RSS

Tata cara membayar zakat fitrah

Tata cara membayar zakat fitrah anda lagi bingung nyari nyari mengenai cara mengeluarkan zakat fitra, memang kita ummat islam dikala bulan suci ramadhan merupakan hal yang wajib hukumnya berzakat fitrah sekali setahun maka dari itu pada kesempatan kali ini hasbihtc akan share mengenai Tata Cara Membayar Zakat Fitrah namum sebelumnya alangkah baiknya
Jika Kita perlu mengetahui apa itu zakat fitrah yang dimaksud dengan Zakat Fitrah adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap ummat islam secara perseorangan yang lahir didunia baik itu orang dewasa, tua maupun bayi yang baru berumur sehari pun wajib membayar zakat, sedangkan arti Zakat Fitra menurut bahasa adalah Zakat adalah kewajiban sedangkan Fitra itu suci
Maka jika digabungkan dalam sebuah kalimat zakat diri yang merupakan kewajiban bagi setiap manusia hinggah memperleh fitrah dari Allah SWT, yuk kita lanjut kepada tata cara membayar zakat
Tata Cara Tata Cara Membayar Zakat Fitrah
Membayar Zakat Fitrah
Tata Cara Membayar Zakat Fitrah
Tata Cara Membayar Zakat Fitrah :
Bentuk Zakat Fitrah itu sendiri dapat berupa makanan pokok seperti beras, gandum, keju dan makanan pokok lain atau berupa Uang sebesar bahan Pokok tersebut. Berapa Besar Zakat Fitrah ?? Zakat Fitrah yang wajib dibayar oleh 1 orang adalah 2,5kg makanan pokok.
Saat yang Tepat untuk Membayar Zakat Fitrah
Waktu yang sangat tepat adalah mulai dari terbit fajar pada hari idul fitri hingga dekat waktu pelaksanaan sholat ied.
Waktu yang diperbolehkan berzakat yaitu satu atau dua hari sebelum ied.
Niat dan Doa Mengeluarkan Zakat Fitrah secara pribadi
Nawaitu an ukhrija zakatal fitrati ‘an nafsi fardan ‘alayya lillahi ta’ala artinya :
Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, wajib atasku karena Allah ta’ala.
Doa Membayar Zakat Fitrah Bagi Keluarga :
Nawaitu an ukhrija zakatal fithrati ‘an nafsi wa ahli……fardan ‘alayya lillahi ta’ala artinya :
Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah, bagi diriku dan keluargaku (sebutkan namanya satu persatu; istri, anak-anak dan yang menjadi tanggungan) wajib atasku karena Allah Ta’ala.
Sedangkan Doa Membayar Zakat Fitrah Untuk Orang lain :
Nawaitu an ukhrija zakatal fitrati li…fardhon lillahi ta’ala
Aku berniat mengeluarkan zakat fitrah bagi si bla bla ( … Namanya) karena Allah ta’ala.
Bacaan Doa Menerima Zakat Fitrah :
Ajarakallahu fiimaa a’thaita wa baaraka fiimaa abqaitawa ja’ala laka tohuuraa
Semoga Allah Membalas apa yang engkau beri dan memberkahi harta yang engkau sisakan dan menjadikannya harta yang bersih untukmu.
Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Qs. At-Taubah:60
Dari Ayat di atas menjelakan mengenai 8 golongan yang berhak menerima zakat
1.   Fakir, yaitu orang – orang yang tidak memiliki properti untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap.
2.   Miskin, yaitu mereka yang memiliki kekayaan tetapi tidak dapat menyediakan untuk kehidupan keluarganya dan pendapatan memiliki pekerjaan tetap tetapi tidak cukup.
3.   Amil, yaitu mereka yang bertanggung jawab atas sedekah menerima, mengelola dan mendistribusikan zakat kepada yang berhak menerima.
4.   Muallaf, yaitu mereka yang baru untuk agama Islam, imannya masih lemah, sehingga masih membutuhkan bimbingan.
5.   Budak, budak yang berjanji untuk dibebaskan.
6.   Garim, yaitu mereka yang memiliki utang banyakk untuk kepentingan dan kemajuan Agama Islam, bukan untuk kejahatan.
7.   Fisabilillah, yaitu mereka yang berperang di jalan Allah.
8.   Ibnu Sabil, orang yang sedang dalam perjalanan bermaksud baik dan kesulitan perjalanan.
Demikianlah Ulasan saya mengenai Tata Cara Membayar Zakat Fitrah terimah kasih telah membaca Artikel Religus di blog sederhana hasbihtc semoga dapat bermanfaat, Ahir kata Wassalam refensi dari berbagai sumber

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kapankah Melakukan Zakat Fitrah ?

