Alih-alih
membagikan kabar suka-cita Injil, Pendeta Rudy Muhamamd Nurdin mengemas
penginjilan dengan cara-cara yang tidak terpuji. Semangat misionarisnya
meledak-ledak untuk “menjala” kaum muslimin agar mau “terima Yesus” menjadi
penganut Kristiani. Tetapi, ilmu dan wawasannya yang sangat dangkal tak sanggup
mengimbangi semangatnya. Akibatnya, gerakannya zigzag, kacau dan tak terarah.
Dengan slogan Injili “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” Pendeta RM Nurdin menyebarkan doktrin kekristenan melalui belasan buku berkedok Islam. Salah satu buku yang judul dan sampulnya sangat islami, adalah “Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an.” Pada cover depan, judul buku ini ditulis pula dalam bahasa Arab “Al-Ayatul-Muhimmah Fil-Qur’an,” sementara pada cover belakang diberi label “Untuk Kalangan Sendiri,” supaya terkesan bahwa buku itu adalah bacaan internal umat Kristiani.
Ternyata label “Untuk Kalangan Sendiri” ini justru dilanggar sendiri oleh Pendeta Nurdin. Terbukti, pada halaman 10 ditulisnya bahwa bukunya disampaikan kepada semua pembaca yang beriman –termasuk umat Islam:
“...Buku ini untuk kusampaikan kepada kaka-kakakku, familiku dan semua saudara-saudaraku dan semua pembaca yang beriman” (baris ke-6 dari bawah).
Statemen ini dipertegas pada halaman 45, menuangkan harapan agar buku ini dibaca oleh semua umat Islam: “Semoga semua umat Islam membaca buku-bukuku dan selamat Akhirat Surga...” (baris ke-4 dari bawah).
Sikap plin-plan pendeta ini semakin diungkap sendiri oleh media Kristen. Dalam wawancara di tabloid Kristen, Pendeta Nurdin mengaku terus-terang bahwa sebenarnya buku tersebut memang untuk menohok iman umat Islam:
“Jadi, bukunya bukan untuk kalangan sendiri? Betul sekali. Tetapi, saya tulis ‘Untuk Kalangan Sendiri’ untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati…. Kemudian saya tulis buku Keselamatan di dalam Islam supaya mereka dapat mengetahui Injil melalui buku-buku saya. Sebagian isinya tulisan Arab. Tentu saja saya harus memahami tentang Islam terlebih dahulu. Saya juga punya Alkitab berbahasa Arab…” (baca wawancara: Supaya Mereka Dapat Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya).
Muhamad Nurdin memang pendeta supermunafik. Meski telah melakukan tipuan yang berarti kebohongan, tapi dia tidak merasa berdosa sedikit pun. Malah dia mengeluarkan himbauan kepada umat Kristen agar turut serta membantunya dalam pengedaran buku-buku yang ditulisnya kepada kaum muslimin. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, Pendeta yang tinggal di kawasan Slipi, Jakarta Barat ini menjustifikasi tipuan dan kemunafikannya dengan ayat-ayat Alkitab. Nurdin berkilah bahwa penginjilannya itu sesuai dengan ajaran Alkitab:
“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat” (I Korintus 9: 20).
Ayat Bibel ini disimpulkan oleh Pendeta Nurdin bahwa untuk menghadapi orang Yahudi, harus pura-pura seperti Yahudi. Menghadapi kaum Muslim, harus berpura-pura seperti orang Islam. Maka untuk menjala umat Islam harus memakai Al-Qur’an.
Ulah misi Pendeta Nurdin ini jelas berbahaya bagi kerukunan umat beragama, karena bisa mengoyak keharmonisan hubungan Kristen dan Islam.
Awam Ilmu tapi Sok Tahu
Buku-buku Pendeta Nurdin dihiasi dengan judul dalam bahasa Arab. Umat Kristiani dan orang awam yang tidak mengerti bahasa Arab, akan menganggap bahwa Nurdin adalah pendeta pakar Al-Qur’an yang hebat. Padahal judul bahasa Arab dalam buku-buku itu salah semua.
