RSS

Bilangan Sujud


AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)
 
Bilangan Sujud

Pada Al-Quran, akan anda temukan bahwa kata sujud yang dilakukan olch mereka yang berakal disebutkan sebanyak 34 kali. Jumlah tersebut sama dengan jumlah sujud dalam shalat sehari­hari yang dilahukan pada lima waktu sebanyak 17 rakaat. Pada setiap rakaat dilakukan dua kali sujud sehingga jumlahnya menjadi 34 kali sujud sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut:
1.      Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: 'Sujud-lah kamu kepada Adam' .... (2:34)
Ayat ini merupakan ayat ketiga puluh empat pada surat Al-Baqarah, yaitu surat dalam mushaf yang pertama yang menyebutkan masalah sujud yang jumlahnya sama dengan jumlah sujud keseharian.
2.      .... kemudian Kami katakan kepada para Malaikat; "Ber­sujud-lah kamu kepada Adam!" .... (Al-Araf: 11)
3.      Dan ingatlah ketika Kami katakan kepada Malaikat: "Ber­sujud-lah kamu kepada Adam!" .... (AI-Isra: 61)
4.      an (ingatlah) ketika kami katakan kepada para Malaikat: "Ber-sujud-lah kamu kepada Adam!" ... (Al-Kahfi: 50)
5.      Dan (ingatlah) ketika Kami katakan kepada para malaikat: "Ber-sujud-lah kamu kepada Adam!" . . . (Thaha: 116)
6.      Wahai orang-orang yang beriman, ruku' dan ber-sujud-lah kamu serta beribadahlah kamu kepada Tuhanmu . . . (AI-Hajj : 77 )
7.      Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujud-lah kamu sekalian kepada Yang Mahapenyayang." Mereka menjawab: "Siapakah Yang Maha Penyayang itu?" . . . (Al-Furqan: 60)
8.      Janganlah kalian ber-sujud kepada matahari maupun bu­lan, dan ber-sujud-lah kamu semua kepada Allah, Zat Yang telah menciptakan keduanya (matahari dan bulan) .... (Fushshilat: 47)
9.      Maka ber-sujud-lah kalian kepada Allah dan beribadahlah kalian (kepada-Nya). (Al-Najm: 62)
10.  Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama-sama orang yang ruku'. (Ali Imran: 43)
11.  Maka sujud-lah para Malaikat itu semuanya bersama-sama. (Al-Hijr: 30)
12.  12. Maka ber-sujud-lah para Malaikat itu semuanya bersama­sama. (Shad: 73)
13.  .... Maka semua para Malaikat itu ber- sujud, kecuali Iblis; ia enggan ... (Al-Baqarah: 24)
14.  .... Kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat) maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh). (An-Nisa: 102)
15.  .... Lalu Kami katakan kepada malaikat: "Ber-sujud-lah kamu kepada Adam!", maka mereka ber-sujud, kecuali iblis .... (Al-A'raf: 11).
16.  .... Maka mereka ber- sujud, kecuali iblis ....(Al-Isra: 61)
17.  .... Maka mereka ber-sujud, kecuali Iblis. Dan dia adalah dari golongan jin .... (AI-Kahfi: 61).
18.  .... Maka mereka ber-sujud, kecuali iblis, ia enggan ... (Taha: 116).
19.  Berkata iblis: "Aku sekali-kali tidak akan ber-sujud kepada manusia yang Engkau telah ciptakan dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." (Al­ Hijr: 33).
20.  ..... Kecuali iblis, ia berkata: 'Apakah aku akan ber­-sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?". (Al-Isra: 61).
21.  Allah berfirman: 'Apakah yang menghalangimu untuk ber­- sujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" .... (AI-A'raf: i2).
22.  Allah berfirman: "Wahai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-cipta-kan dengan kedua tangan-Ku?".... (Shad: 75).
23.  Janganlah kalian sujud kepada matahari maupun bulan ( Fushilat: 3 7 )
24.  .... Mereka berkata: "Dan siapakah Yang Maka Penyayang itu? Apakah kami harus ber- sujud kepada yang kamu perintahkan kepada kami?" .... (Al-Furqan: 60).
25.  Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi .... (AI-Ra'd: 15).
26.  Dan hanya kepada Allah-lah sujud segala apa yang ada di langit dan bumi .... (Al-Nahl: 49).
27.  Apakah kamu tlada mengetahui, bahwa kepada Allah ber­-sujud segala apa yang ada di langit, bumi .... (Al-Haj: 18).
28.  Agar mereka tidak ber- sujud (menyembah) Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi .... (Al-Naml: 25).
29.  .... Mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga ber- sujud (sembahyang). (Ali Imran: 113).
30.  Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka ber­tashbih memuji-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka ber­- sujud. (Al-A'raf: 206).
31.  Aku mendapati dia dan kaumnya ber- sujud kepada matahari, selain Allah .... (Al-Naml: 24).
32.  Dan jika dibacakan Al-Quran kepada mereka, mereka tidak ber- sujud. (Al-Insyihaq: 21).
33.  Dan pada bagian dari malam, maka sujud-lah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. (AI-Insan: 26).
34.  Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujud-lah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan). (AI-Alaq: 19).
Dalam Al-Quran tidak ada kata sujud yang dihubungkan dengan makhluk yang tidak berakal, kecuali satu ayat saja, yaitu dalam firman Allah SWT:
 