Redaksi Yth,
Saya ingin menanyakan kapankah dimulainya kita boleh membayarkan zakat fitrah dan kapankah paling lambatnya?
Terima kasih atas jawabanya. 
Jawab:

Hal lain yang penting diketahui, yang berhubungan dengan zakat fitrah.

Zakat fitrah, menurut jumhur (mayoritas) ulama selain Hanafiyah, wajibnya adalah karena menyaksikan terbenamnya matahari hari terakhir Ramadhan. Sedangkan menurut Hanafiyah zakat fitrah ini wajib dikeluarkan karena menyaksikan terbitnya fajar tanggal 1 Syawal. Perbedaan kedua pendapat tersebut berasal dari perbedaan perspektif "apakah zakat fitrah itu berkaitan dengan hari Idul fitri ataukah dengan habisnya bulan Ramadhan."

Kajian ini menjadi penting ketika terjadi kasus kelahiran anak atau kematian seseorang pada malam hari Raya (antara tenggelamnya matahari hari terakhir Ramadhan dan terbitnya fajar tanggal 1 Syawal). Menurut jumhur ulama, orang yang meninggal dunia pada malam hari raya harus dibayarkan zakat fitrahnya, karena saat terbenam matahari dia masih hidup, dan tidak wajib zakat bila ia meninggal sebelum tenggelam matahari. Sementara menurut Hanafiyah, orang yang meninggal pada malam hari raya tidak wajib zakat, karena ia tidak menyaksikan terbitnya fajar 1 Syawal.

Begitu juga, menurut jumhur, jika ada bayi lahir sebelum tenggelamnya matahari wajib dikeluarkan zakatnya, dan tidak wajib bila ia lahir pada malam hari. Sedangkan menurut Hanafiyah, kalau ia lahir pada malam hari wajib, dan tidak wajib jika lahir setelah terbit fajar.

Adapun soal kapan mulai dan akhir pembayaran, para ulama juga berbeda pendapat. 
1- Hanafiyah
Tidak ada batas awal dan batas akhir. Boleh dibayarkan sebelum hari raya (1 Syawal), bahkan sebelum masuk Ramadhan. Juga tetap harus membayar zakat fitrah ini meski terlambat sampai lewat tanggal 1 Syawal.

2- Malikiyah
Sejak 2 hari sebelum hari raya sampai --paling lambat-- terbenamnya matahari tanggal 1 Syawal. Namun, jika sampai lewat batas akhir belum mengeluarkan zakatnya, ia tetap berkewajiban membayarnya. Dengan catatan, jika ia mampu (karena telah memenuhi syarat wajib) tapi mengakhirkannya sampai lewat hari raya, maka ia berdosa.

3- Syafi'iyah
Sejak hari pertama Ramadhan sampai tenggelamnya matahari 1 Syawal. Namun utamanya adalah sebelum salat 'id. Lebih dari itu, jika memang ia mampu dan tidak ada 'udzur maka ia berdosa dan tetap harus membayar. Namun jika ada udzur seperti kehilangan hartanya, maka tidak apa-apa, tapi ia tetap harus membayarkannya.

4- Madzhab Hanbali;
Awal pembayaran zakat fitrah sama dengan madzhab maliki, yaitu dua hari sebelum hari ied. Sedangkan waktu terakhirnya sama dengan pendapat Syafi`i, yaitu hingga terbenamnya matahari 1 syawal.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Zakat Fitrah Permasalahan dan Solusi