Judul buku “Rahasia Allah Yang Paling Besar” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Assirrullahi Al-Akbar.” Judul ini salah besar karena menyalahi kaidah bahasa. Judul yang tepat adalah “Sirrullahi Al-Akbar.”
Judul buku “Kebenaran Yang Benar” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Ash-Shodiq Al-Mashduuq” adalah salah besar karena menyalahi judul bahasa Indonesia. “Ash-Shodiqul Mashduuq” artinya orang benar/jujur yang dibenarkan. Seharusnya judul “Kebenaran Yang Benar” diterjemahkan menjadi “Al-Haqiqoh Ash-Shodiq.”
Judul buku “Keselamatan Untuk Akhir Hayat” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Salaamatul Aakhirotul Khoyat” adalah salah besar karena dalam bahasa Arab kalimat ini tidak dimengerti sama sekali. Seharusnya judul Arab yang benar adalah “Salaamatun li-Aakhirotil Hayat”
Buku yang judul Arabnya ditulis “Isa Alaihissalam fil-Qur’an” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Isa Alaihi Salam Dalam Al Quraan yang Benar.” Judul ini salah karena terlalu panjang, tidak sesuai dengan judul Arab. Judul yang benar adalah “Isa Alaihissalam dalam Al-Quran.”
Keawaman ilmu ini sangat berbahaya jika dipaksakan oleh Pendeta Nurdin untuk menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, lalu dituangkan dalam buku-buku kemudian dijual digereja sebagai alat penginjilan, dan dijadikan sebagai referensi oleh para mahasiswa yang diajarnya.
Kebohongan Pendeta Di Siang Bolong
Dalam kacamata Kristiani, teologi yang diajarkan Pak Pendeta Nurdin pun sangat memalukan sekaligus memilukan. Bila dibaca dengan teliti, hampir pada setiap lembar buku yang ditulisnya selalu ada kesalahan, baik kesalahan teologi maupun kaidah ilmiah penulisan.
Misalnya, pada halaman 77 buku “Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an,” disebutkan bahwa pencetus Pantekosta sama dengan pencetus Kharismatik, yaitu Nabi Muhammad. Maka Pendeta Nurdin mengaku sebagai penganut agama Islam Kharismatik Pantekosta. Inilah teologi ngawur dari Grogol.
Mungkin Pendeta Nurdin tidak pernah belajar Sejarah Gereja, sehingga tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu?) bahwa gereja yang bermula dari Gerakan Pentakosta ini dirintis oleh Charles H Parham sejak tanggal 1 Januari 1901 di Sekolah Alkitab Bethel, Topeka, Kansas (SA). Gerakan Pentakosta ini mulai mekar pesat sejak 1906 dari pertemuan doa Azusa Street Mission, suatu kegiatan evangelisasi di kota Los Angeles yang dilakukan oleh Pendeta Negro William J Seymour. Sejak itu, Azusa Street menjadi pusat gerakan Pantekosta seluruh dunia.
Pada akhir tahun 1960-an terjadi lagi perkembangan di mana Gerakan Pantekosta tidak dikhususkan hanya untuk kaum Protestan, tapi juga terbuka untuk kaum Katolik, bahkan Katolik Roma sekalipun. Gerakan ini kemudian masyhur dengan nama Pentakosta Baru (Neopentacostalism) alias Gerakan Kharismatik.
Beberapa keyakinan gerakan ini antara lain: (1) Karunia berbahasa lidah (glosolalia) harus dialami oleh setiap orang yang dibaptiskan dalam roh (diurapi oleh Roh Kudus); (2) Di kalangan penganut ‘Toronto Blessing’ dipercayai gejala yang mirip itu menunjukkan bahwa “Roh Allah Melawat” dan ini biasa diiringi tanda-tanda lain seperti kesurupan, misalnya: “tertawa dalam roh” (holy laughter), “mabuk dalam roh” (drunken by the spirit), “bertumbangan” (slain by the spirit), dan bahkan dipercayai ada yang kemudian dapat “mengaum seperti singa” dan keanehan lainnya.