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-keduanya sujud kepada-Nya. (Al-Rahman: 6).
 
Selain dalam ayat tersebut, 34 kata kerja (fi'il) sujud semuanya dihubungkan dengan makhluk berakal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tujuh Langit


AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA
(I'JAZ 'ADADI)
 
Tujuh Langit 

Salah satu karunia yang dianugerahkan kepadaku oleh Allah SWT dan yang diajarkan-Nya kepadaku adalah bahwa kata "sab'u" berkaitan dengan kata "samawat", sebelumnya atau sesudahnya. Kata tersebut dalam AI-Quran disebutkan sebanyak 7 kali. Begitu juga hari dalam seminggu berjumlah 7 hari, dan langit pun berjumlah 7. Berikut ini adalah ayat-ayat mengenainya:
1.      ..... Dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit ..... (Al-Baqarah: 29)
2.      Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah ..... (Al-Isra: 44)
3.      Katakanlah: "Siapakah yang memiliki tujuh langit dan 'arasy yang besar" (Al-Mu'minun: 84)
4.      Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit urusannya ..... (Fushshilat: 12)
5.      Allah-lah Yang menciptakan tujuh langit dan reperti itu pula bumi ..... (AI-Thalaq: 12)
6.      Yang telah menjadikan tujuh langit berlapis-lapias. (AI-Mulk: 3)
7.      Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? (Nuh: 15)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA



(I'JAZ 'ADADI)

Al-Quran Al-Karim, seluruh isinya merupakan mukjizat. Simbol-simbol maknanya, yaitu lafaz-lafaznya, juga merupakan mukjizat; dan ketika makna tersebut dilekatkan kepada sebuah lafaz, ia memberi makna kepada kata. Kata-kata Al-Quran, dengan susunannya yang teratur pada serangkaian mukjizat terbesar ini menerangkan i’jaz AI-Quran kepada kita dengan sangat jelas. Kata­kata dalam Al-Quran, dengan sejumlah pengulangannya, juga merupakan mukjizat. Jumlah kata-kata dalam AI-Quran yang menegaskan kata-kata yang lain ternyata jumlahnya sama dengan jumlah kata-kata Al-Quran yang menjadi lawan atau kebalikan dari kata-kata tersebut, atau di antara keduanya ada nisbah kebalikan atau kontradiktif. Apabila jumlah kata-kata yang ada dalam Al­Quran merupakan mukjizat, maka begitu pula huruf-hurufnya. Jumlah-jumlah huruf tertentu dalam Al-Quran, pada dasarnya, merupakan mukjizat yang agung. Mukjizat dalam Al-Quran tidak hanya terbatas pada ayat-ayat mulianya, makna-maknanya, prinsip-prinsip dan dasar-dasar keadilannya, serta pengetahuan­pengetahuan gaibnya saja, melainkan juga termasuk jumlah-jumlah yang ada dalam Al-Quran itu sendiri. Begitu juga jumlah pengu­langan kata dan hurufnya. Fenomena i’jaz 'adadi pada Al-Quran bukanlah temuan baru, akan tetapi sudah melewati lintasan sejarah yang panjang. orang-orang yang melakukan studi tentang 'ulum Al-Quran sejak dahulu sudah menyadari adanya fenomena tersebut. Mereka menyadari bahwa pemakaian huruf dan kata dengan jumlah tertentu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Sehingga mereka bentpaya menyingkap' rahasia hubungan antara jumlah­jumlah tersebut dengan makna-makna katanya. Misal, kaum Salaf begitu memperhatikan huruf-huruf muqaththa'ah pada permulaan-­permulaan sebagian surat pada Al-Quran; mereka menyadari bahwa pada pengulangan huruf-huruf muqaththa'ah tersebut ter­dapat makna-makna tertentu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bentuk Lain I'jaz Al-Quran