Permasalahan Zakat Fitrah
Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh,
Ustadz, semoga Allah senantiasa merahmati antum, saya ada sebuah permasalahan (
zakat fitrah -red) yang akan saya tanyakan dan sebelumnya saya ingin memberikan gambaran yang insya Allah detail:
Kami tinggal di jepang (insya Allah untuk sementara beberapa tahun ini saja, dalam rangka program beasiswa), selama disini kami senantiasa menjumpai musykilat dalam hal zakat fitrah. di jepang, bisa dikatakan jarang ditemui muslim apalagi yang berhak menerima zakat, sedemikian sehingga lembaga-lembaga resmi seperti Islamic Center atau institut bahasa arab saudi arabi cabang tokyo, ataupun organisasi-organisasi masyarakat islam di sini menerima zakat dalam bentuk uang dengan penjelasan bahwa akan dibelikan beras di indonesia. Akan tetapi, yang menjadi persoalan saya, bahwa zakat yang dibayarkan tersebut ditarik sampai batas akhirnya adalah sesaat sebelum shalat id, dan diumumkan pada hari ied di balai tempat shalat itu supaya segera membayar sekian ribu (seharga beras). Padahal kita mengetahui para ulama’ menjelaskan bahwa zakat fitrah tidak mencukupi apabila dibayar dengan uang dan tidak boleh dibayar dengan uang. Seandainya organisasi-organisasi atau lembaga itu memang membelikan beras di indonesia, tentunya akan terlambat kalo pembeliannya setelah shalat id? bagaimana seperti ini?
Kemudian karena masalah ini, saya sendiri bertekad untuk tidak membayar dengan uang maka saya meminta dibayarkan keluarga di indonesia, tapi dalam hal ini masih dijumpai musykilah lagi. Beras yang kami makan dalam keseharian adalah beras yang disini, dan berbeda baik harga maupun kualitas dengan beras di indonesia, maka apakah kami mencukupi membayar dengan 2.5 atau 3 kilo gram beras di indonesia, ataukah kami harus membayar senilai beras yang kami makan ini, yang mungkin bisa jadi 10 kilo atau lebih kalo dibelikan beras di indonesia.
Menghadapi masalah ini pun kami berbeda-beda, sebagian diantara kami membayar zakat fitrah dengan jumlah yang besar DENGAN NIATAN untuk menyetarakan harga beras yang dia makan disini, (mengingat kurs jepang lebih tinggi dari pada indonesia demikian juga harga beras perkilo nya).
Suatu saat ana bertanya kepada seorang ustadz, yang akhirnya memberikan jawaban yang membuat saya tenang dengannya. Dari jawaban ustadz itu saya bisa ana pahami bahwa:
1.      Zakat fitrah pada asalnya memang tidak boleh dibayar kecuali di tempat dia tinggal.
2.      Zakat fitrah dibayar dengan makanan, bukan dengan nilai uangnya.
3.      Zakat fitrah boleh saja dibayar lebih dengan niatan shadaqah dan yang penting adalah mencukupi minimalnya (tidak masalah dengan maksimalnya). Dan ustadz tersebut setelah saya berikan gambaran tentang musykilah di atas, mengatakan yang intinya bahwa tidak mengapa saya membayar zakat fitrah dengan biasa jumlah beras di indonesia yaitu tetap 2,5 atau 3 kilo beras indonesia, yang penting adalah jenisnya sama yaitu sama-sama beras (dan ustadz tersebut tidak mempermasalahkan beda kualitas dan harga berasnya, cuma beliau menjelaskan kalo memang memungkinkan ya sebaiknya yang sama kualitas tapi kalo tidak bisa ya tidak mengapa insyaAllah).
Lalu ana sendiri dari penjelasan ustadz tersebut mengambil kesimpulan – waAllahu a’lamu bis shawab:
1.      Berarti saya boleh tetap membayar 2.5 kilo (zakat fitrah -red) saja walaupun beras indonesia.
2.      Siapa yang mau menambah dengan niatan shadaqah tidak mengapa.
3.      Tapi siapa yang menambah dengan niatan untuk menyetarakan harga ini, berarti dia telah mengekurskan dulu dengan nilai uang, padahal zakat fitrah tidak boleh dibayar dengan nilai uang? bagaimanakah menurut ustadz apakah sikap saya ini benar? saya sendiri berkomitmen ini yang saya pegang sampai suatu saat ada hujjah yang lebih benar saya akan merujuknya.
Terakhir dari semua uraian musykilah di atas, mana sebaiknya yang kami lakukan dengan pertimbangan berikut ini:
1.      Batas akhir zakat fitrah adalah sampai sebelum shalat ied.
2.      Larangan membayar zakat fitrah pakai uang.
3.      Larangan memindah bayar zakat fitrah dari suatu negeri ke negeri lain.
Tapi karena ada alasan atau keadaan darurat seperti kami ini:
1.      Mengikuti lembaga-lembaga resmi, dengan alasan supaya bisa bersama-sama kaum muslimin, menampakkan keseragaman dan menghindari berpecah-pecah, tapi konsekuensinya bayar pake uang.
2.      Membayar dengan jumlah banyak misal 10 kilo beras di indonesia, yakni dibayarkan oleh keluarga di indonesia, dengan anggapan harus membayar setara kualitas & harga beras yang kita makan sehari-hari.
3.      Tetap membayar/dibayarkan dengan jumlah wajar 2.5 kilo beras di indonesia, manakah sikap yang semestinya kami ambil?
Kami mohon penjelasan dari ustadz, mengingat pentingnya masalah ini dan atas jawabannya jazakumullahu khoiron. Sampai karena ustadz-ustadz yang ditanyai akan mungkin memberikan jawaban berbeda-beda maka ingin sekali rasanya masalah seperti ini ditanyakan langsung kepada para masyayikh.Wassalaamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.
Sekian pertanyaannya, sebelumnya saya ucapkan jazakumullah khoiron.
Akhukum Abu Iisa Al-Ghurahy
Jawaban Permasalahan Zakat Fitrah
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulilah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya hingga hari qiyamat, amiin.
Langsung saja, masalah zakat fitrah, para ulama’ sejak dahulu kala telah berselisih pendapat apakah zakat fitrah boleh dibayarkan dengan uang atau harus dengan makanan (makanan pokok)?
Jumhur (kebanyakan) ulama’ menyatakan bahwa zakat fitrah harus dibayar dengan makanan pokok, sebesar satu sha’ (kira-kira 3 Kg). Mereka berdalil dengan banyak dalil, diantaranya:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: كنا نخرج في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الفطر صاعا من طعام. وقال أبو سعيد: وكان طعامنا الشعير والزبيب والأقط والتمر. رواه البخاري
“Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Dahulu kami mengeluarkan/menunaikan pada hari raya idul fitri satu sha’ bahan makanan’, kemudian ia menjelaskan dengan berkata: Dan makanan kami kala itu ialah Gandum, zabib (kismis), susu kering, dan korma.” (HR. Bukhori)
Dan juga hadits berikut:
عن بن عباس قال : فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة ومن أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات. رواه أبو داود وابن ماجة وغيرهما.
“Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah guna membersihkan orang-orang yang berpuasa dari noda perbuatan sia-sia dan rafats (keji), dan guna memberi makan kepada orang-orang miskin. Baranng siapa yang menunaikannya sebelum shalat ied, maka yang ia keluarkan dianggap sebagai zakat yang diterima (sah), dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat ied, maka yang ia keluarkan dianggap sebagai shadaqah biasa.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dll)
Dan sebagian ulama’ dan ini merupakan mazhab Hanafiyah, membolehkan untuk membayar zakat fitrah dengan uang seharga nishabnya (seharga beras 3 Kg). Mereka berdalil dengan berbagai dalil, diantaranya mereka beralasan: Diantara tujuan diwajibkannya zakat fitrah ialah guna mencukupi kebutuhan orang-orang miskin, padahal mereka bukan hanya butuh kepada makanan saja, tapi juga butuh kepada lain-lainnya apalagi di daerah-daerah yang tingkat kemiskinannya tidak terlalu parah, sehingga untuk kebutuhan makanan, mereka dapat memenuhinya dengan sendiri. Sehingga kurang berarti bila kita memberi mereka bahan makanan, beda halnya bila kita memberi mereka uang seharga beras (bahan makanan) tersebut.
Dan mereka juga berdalil bahwa Umar bin Abdul Aziz rahimahullah tatkala ia menjabat sebagai khalifah di zamannya, ia membolehkan untuk membayar zakat fitrah dengan uang.
Dari sedikit pemaparan di atas, maka jelaslah bahwa:
1.      Pendapat pertama lebih kuat, karena dalil-dalil yang mereka ajukan lebih kuat dan lebih jelas.
2.      Pendapat pertama selain lebih kuat, juga lebih selamat, karena selaras dengan apa yang dijalankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya.
3.      Dan dari hadits kedua di atas kita mendapatkan keterangan yang jelas, bahwa zakat fitrah harus ditunaikan sebelum kita shalat ied, dan tidak sah bila ditunaikan setelah kita shalat ied. Dengan demikian apa yang dilakukan di tempat Anda, yaitu panitia pengumpul zakat masih menerima pembayaran zakat dalam bentuk uang hingga akhir waktu, adalah kecerobohan dan kesalahan, sebab zakat fitrah harus sudah diterima oleh orang-orang miskin dalam bentuk makanan pokok (sebagaimanan telah dijelaskan di atas) sebelum kita menunaikan shalat ied. Dan apa yang Anda lakukan yaitu dengan mewakilkan keluarga Anda yang berada di indonesia guna membayarankan zakat fitrah di Indonesia adalah sikap kehati-hatian yang terpuji, dan semoga zakat Anda di Indonesia telah sampai ke orang-orang miskin, sebelum Anda menunaikan shalat ied di Jepang.
Semoga apa yang saya sampaikan jelas adanya, wallahu a’lam bisshowab.
***
Penanya: Abu Iisa Al-Ghurahy
Dijawab Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri
Sumber: muslim.or.id disebarluaskan kembali oleh KonsultasiSyariah.com
Topik: Zakat Fitrah


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cara Menghitung Zakat Mal

Cara Menghitung
Zakat Mal

(Oleh: Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri, MA) 
 
Segala puji hanya milik Allâh Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan sahabatnya.
Harta benda beserta seluruh kenikmatan dunia diciptakan untuk kepentingan manusia, agar mereka bersyukur kepada Allâh Ta’ala dan rajin beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu tatkala Nabi Ibrahim 'alaihissalam, meninggalkan putranya, Nabi Ismail 'alaihissalam di sekitar bangunan Ka’bah, beliau berdoa:
Qs. Ibrâhîm/14:37
Ya Rabb kami, 
sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku 
di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati. 
Ya Rabb kami, 
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, 
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka 
dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. 
(Qs. Ibrâhîm/14:37)
Inilah hikmah diturunkannya rizki kepada umat manusia, sehingga bila mereka tidak bersyukur, maka seluruh harta tersebut akan berubah menjadi petaka dan siksa baginya.
Qs. at-Taubah/9:34-35
…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak 
dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh, 
maka beritahukanlah kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. 
Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam,
lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya,
(lalu dikatakan) kepada mereka: 
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, 
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
(Qs. at-Taubah/9:34-35)

Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
“Dinyatakan bahwa setiap orang yang mencintai sesuatu dan lebih mendahulukannya dibanding ketaatan kepada Allâh, niscaya ia akan disiksa dengannya. Dan dikarenakan orang-orang yang disebut pada ayat ini lebih suka untuk menimbun harta kekayaannya daripada mentaati keridhaan Allâh, maka mereka akan disiksa dengan harta kekayaannya. Sebagaimana halnya Abu Lahab, dengan dibantu oleh istrinya, ia tak henti-hentinya memusuhi Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, maka kelak pada hari kiamat, istrinya akan berbalik ikut serta menyiksa dirinya. Di leher istri Abu Lahab akan terikatkan tali dari sabut, dengannya ia mengumpulkan kayu-kayu bakar di neraka, lalu ia menimpakannya kepada Abu Lahab. Dengan cara ini, siksa Abu Lahab semakin terasa pedih, karena dilakukan oleh orang yang semasa hidupnya di dunia paling ia cintai. Demikianlah halnya para penimbun harta kekayaan. Harta kekayaan yang sangat ia cintai, kelak pada hari kiamat menjadi hal yang paling menyedihkannya. Di neraka Jahannam, harta kekayaannya itu akan dipanaskan, lalu digunakan untuk membakar dahi, perut, dan punggung mereka”.[1]
Ibnu Hajar al-Asqalâni rahimahullâh berkata:
“Dan hikmah dikembalikannya seluruh harta yang pernah ia miliki, padahal hak Allâh (zakat) yang wajib dikeluarkan hanyalah sebagiannya saja, ialah karena zakat yang harus dikeluarkan menyatu dengan seluruh harta dan tidak dapat dibedakan. Dan karena harta yang tidak dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tidak suci”.[2]
Singkat kata, zakat adalah persyaratan dari Allâh Ta’ala kepada orang-orang yang menerima karunia berupa harta kekayaan agar harta kekayaan tersebut menjadi halal baginya.

NISHAB ZAKAT EMAS DAN PERAK
Emas dan perak adalah harta kekayaan utama umat manusia. Dengannya, harta benda lainnya dinilai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya akan membahas nishab keduanya dan harta yang semakna dengannya, yaitu uang kertas.
hadist
Dari Sahabat ‘Ali radhiyallâhu'anhu,
ia meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam,
Beliau bersabda:
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham
dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham.
Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikitpun –maksudnya zakat emas–
hingga engkau memiliki dua puluh dinar.
Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar
dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar.
Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”. 
(Riwayat Abu Dawud, al-Baihaqi, dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni)
hadist
Dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallâhu'anhu, ia menuturkan:
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima Uqiyah “.
(Muttafaqun ‘alaih)
Dalam hadits riwayat Abu Bakar radhiyallâhu'anhu dinyatakan:
hadist
Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperdua puluh (2,5 %).
(Riwayat al-Bukhâri)

Orang yang hendak membayar zakat emas atau perak yang ia miliki, dibolehkan untuk memilih satu dari dua cara berikut.
Cara pertama, membeli emas atau perak sebesar zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada yang berhak menerimanya.
Cara kedua, ia membayarnya dengan uang kertas yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu.
Sebagai contoh, bila seseorang memiliki emas seberat 100 gram dan telah berlalu satu haul, maka ia boleh mengeluarkan zakatnya dalam bentuk perhiasan emas seberat 2,5 gram. Sebagaimana ia juga dibenarkan untuk mengeluarkan uang seharga emas 2,5 gram tersebut. Bila harga emas di pasaran Rp. 200.000, maka, ia berkewajiban untuk membayarkan uang sejumlah Rp. 500.000,- kepada yang berhak menerima zakat.
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin rahimahullâh berkata:
“Aku berpendapat, bahwa tidak mengapa bagi seseorang membayarkan zakat emas dan perak dalam bentuk uang seharga zakatnya. Ia tidak harus mengeluarkannya dalam bentuk emas. Yang demikian itu, lebih bermanfaat bagi para penerima zakat. Biasanya, orang fakir, bila engkau beri pilihan antara menerima dalam bentuk kalung emas atau menerimanya dalam bentuk uang, mereka lebih memilih uang, karena itu lebih berguna baginya.”[6]

Catatan Penting Pertama.
Perlu diingat, bahwa harga emas dan perak di pasaran setiap saat mengalami perubahan, sehingga bisa saja ketika membeli, tiap 1 gram seharga Rp 100.000,- dan ketika berlalu satu tahun, harga emas telah berubah menjadi Rp. 200.000,- Atau sebaliknya, pada saat beli, 1 gram emas harganya sebesar Rp. 200.000,- sedangkan ketika jatuh tempo bayar zakat, harganya turun menjadi Rp. 100.000,-
Pada kejadian semacam ini, yang menjadi pedoman dalam pembayaran zakat adalah harga pada saat membayar zakat, bukan harga pada saat membeli.[7]

NISHAB ZAKAT UANG KERTAS

Pada zaman dahulu, umat manusia menggunakan berbagai cara untuk bertransaksi dan bertukar barang, agar dapat memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya, kebanyakan menggunakan cara barter, yaitu tukar-menukar barang. Akan tetapi, tatkala manusia menyadari bahwa cara ini kurang praktis - terlebih bila membutuhkan dalam jumlah besar maka manusia berupaya mencari alternatif lain. Hingga akhirnya, manusia mendapatkan bahwa emas dan perak sebagai barang berharga yang dapat dijadikan sebagai alat transaksi antar manusia, dan sebagai alat untuk mengukur nilai suatu barang.
Dalam perjalanannya, manusia kembali merasakan adanya berbagai kendala dengan uang emas dan perak, sehingga kembali berpikir untuk mencari barang lain yang dapat menggantikan peranan uang emas dan perak itu. Hingga pada akhirnya ditemukanlah uang kertas. Dari sini, mulailah uang kertas tersebut digunakan sebagai alat transaksi dan pengukur nilai barang, menggantikan uang dinar dan dirham.
Berdasarkan hal ini, maka para ulama menyatakan bahwa uang kertas yang diberlakukan oleh suatu negara memiliki peranan dan hukum, seperti halnya yang dimiliki uang dinar dan dirham. Dengan demikian, berlakulah padanya hukum-hukum riba dan zakat.[8]
Bila demikian halnya, maka bila seseorang memiliki uang kertas yang mencapai harga nishab emas atau perak, ia wajib mengeluarkan zakatnya, yaitu 2,5% dari total uang yang ia miliki. Dan untuk lebih jelasnya, maka saya akan mencoba mejelaskan hal ini dengan contoh berikut.
Misalnya satu gram emas 24 karat di pasaran dijual seharga Rp.200.000,- sedangkan 1 gram perak murni dijual seharga Rp. 25.000,- Dengan demikian, nishab zakat emas adalah 91 3/7 x Rp. 200.000 = Rp. 18.285.715,- sedangkan nishab perak adalah 595 x Rp 25.000 = Rp. 14.875.000,-.
Apabila pak Ahmad (misalnya), pada tanggal 1 Jumadits-Tsani 1428 H memiliki uang sebesar Rp. 50.000.000,- lalu uang tersebut ia tabung dan selama satu tahun (sekarang tahun 1429H) uang tersebut tidak pernah berkurang dari batas minimal nishab di atas, maka pada saat ini pak Ahmad telah berkewajiban membayar zakat malnya. Total zakat mal yang harus ia bayarkan ialah:
Rp. 50.000.000 x 2,5 % = Rp 1.250.000,- 
(atau Rp. 50.000.000 dibagi 40)
Pada kasus pak Ahmad di atas, batasan nishab emas ataupun perak, sama sekali tidak diperhatikan, karena uang beliau jelas-jelas melebihi nishab keduanya. Akan tetapi, bila uang pak Ahmad berjumlah Rp. 16.000.000,- maka pada saat inilah kita mempertimbangkan batas nishab emas dan perak. Pada kasus kedua ini, uang pak Ahmad telah mencapai nishab perak, yaitu Rp. 14.875.000,- akan tetapi belum mancapai nishab emas yaitu Rp 18.285.715.
Pada kasus semacam ini, para ulama menyatakan bahwa pak Ahmad wajib menggunakan nishab perak, dan tidak boleh menggunakan nishab emas. Dengan demikian, pak Ahmad berkewajiban membayar zakat mal sebesar :
Rp. 16.000.000 x 2,5 % = Rp. 400.000,- 
(atau Rp. 16.000.000,- dibagi 40)
Komisi Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia dibawah kepemimpinan Syaikh ‘Abdul-’Aziz bin Bâz rahimahullâh pada keputusannya no. 1881 menyatakan:
“Bila uang kertas yang dimiliki seseorang telah mencapai batas nishab salah satu dari keduanya (emas atau perak), dan belum mencapai batas nishab yang lainnya, maka penghitungan zakatnya wajib didasarkan kepada nishab yang telah dicapai tersebut”.[9]

Catatan Penting Kedua.
Dari pemaparan singkat tentang nishab zakat uang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nishab dan berbagai ketentuan tentang zakat uang adalah mengikuti nishab dan ketentuan salah satu dari emas atau perak. Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa nishab emas atau nishab perak dapat disempurnakan dengan uang atau sebaliknya.[10]
Berdasarkan pemaparan di atas, bila seseorang memiliki emas seberat 50 gram seharga Rp. 10.000.000, (dengan asumsi harga 1 gram emas adalah Rp. 200.000,-) dan ia juga memiliki uang tunai sebesar Rp. 13.000.000, maka ia berkewajiban membayar zakat 2,5 %. Dalam hal ini walaupun masing-masing dari emas dan uang tunai yang ia miliki belum mencapai nishab, akan tetapi ketika keduanya digabungkan, jumlahnya (Rp. 23.000.000,-) mencapai nishab.
Dengan demikian orang tersebut berkewajiban membayar zakat sebesar Rp. 575.000,- berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
(Rp 10.000.000,- + Rp. 13.000.000,-) x 2,5 % = Rp. 575.000,- 
(atau Rp. 23.000.000,- dibagi 40)

ZAKAT PROFESI
Pada zaman sekarang ini, sebagian orang mengadakan zakat baru yang disebut dengan zakat profesi, yaitu bila seorang pegawai negeri atau perusahaan yang memiliki gaji besar, maka ia diwajibkan untuk mengeluarkan 2,5 % dari gaji atau penghasilannya. Orang-orang yang menyerukan zakat jenis ini beralasan, bila seorang petani yang dengan susah payah bercocok tanam harus mengeluarkan zakat, maka seorang pegawai yang kerjanya lebih ringan dan hasilnya lebih besar dari hasil panen petani, tentunya lebih layak untuk dikenai kewajiban zakat. Berdasarkan qiyas ini, para penyeru zakat profesi mewajibkan seorang pegawai untuk mengeluarkan 2,5 % dari gajinya dengan sebutan zakat profesi.
 [4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS