan. Pendapat ini telah di-tarjih dan dikuatkan
oleh Ibnu jarir dan Nashiruddin al-Albani RA. Setelah Allah menciptakan qalam,
maka kemudian dilanjutkan dengan penciptaan tinta (dawat). Selanjutnya, Allah
menciptakan air, kemudian arasy (singgasana), kursi, lauh
al-mahfuzh, langit dan bumi (semesta), malaikat, surga, neraka, jin dan
iblis (syaitan), dan Adam AS.
0 komentar:
Posting Komentar