I'JAZ AL-QURAN
Bentuk Lain I'jaz Al-Quran


Tantarigan yang ditunjukkan Al-Quran tidak terbatas hanya pada keharusan membual sesuatu yang menyamai Al-Quran, atau sebuah surat yang sama dengannya, akan tetapi Al-Quran juga menantang dengan hal-hal lain yang ditunjukkannya. Allah berfuman:



Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau sekiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka telah mendapatkan banyak pertentangan di dalamnya. (An-Nisa: 82)

Di dalam ini tidak ada satu wujud pun, kecuali timbul secara bertahap; dati lemah dirinya menjadi kuat, dan dari kurang menjadi sempurna. Begitu juga semua yang mengikuti d,irinya dan kumulasinya adalah disebabkan oleh af’al (perbuatan-perbuatan) dan atsar (akibat-akibat). Ringkasnya, manusia adalah wujud yang selalu berubah dan berevolusi di dalam wujudnya, perbuatan­perbuatannya dan akibat-akibatnya, yang akibat-akibat tersebut dicapai dengan pikiran dan pengetahuan. Tidak ada seorang pun di antara kita, kecuali setiap hari ia akan melihat dirinya hari ini lebih sempurna dari hari kemarin. Adapun sikapnya pada saat yang lain, selalu ingin berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam perbuatan dan ucapan pada saat pertama, adalah persoalan yang tidak bisa dipungkiri oleh manusia mana pun yang mempunyai kesadaran.
Al-Quran adalah sebuah Kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan bertahap. Ia disampaikan kepada manusia ayat demi ayat secara bertahap (tidak sekaligus) selama 23 tahun, di tempat-tempat yang berbeda dan dengan kondisi-kondisi yang beragam, di Makkah atau Madinah. Ia diturunkan pada siang atau malam hari, ketika menetap atau sedang dalam perjalanan, ketika damai atau perang, kalah atau menang, aman atau menakutkan; ketika untuk menyampaikan pengetahuan-pengetahuan Ilahiyah, mengajarkan akhlak mulia, dan memberlakukan hukum-hukum agama dalam berbagai hal. Namun demikian tidak terjadi suatu ikhtilaf pun di dalamnya, dalam hal struktur kata yang serupa, mutu ayat-ayatnya. Ia merupakan sebuah Kitab yang serupa, mutu ayat-ayatnya,dan berulang-ulang.
Pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan Al-Quran, dan prinsip-prinsip yang diberikannya tidak pernah saling membatalkan satu sama lain; tidak pernah mematikan satu dengan yang lain. Ayat-ayat AI-Quran, satu sama lain saling menafsirkan, saling men­jelaskan, dan kalimat-kalimatnya saling membenarkan, sebagaimana Ali r.a. mengatakan: "(Al-Quran itu) saling menjelaskan bagian-bagiannya dan saling menjadi saksi satu sama lain."
Kalaulah AI-Quran bukan dari sisi Allah, sungguh akan ter­jadi perbedaan dalam hal keserasian dan keindahannya. Ucapannya akan berbeda-beda dari segi syadaqah (efektivitas pembicaraan) dan balaghah-nya, maknanya dari segi salah dan benarnya, dan dari segi kesempurnaan dan kekukuhannya."