Dalam perkembangannya, setelah ibadat Toronto Blessingnya merosot, John Arnott mengajarkan ajaran baru ‘Mujizat Gigi Emas’ hanya berlandaskan penafsiran harfiah di luar konteks satu ayat Maz.81:11. Menurut Herlianto, konteks ayat ini berbicara mengenai pemeliharaan Allah atas Musa dan umat Israel yang keluar dari Mesir dan akan dipenuhi dengan makanan gandum terbaik dengan madu gunung di mulut mereka (Maz.81:17).
Bila kita mempelajari kaset video kebaktian di Toronto Airport Vineyard fellowship yang dipimpin John Arnott waktu mempraktekkan Toronto Blessing, kita dapat melihat dengan jelas bahwa banyak orang yang tidak berjatuhan namun langsung didorong agar jatuh, demikian juga ada wanita yang menendang-nendang dengan kakinya kearah sekelompok jemaat (no contact) dan kelompok itu berjatuhan. Inikah karya Roh Kudus atau ‘melecehkan’ Roh Kudus?
Dalam ajaran “Lawatan Roh Allah” dipercayai bahwa lawatan roh itu akan menghasilkan perilaku seperti “mabuk” bahkan diakui sebagai “mabuk dalam roh.”
Ketika kepenuhan roh, seseorang yang meyakininya bisa berbahasa lidah, yang tidak bisa dipahami oleh orang lain, kecuali oleh orang yang juga kepenuhan roh. Bunyi bahasa lidah itu misalnya: Syawalawalalala..., barabarabarababbaabaaa, kirrarrabaaassaa balabalabalabababa….. dst.
Dari uraian ini, Pendeta Nurdin harus membuktikan kebenaran tudingannya bahwa Nabi Muhammad adalah pencetus Pantekosta-Kharismatik. Kapan Nabi berbahasa lidah seperti orang kesurupan seperti itu?? Di buku sejarah mana tertulis Nabi Muhammad pernah “tertawa dalam roh,” “mabuk dalam roh,” dan “mengaum seperti singa”? Jika tidak bisa, maka ini berarti fitnah yang besar dan sama kejamnya dengan karikatur Jillands Posten.
Dengan slogan Injili “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati,” Pendeta RM Nurdin menyebarkan doktrin kekristenan melalui belasan buku berkedok Islam. Salah satu buku yang judul dan sampulnya sangat islami, adalah “Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an.” Pada cover depan, judul buku ini ditulis pula dalam bahasa Arab “Al-Ayatul-Muhimmah Fil-Qur’an,” sementara pada cover belakang diberi label “Untuk Kalangan Sendiri,” supaya terkesan bahwa buku itu adalah bacaan internal umat Kristiani.
Ternyata label “Untuk Kalangan Sendiri” ini justru dilanggar sendiri oleh Pendeta Nurdin. Terbukti, pada halaman 10 ditulisnya bahwa bukunya disampaikan kepada semua pembaca yang beriman –termasuk umat Islam:
“...Buku ini untuk kusampaikan kepada kaka-kakakku, familiku dan semua saudara-saudaraku dan semua pembaca yang beriman” (baris ke-6 dari bawah).
Statemen ini dipertegas pada halaman 45, menuangkan harapan agar buku ini dibaca oleh semua umat Islam: “Semoga semua umat Islam membaca buku-bukuku dan selamat Akhirat Surga...” (baris ke-4 dari bawah).
Sikap plin-plan pendeta ini semakin diungkap sendiri oleh media Kristen. Dalam wawancara di tabloid Kristen, Pendeta Nurdin mengaku terus-terang bahwa sebenarnya buku tersebut memang untuk menohok iman umat Islam:
“Jadi, bukunya bukan untuk kalangan sendiri? Betul sekali. Tetapi, saya tulis ‘Untuk Kalangan Sendiri’ untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati…. Kemudian saya tulis buku Keselamatan di dalam Islam supaya mereka dapat mengetahui Injil melalui buku-buku saya. Sebagian isinya tulisan Arab. Tentu saja saya harus memahami tentang Islam terlebih dahulu. Saya juga punya Alkitab berbahasa Arab…” (baca wawancara: Supaya Mereka Dapat Mengetahui Injil Melalui Buku-Buku Saya).
Muhamad Nurdin memang pendeta supermunafik. Meski telah melakukan tipuan yang berarti kebohongan, tapi dia tidak merasa berdosa sedikit pun. Malah dia mengeluarkan himbauan kepada umat Kristen agar turut serta membantunya dalam pengedaran buku-buku yang ditulisnya kepada kaum muslimin. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, Pendeta yang tinggal di kawasan Slipi, Jakarta Barat ini menjustifikasi tipuan dan kemunafikannya dengan ayat-ayat Alkitab. Nurdin berkilah bahwa penginjilannya itu sesuai dengan ajaran Alkitab:
“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat” (I Korintus 9: 20).
Ayat Bibel ini disimpulkan oleh Pendeta Nurdin bahwa untuk menghadapi orang Yahudi, harus pura-pura seperti Yahudi. Menghadapi kaum Muslim, harus berpura-pura seperti orang Islam. Maka untuk menjala umat Islam harus memakai Al-Qur’an.
Ulah misi Pendeta Nurdin ini jelas berbahaya bagi kerukunan umat beragama, karena bisa mengoyak keharmonisan hubungan Kristen dan Islam.
Awam Ilmu tapi Sok Tahu
Buku-buku Pendeta Nurdin dihiasi dengan judul dalam bahasa Arab. Umat Kristiani dan orang awam yang tidak mengerti bahasa Arab, akan menganggap bahwa Nurdin adalah pendeta pakar Al-Qur’an yang hebat. Padahal judul bahasa Arab dalam buku-buku itu salah semua.
Judul buku “Rahasia Allah Yang Paling Besar” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Assirrullahi Al-Akbar.” Judul ini salah besar karena menyalahi kaidah bahasa. Judul yang tepat adalah “Sirrullahi Al-Akbar.”
Judul buku “Kebenaran Yang Benar” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Ash-Shodiq Al-Mashduuq” adalah salah besar karena menyalahi judul bahasa Indonesia. “Ash-Shodiqul Mashduuq” artinya orang benar/jujur yang dibenarkan. Seharusnya judul “Kebenaran Yang Benar” diterjemahkan menjadi “Al-Haqiqoh Ash-Shodiq.”
Judul buku “Keselamatan Untuk Akhir Hayat” diterjemahkan dengan bahasa Arab menjadi “Salaamatul Aakhirotul Khoyat” adalah salah besar karena dalam bahasa Arab kalimat ini tidak dimengerti sama sekali. Seharusnya judul Arab yang benar adalah “Salaamatun li-Aakhirotil Hayat”
Buku yang judul Arabnya ditulis “Isa Alaihissalam fil-Qur’an” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Isa Alaihi Salam Dalam Al Quraan yang Benar.” Judul ini salah karena terlalu panjang, tidak sesuai dengan judul Arab. Judul yang benar adalah “Isa Alaihissalam dalam Al-Quran.”
Keawaman ilmu ini sangat berbahaya jika dipaksakan oleh Pendeta Nurdin untuk menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, lalu dituangkan dalam buku-buku kemudian dijual digereja sebagai alat penginjilan, dan dijadikan sebagai referensi oleh para mahasiswa yang diajarnya.
Kebohongan Pendeta Di Siang Bolong
Dalam kacamata Kristiani, teologi yang diajarkan Pak Pendeta Nurdin pun sangat memalukan sekaligus memilukan. Bila dibaca dengan teliti, hampir pada setiap lembar buku yang ditulisnya selalu ada kesalahan, baik kesalahan teologi maupun kaidah ilmiah penulisan.
Misalnya, pada halaman 77 buku “Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an,” disebutkan bahwa pencetus Pantekosta sama dengan pencetus Kharismatik, yaitu Nabi Muhammad. Maka Pendeta Nurdin mengaku sebagai penganut agama Islam Kharismatik Pantekosta. Inilah teologi ngawur dari Grogol.
Mungkin Pendeta Nurdin tidak pernah belajar Sejarah Gereja, sehingga tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu?) bahwa gereja yang bermula dari Gerakan Pentakosta ini dirintis oleh Charles H Parham sejak tanggal 1 Januari 1901 di Sekolah Alkitab Bethel, Topeka, Kansas (SA). Gerakan Pentakosta ini mulai mekar pesat sejak 1906 dari pertemuan doa Azusa Street Mission, suatu kegiatan evangelisasi di kota Los Angeles yang dilakukan oleh Pendeta Negro William J Seymour. Sejak itu, Azusa Street menjadi pusat gerakan Pantekosta seluruh dunia.
Pada akhir tahun 1960-an terjadi lagi perkembangan di mana Gerakan Pantekosta tidak dikhususkan hanya untuk kaum Protestan, tapi juga terbuka untuk kaum Katolik, bahkan Katolik Roma sekalipun. Gerakan ini kemudian masyhur dengan nama Pentakosta Baru (Neopentacostalism) alias Gerakan Kharismatik.
Beberapa keyakinan gerakan ini antara lain: (1) Karunia berbahasa lidah (glosolalia) harus dialami oleh setiap orang yang dibaptiskan dalam roh (diurapi oleh Roh Kudus); (2) Di kalangan penganut ‘Toronto Blessing’ dipercayai gejala yang mirip itu menunjukkan bahwa “Roh Allah Melawat” dan ini biasa diiringi tanda-tanda lain seperti kesurupan, misalnya: “tertawa dalam roh” (holy laughter), “mabuk dalam roh” (drunken by the spirit), “bertumbangan” (slain by the spirit), dan bahkan dipercayai ada yang kemudian dapat “mengaum seperti singa” dan keanehan lainnya.
Dalam perkembangannya, setelah ibadat Toronto Blessingnya merosot, John Arnott mengajarkan ajaran baru ‘Mujizat Gigi Emas’ hanya berlandaskan penafsiran harfiah di luar konteks satu ayat Maz.81:11. Menurut Herlianto, konteks ayat ini berbicara mengenai pemeliharaan Allah atas Musa dan umat Israel yang keluar dari Mesir dan akan dipenuhi dengan makanan gandum terbaik dengan madu gunung di mulut mereka (Maz.81:17).
Bila kita mempelajari kaset video kebaktian di Toronto Airport Vineyard fellowship yang dipimpin John Arnott waktu mempraktekkan Toronto Blessing, kita dapat melihat dengan jelas bahwa banyak orang yang tidak berjatuhan namun langsung didorong agar jatuh, demikian juga ada wanita yang menendang-nendang dengan kakinya kearah sekelompok jemaat (no contact) dan kelompok itu berjatuhan. Inikah karya Roh Kudus atau ‘melecehkan’ Roh Kudus?
Dalam ajaran “Lawatan Roh Allah” dipercayai bahwa lawatan roh itu akan menghasilkan perilaku seperti “mabuk” bahkan diakui sebagai “mabuk dalam roh.”
Ketika kepenuhan roh, seseorang yang meyakininya bisa berbahasa lidah, yang tidak bisa dipahami oleh orang lain, kecuali oleh orang yang juga kepenuhan roh. Bunyi bahasa lidah itu misalnya: Syawalawalalala..., barabarabarababbaabaaa, kirrarrabaaassaa balabalabalabababa….. dst.
Dari uraian ini, Pendeta Nurdin harus membuktikan kebenaran tudingannya bahwa Nabi Muhammad adalah pencetus Pantekosta-Kharismatik. Kapan Nabi berbahasa lidah seperti orang kesurupan seperti itu?? Di buku sejarah mana tertulis Nabi Muhammad pernah “tertawa dalam roh,” “mabuk dalam roh,” dan “mengaum seperti singa”? Jika tidak bisa, maka ini berarti fitnah yang besar dan sama kejamnya dengan karikatur Jillands Posten.