Al-Quran pada keadaan seperti itu, tidaklah diturunkan di tempat geografis tertentu, dan tidak pula dikhususkan untuk kaum tertentu, akan tetapi diperuntukkan bagi semua manusia. Ia menyeru seluruh manusia, di mana saja ia berada, di penjuru bumi mana pun ia tinggal, dan kapan saja. Hukum-hukum Al-Quran ber­sifat kontinyu sampai hari kiamat. Al-Quran adalah sebuah Kitab samawi yang membenarkan dan menunjukkan dengan jelas bahwa telah terjadinya penyelewengan-penyelewengan pada agama-agama samawi sebelumnya. AI-Quran mengingatkan kita tentang apa yang sebenarnya terjadi dan memprediksi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Al-Quran menegaskan dasar-dasar praktis evolusi manusia yang sempurna, syarat-syarat dan karakteristik-karakteristik yang menjadi faktor evolusi tersebut. AI-Quran juga menunjukkan akibat dari penyelewengan seruannya yang di dalamnya tidak terjadi ikhtilaf sedikit pun, baik dalam struktur maupun penjelasan­nya (bayan), atau dalam hal hukum-hukum dan ilmu-ilmunya (ma'arif). Materi dan hukum Al-Quran bersifat abadi. Tidak ada satu materi pun yang diubah dan tidak ada satu ketentuan (hukum) pun yang diganti. Begitu juga, kita tidak pernah men­dengar berbagai muktamar diadakan untuk mengubah materi per­undang-undangan Al-Quran.
Ringkasnya, Al-Quran adalah sebuah Kitab yang disucikan dari berbagai ikhtilaf, kukuh dalam segala halnya, baik di tengah maupun di kedua sisinya; dalam hal balaghah maupun bayan, hukum, keadilan dan etikanya. Di dalamnya tidak ada kontradiksi dan kerancuan. Ia benar-benar merupakan firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali-kali bukanlah Al­Quran itu senda gurau. Semua yang termaktub di dalamnya berbeda dengan hal-hal yang dibuat oleh makhluk, dalam segala halnya, baik dalam hal struktur kata, balaghah, hukum-hukum maupun prinsip-prinsipnya; baik dalam hal surat-surat, ayat-ayat, huruf-huruf, struktur-struktur kalimat, kemuliaan dan ketinggian, maupun ungkapan dan kalimat-kalimatnya. Kalimat itu sendiri mencakup balaghah-nya.
Sedangkan struktur-kalimat (uslub) adalah khusus mengenai makna lain kemuliaan Al-Quran. Begitu juga halnya dengan fawatih (pembuka) dan khawatim (penutup), mabadi dan matsani, thawali dan maqathi; wasaith dan fawashil; kemudian ungkapan dalam struktur surat dan ayat, tafashil-al-tafaskil, dalam hal banyak dan sedikitnya, ungkapan muwasysyah dan murashsha'­nya, mufashshal dan musharra'-nya, muhalla dan mukallal-nya, muthawwaq dan mutawwaj-nya, yang mauzun dan yang tidak mauzun (kharij 'an al-wazn), keajegan struktur dan mutashabih­nya; cara keluar dari satu fashal ke fashal yang lain, dari washal ke washal yang lain, dari satu makna ke makna yang lain, makna ke dalam makna, pengumpulan di antara yang mu'talaj (sama) kepada yang mukhtalaf (berbeda), dari yang muttafaq kepada yang muttasak; banyaknya tashanuf, kebenaran suatu ungkapannya (salamat al-gaul) - semuanya termasuk ta'assuf,- dan cara keluarnya dari ta ammuq dan tasyadduq, dalam hal dimensi ta'ammul dan takallulafaz-nya, dan kosa katanya, penciptaan huruf dan adatnya, mengenai penciptaan kandungan makna dan katanya, basth dan gabdh-nya, bina dan naqdh-nya, keringkasan (ikhtishar) dan penjelasannya (syarh), tasybih (penyerupaan) dan penyifatannya (washf), pemisahan ibtida' dari atba'-nya, juga yang mathbu' dari yang mashnu' .... semuanya termasuk yang dilakukan oleh Al-Quran dengan cara yang sangat agung, dengan ketelitian yang tiada taranya. Alangkah indahnya ketika ia bersumber dari Tuhan, ketika ia sebagai persoalan syara' dan firman Allah, yang semuanya menjadi bukti bahwa Al-Quran bersumber dari keluhuran AI-Malakut dan kemuliaan AI-Jabarut.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lahirnya Ajaran Tasawuf




asawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat radhiallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Ajaran ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini. (Lihat Haqiqat Ash Shufiyyah hal. 14).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.” (Majmu’ Al Fatawa 11/5).
Kemudian Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwasanya ajaran ini pertama kali muncul di kota Bashrah, Iraq, yang dimulai dengan timbulnya sikap berlebih-lebihan dalam zuhud dan ibadah yang tidak terdapat di kota-kota (islam) lainnya. (Majmu’ Al Fatawa 11/6).
Berkata Imam Ibnu Al Jauzi: “Tasawuf adalah suatu aliran yang lahirnya diawali dengan sifat zuhud secara keseluruhan, kemudian orang-orang yang menisbatkan diri kepada aliran ini mulai mencari kelonggaran dengan mendengarkan nyanyian dan melakukan tari-tarian, sehingga orang-orang awam yang cenderung kepada akhirat tertarik kepada mereka karena mereka menampakkan sifat zuhud, dan orang-orang yang cinta dunia pun tertarik kepada mereka karena melihat gaya hidup yang suka bersenang-senang dan bermain pada diri mereka.” (Talbis Iblis hal 161).
Dan berkata DR. Shabir Tha’imah dalam kitabnya Ash Shufiyyah Mu’taqadan Wa Maslakan (hal. 17): “Dan jelas sekali besarnya pengaruh gaya hidup kependetaan Nasrani -yang mereka selalu memakai pakaian wol ketika mereka berada di dalam biara-biara- pada orang-orang yang memusatkan diri pada kegiatan ajaran tasawuf ini di seluruh penjuru dunia, padahal Islam telah membebaskan dunia ini dengan tauhid, yang mana gaya hidup ini dan lainnya memberikan suatu pengaruh yang sangat jelas pada tingkah laku para pendahulu ahli tasawuf.” (Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya “Haqiqat At Tashawuf” hal. 13).
Dan berkata Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dalam kitab beliau At Tashawuf, Al Mansya’ wa Al Mashdar hal. 28: “Ketika kita mengamati lebih dalam ajaran-ajaran tasawuf yang dulu maupun yang sekarang dan ucapan-ucapan mereka, yang dinukil dan diriwayatkan dalam kitab-kitab tasawuf yang dulu maupun sekarang, kita akan melihat suatu perbedaan yang sangat jelas antara ajaran tersebut dengan ajaran Al Quran dan As Sunnah.
Dan sama sekali tidak pernah kita dapati bibit dan cikal bakal ajaran tasawuf ini dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiallahu ‘anhum yang mulia, orang-orang yang terbaik dan pilihan dari hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla , bahkan justru sebaliknya kita dapati ajaran tasawuf ini diambil dan dipungut dari kependetaan model Nasrani, dari kebrahmanaan model agama Hindu, peribadatan model Yahudi dan kezuhudan model agama Budha.” (Dinukil oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya “Haqiqat At Tashawuf” hal. 14).
Dari keterangan yang kami nukilkan di atas, jelaslah bahwa tasawuf adalah ajaran yang menyusup ke dalam Islam, hal ini terlihat jelas pada amalan-amalan yang dilakukan oleh orang-orang ahli tasawuf, amalan-amalan asing dan jauh dari petunjuk islam. Dan yang kami maksudkan di sini adalah orang-orang ahli tasawuf zaman sekarang, yang banyak melakukan kesesatan dan kebohongan dalam agama, adapun ahli tasawuf yang terdahulu keadaan mereka masih lumayan, seperti Fudhail bin ‘Iyadh, Al Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain-lain. (Lihat kitab Haqiqat At Tashawwuf tulisan Syaikh Shalih Al Fauzan hal. 15).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS