Imam Mahdi
16.44 |
Seperti Postingan saya sebelumnya tentang Puasa Hakikat demi menuju kesempurnaan
manusia, berikut ini adalah contoh dari sebagian kecil dari seseorang yang
melakukan ritual puasa yang sesungguhnya atau puasa hakekat yang kelak akan
memimpin bangsa ini menuju Negara Indonesia yang makmur sentosa, toto tentrem
titi raharja, gemah ripah loh jinawi menjadi sebuah negara yang disegani dunia
dan sebagai mercusuar dunia. Orang tersebut bergelar SATRIYO PININGIT.Seorang kesatria
yang terlahir kemuka bumi dalam keadaan serba pas-pasan, sangat terenyuh dengan
keadaan bangsanya.Terlahir dari kedua orang tua yang bersahaja nan amat sangat
sederhana kehidupannya.Rajin berpuasa dan menunaikan sholat malam, karena
hidupnya yang serba kekurangan menjadikan dia seorang yang selalu ingin dekat
dengan Tuhannya, memohon ampunan bagi seluruh ummat manusia.Setelah besar dia
memiliki jiwa sosial yang tinggi dan mengalir darah kesatria dalam
dirinya.Selalu berfikir yang terbaik untuk bangsanya.
Dalam Kitab yang ditulis oleh Raden Ngabehi
Ronggowarsito, seorang darah biru dari kasunanan surakarta yang memiliki nama
asli Raden Bagus Burham, menulis dalam satu karya besarnya yang diberi judul
Kitab Musarrar mengatakan bahwa akan muncul seorang yang akan memimpin negeri
ini menuju sebuah negeri yang amat luas "seluas" kerajaan Majapahit yang meliputi hampir sepertiga bumi.Orang
tersebut bergelar SATRIO PINANDITO
SINISIHAN WAHYU. Tokoh pemimpin yang
amat sangat Religius sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan
(Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Allah SWT
(Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya kepada Allah SWT, Insya Allah,
bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.
Kapan saatnya dia
muncul?Tidak lama lagi, namun hanya Allah SWT yang Maha Tahu yang dapat
menunjukkkan pada ummat manusia turunnya Sang Kesatria di bumi Nusantara
ini.(wallhu a'lam bish showab)
Puasa Hakikat
16.41 |
Hakekat Puasa adalah pengekangan diri, karena
alam duniawi banyak memberi godaan. Silau dengan kemewahan, apalagi kalau
sedang mendapat suka cita yang berlebihan, ” Maka kaprayitnan batin (
kewaspadaan ) akan terkurangi. Manusia akhirnya akan terbelenggu nafsunya.
Nafsu yang bersumber dari dirinya sendiri.
Nafsu merupakan sikap angkara yang dalam Wulang
Reh di sebutkan terdiri dari 4 macam , yaitu :
Lawwamah, Bertempat di perut, lahirnya dari
mulut ibarat hati bersinar hitam. Akibatnya bisa menimbulkan dahaga, kantuk dan
lapar.
Amarah, artinya garang bisa menimbulkan angkara
murka, iri dan emosional. Ia berada di empedu, timbulnya lewat telinga bak hati
bercahaya merah.
Sufiyah, Nafsu yang menimbulkan birahi, rindu,
keinginan dan kesenangan. Sumber dari Limpa timbul lewat mata bak hati
bercahaya kuning.
Muthmainah, Berarti rasa ketentraman. Punya
watak yang senang dengan kebaikan, keutamaan dan keluhuran budi. Nafsu ini
timbulnya dari tulang, timbul dari hidung bagai hati bersinar putih.
Lelaku Puasa.
Inilah Puasa Hakikat, yakni menahan segala bentuk keinginan yang berupa hawa nafsu dari lahir hingga kematian menjemput.Menahan hawa nafsu seumur hidup.
Inilah Puasa Hakikat, yakni menahan segala bentuk keinginan yang berupa hawa nafsu dari lahir hingga kematian menjemput.Menahan hawa nafsu seumur hidup.
Ritual awalnya di mulai dengan reresik raga (
membersihkan badan ). Badan harus bersih dari kotoran dunia, caranya dengan
siram jamas ( mandi besar ).
Kalau perlu menggunakan kumkuman ( rendaman )
bunga lima warna, Mawar, Melati, Kenanga, Kanthil putih, Kanthil kuning. Waktu
mandi membaca doa ” Ingsun Adus Ing Banyu Suci, Kang adus badan sejati,
Kakosokan nyowo sejati, Amulyaaken kersane Pangeran ( Aku mandi di air suci,
Yang mandi badan sejati, membersihkan nyawa sejati, memuliakan takdir Illahi.
Lelaku, jangka waktu puasa ini sehari semalam
yang di mulai pukul 24.00 WIB di akhiri pukul 24 WIB hari berikutnya.
1. ratu adil telah aku temukan
berdasarkan ramalan joyoboyo, ada beberapa
kriteria atau syarat bagi
sosok yang akan muncul untuk memberikan keadilan
di nusantara raya ini
dan pastinya juga untuk seluruh jagad raya.
kriterianya antara lain;
1. dapat bersahadat sempurna (sejati)
2. dapat mati semasa hidup
3. tahu tentang kematian sejati
4. sempurna sejatinya hidup
5. berpengetahuan nyata
6. tamat pengetahuannya
7. beragama budi, menunjukan makrifat hasil
karya bisikan hyang sukma
8. menepati darmanya, hidup sejati ajaran para
kuno
9. dekat menolong jauh melindungi
10. tahu temapat Tuhannya
11. tahu jiwa dan raganya
12. mampu masuk alam halus.
13. tau tentang asal dan tujuan manusia
14. tajam penglihatannya
15. sanggup tidak malas
16. menyelesaikan segala perkara
17. bijaksana sikapnya
18. mempunyai darah satria (herucokro ratu adil)
kriteria itu masih banyak dimiliki oleh
seseorang yang mau melakukan ritual puasa hakikat, sosok itu memang ada dan
akan muncul untuk memakmurkan nusantara dan alam raya ini.Wallahu A'lam
Bishshowab
SYEKH SUBAKIR
10.30 |
Syekh Subakir
Ketika Syaikh Subakir sampai di tanah Jawa, beliau bergelar Aji
Saka. Beliau lahir di Persia, Iran. Memiliki spesialisasi di bidang Ekologi
Islam. Beliau adalah cicit dari sahabat Nabi Muhammad saw, yaitu Salman
Al-Farisi. Kemudian beliau menjadi utusan dari Sultan Muhammad 1, sebagai salah
satu dari anggota Wali Songo periode 1. Nasab lengkap beliau adalah Syaikh
Subakir bin Abdulloh bin Aly bin Ahmad bin Aly bin Ahmad bin Abdulloh bin Ahmad
bin Muhammad bin Ahmad bin Aly bin Abubakar bin Salman bin Hasyim bin Ahmad bin
Badrudin bin Barkatulloh bin Syafiq bin Badrudin bin Omar bin Aly bin Salman
Alfarisiy Syaikh Subakir berdakwah di daerah Magelang Jawa Tengah, dan
menjadikan Gunung Tidar sebagai Pesantrennya. Syaikh Subakir memiliki keahlian
di bidang Ekologi Islam. Artinya, Syaikh Subakir sangat perduli terhadap
lingkungan, dan fenomena-fenomena alam semesta. Para ahli sejarah babad Tanah
Jawa melakukan kesalahan yang sangat mendasar dan merusak Aqidah dan Syariat
Islam, yaitu menyebut Syaikh Subakir sebagai ahli memasang tumbal untuk
mengusir roh-roh jahat. Kesalahan sejarah terhadap Syaikh Subakir ini akhirnya
melegenda, dan menjadi cerita yang penuh dengan mitos, takhayyul dan khurafat.
Siapakah Syaikh Subakir yang sebenarnya? Syaikh Subakir adalah ahli ekologi
Islam. Pemerhati lingkungan dan alam semesta. Sebagai pakar dalam bidang
ekologi, beliau banyak sekali membaca fenomena-fenomena alam terutama bidang
Mountainologi, yaitu ilmu tentang Gunung Berapi. Kalau dalam sains modern,
beliaulah ahli Meteorologi dan Geofisika. Karena pemahaman awam yang belum
sampai kepada sains moder, seperti ilmu ekologi, meteorologi dan geofisika ini,
maka setiap Syaikh Subakir mengadakan penelitian intensif di beberapa Gunung
Berapi. Mereka orang awam berasumsi bahwa Syaikh Subakir sedang memasang tumbal
atau jimat. Akhirnya opini masyarakat awam ini menyebar dari mulut satu ke
mulut yang lain. Dan oleh dukun-dukun atau paranormal, cerita tersebut dibumbui
dengan takhayyul dan khurafat. Melihat kenyataan masyarakat yang awam tersebut,
Syaikh Subakir berulang kali menerangkan kepada masyarakat, bahwa dirinya
adalah peneliti lingkungan, dan mentadabburi alam semesta, agar kita bertambah
takwa dan mensyukuri nikmat ini kepada Allah SWT. Namun sekali lagi kefanatikan
masyarakat awam ini terhadap Syaikh Subakir membuat legenda yang dibumbui
cerita-cerita yang mengarah kepada perbuatan syirik. Akhirnya, untuk melepaskan
kefanatikan masyarakat umum terhadap Syaikh Subakir ini dan untuk menjaga
Aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syaikh Subakir pulang ke
Persia, Iran. Agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat awam kembali
kepada tauhid yang benar. Dan selanjutnya posisi Syaikh Subakir digantikan oleh
muridnya yang juga ahli di bidang Ekologi, Meteorologi dan Geofisika, serta
ahli pertanian dan arsitek masjid yaitu Sunan Kalijaga. Syaikh Subakir
meninggal di Persia Iran. Sedangkan yang ada di Indonesia dan diziarahi oleh
masyarakat adalah situs-situs peninggalannya. Ada beberapa karya Syaikh Subakir
yang bergelar Aji Saka, yaitu: 1. Beliau adalah penemu Huruf Jawa, yang
berbunyi: HA NA CA RA KA, DA TA SA WA LA, PA DHA JA YA NYA, MA GA BA THA NGO 2.
Beliau pula yang memberi nama Jawa, yang diambil dari bahasa Suryani artinya
Tanah Yang Subur. Pelajaran dari Kisah Syaikh Subakir adalah: 1. Kita harus
memperkuat Aqidah Islam kita, 2. Jangan mudah percaya pada takhayyul, bid’ah
dan khurafat, yang dibungkus oleh cerita yang tidak jelas sumbernya, 3. Jangan
mudah terjerumus pada mistik yang menghancurkan sendi-sendi aqidah Islam, 4.
Pahami bahwa Syaikh Subakir adalah manusia biasa, hamba Allah, seorang
waliyullah yang berdakwah untuk menyiarkan Islam, amar ma’ruf, Nahi Munkar 5.
Pahami bahwa Syaikh Subakir adalah tokoh yang sangat memperdulikan lingkungan,
dan kelestarian alam, dan bukan memasang tumbal atau jimat. 6. Jangan percaya
kepada tumbal atau jimat, karena hal ini adalah Syirik. Cerita tentang tumbal,
jimat atau perang melawan jin yang dihubungkan kepada Syaikh Subakir adalah
kebohongan yang besar. 7. Jagalah kemurnian aqidah Islam kita, Syari’at Islam
kita dan akhlak Islam kita. Agar kita senantiasa mendapat Ridha dari Allah SWT.
Silsilah Auliya Tanah Jawa
10.22 |
Tidaklah mudah mengetahui asal-usul para auliya di tanah jawa,
disamping banyak yang merahasikan asal-usulnya juga ada yang memang sejak kecil
sudah dilayar orang tuanya, yang dalam istilah jawa dilayra.Sebuah adat untuk
menjadikan putra-putranya menjadi kesatria.Istilah dilayar berarti dititipkan
pada seseorang Guru atau Kyai untuk dididik menjadi apa yang diharapkan orang
tuanya.
Berikut ini silsilah auliya tanah jawa yang kebenarannya hanya Allah SWT yang mengetahui.
Abu Salam Jumad gelar SUSUHUNAN ATAS ANGIN, bin Makhdum Kubra bin Jumad al-Kubra bin Abdallah bin Tajaddin bin Sinanaddin bin Hasanaddin bin Hasan bin Samaim Bin Nadmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Na’im gelar SUSUHUNAN WALI ALLAH, bin Abdul-Malik Asafrani bin Husain Asfarani bin Muhammad Asfarani bin Abibakar Asfarani bin Ahmad bin Ibrahim Asfarani bin Tuskara, imam Yamen, bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Jasmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zaid al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN TEMBAJAT bin Muhammad Mawla al-Islam bin Ishaq gelar WALI LANANG DARI BALAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jamad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahnul al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Wahid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
SUSUHUNAN GIRI bin Islam gelar WALI LANANG DARI BELAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abudrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmadin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Zali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
Hasanaddin gelar PANGERAN SABAKINKING bin Ibrahim gelar SUSUHUNAN GUNUNG JATI bin Ya’qub gelar Sutomo Rojo bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
KIYAI AGENG LURUNG TENGAH bin Syihabuddin bin Nuradin Ali bin Ahmad al-Kubra al-Madani bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam AliRodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN DRAJAT bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghadadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin Al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN BONANG bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KALINYAMAT bin Haji Usman bin Ali gelar RAJA PENDETA GERSIK, bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zainal-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alimbin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Ibrahim gelar SUSUHUNAN PUGER bin askhian bin Malik bin Ja’far al-Sadiq bin Hamdan al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN PAKALA NANGKA dari Banten bin Makhdum Jati, Pangeran Banten, bin Abrar bin Ahmad Jumad al-Kubra bin Abid al-Kubra bin Wahid al-Kubra bin Muzakir Zain al-Kubra bin Ali Zain al-Kubra bin Muhammad Zain al-Kabir bin Muhammad al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-husain bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KUDUS bin SUSUHUNAN NGUDUNG bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husain bin Askib bin Muhammad Wahid bin Hasan bin Asir bin Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husein bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN GESENG bin Husain bin Al-Wahdi,...... lihat diatas. SUSUHUNAN PAKUAN bin al-Ghaibi bin al-Wahdi,...... lihat diatas.
SUSUHUNAN KALIJOGO bin TUMENGGUNG WILWA TIKTA, Gubernur Jepara, bin ARIO TEJO KUSUMO, Gubernur Tuban, bin Ario Nembi bin Lembu Suro, Gubernur Surabaya, bin Tejo Laku, Gubernur Majapahit, bin Abdurrahman gelar ARIO TEJO Gubernur Tuban, bin Khurames bin Abdallah bin Abbas bin Abdallah bin Ahmad bin Jamal bin Hasanuddin bin Arifin bin Ma’ruf bin Abdallah bin Mubarak bin Kharmis bin Abdallah bin Muzakir bin Wakhis bin Abdallah Azhar bin ABBAS Rodliyallahu 'anhu bin Abdulmuttalib.(wallahu a'lam bishsowab)
Berikut ini silsilah auliya tanah jawa yang kebenarannya hanya Allah SWT yang mengetahui.
Abu Salam Jumad gelar SUSUHUNAN ATAS ANGIN, bin Makhdum Kubra bin Jumad al-Kubra bin Abdallah bin Tajaddin bin Sinanaddin bin Hasanaddin bin Hasan bin Samaim Bin Nadmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Na’im gelar SUSUHUNAN WALI ALLAH, bin Abdul-Malik Asafrani bin Husain Asfarani bin Muhammad Asfarani bin Abibakar Asfarani bin Ahmad bin Ibrahim Asfarani bin Tuskara, imam Yamen, bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Jasmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zaid al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN TEMBAJAT bin Muhammad Mawla al-Islam bin Ishaq gelar WALI LANANG DARI BALAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jamad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahnul al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Wahid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
SUSUHUNAN GIRI bin Islam gelar WALI LANANG DARI BELAMBANGAN, bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abudrahman bin Abdullah al-Baghdad bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmadin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Zali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
Hasanaddin gelar PANGERAN SABAKINKING bin Ibrahim gelar SUSUHUNAN GUNUNG JATI bin Ya’qub gelar Sutomo Rojo bin Abu Ahmad Ishaq dari Malaka bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu.
KIYAI AGENG LURUNG TENGAH bin Syihabuddin bin Nuradin Ali bin Ahmad al-Kubra al-Madani bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam AliRodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN DRAJAT bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghadadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin Al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN BONANG bin SUSUHUNAN AMPEL bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KALINYAMAT bin Haji Usman bin Ali gelar RAJA PENDETA GERSIK, bin Abu Ali Ibrahim Asmoro al-Jaddawi bin Hamid bin Jumad al-Kabir bin Mahmud al-Kubra bin Abdurrahman bin Abdullah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zainal-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alimbin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
Ibrahim gelar SUSUHUNAN PUGER bin askhian bin Malik bin Ja’far al-Sadiq bin Hamdan al-Kubra bin Mahmud al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-Kubra bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN PAKALA NANGKA dari Banten bin Makhdum Jati, Pangeran Banten, bin Abrar bin Ahmad Jumad al-Kubra bin Abid al-Kubra bin Wahid al-Kubra bin Muzakir Zain al-Kubra bin Ali Zain al-Kubra bin Muhammad Zain al-Kabir bin Muhammad al-Kabir bin Abdurrahman bin Abdallah al-Baghdadi bin Askar bin Hasan bin Sama-un bin Najmaddin al-Kubra bin Najmaddin al-Kabir bin Zain al-husain bin Zaid Zain al-Kabir al-Madani bin Umar Zain al-Husain bin Zain al-Hakim bin Walid Zain al-Alim al-Makki bin Walid Zain al-Alim bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali Rodliyallahu 'anhu
SUSUHUNAN KUDUS bin SUSUHUNAN NGUDUNG bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husain bin Askib bin Muhammad Wahid bin Hasan bin Asir bin Al bin Ahmad bin Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja’far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin al-Madani bin al-Husein bin al-Imam Ali k.w. SUSUHUNAN GESENG bin Husain bin Al-Wahdi,...... lihat diatas. SUSUHUNAN PAKUAN bin al-Ghaibi bin al-Wahdi,...... lihat diatas.
SUSUHUNAN KALIJOGO bin TUMENGGUNG WILWA TIKTA, Gubernur Jepara, bin ARIO TEJO KUSUMO, Gubernur Tuban, bin Ario Nembi bin Lembu Suro, Gubernur Surabaya, bin Tejo Laku, Gubernur Majapahit, bin Abdurrahman gelar ARIO TEJO Gubernur Tuban, bin Khurames bin Abdallah bin Abbas bin Abdallah bin Ahmad bin Jamal bin Hasanuddin bin Arifin bin Ma’ruf bin Abdallah bin Mubarak bin Kharmis bin Abdallah bin Muzakir bin Wakhis bin Abdallah Azhar bin ABBAS Rodliyallahu 'anhu bin Abdulmuttalib.(wallahu a'lam bishsowab)
TEMPAT ADAM AS DAN HAWA DITURUNKAN KE BUMI
17.27 |
PUNCAK GUNUNG TERTINGGI
Tempat Adam Diturunkan
ke Bumi
Gunung Everest di
Himalaya merupakan puncak gunung tertinggi di dunia. Puncaknya mencapai 8.848
meter dari permukaan laut.
M
|
enyebut nama Nabi Adam Alaihissalam (AS),
maka akan terlintas dalam benak pikiran manusia, sosok manusia pertama cerdas
(berakal) yang diciptakan Allah SWT. kisah penciptaan Adam terdapat dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 30.
“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para
Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang-orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat AlQuran yang menceritakan tentang kisah penciptaan Nabi Adam AS. Dalam AlQuran, nama Adam disebut sebanyak 25 kali, dan kisahnya antara lain dipaparkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 30-39, Al-A’raf [7]: 11-25, Al-Hijr [15]: 26-38, Al-Isra’ [17]: 61-65, Thaha [20]: 115-127, dan Shad [38]: 71-78.
Secara umum disebutkan, Adam adalah salah satu
makhluk Allah, Ia bersama Hawa (istrinya) menjalani kehidupan di surga,
kemudian Allah menurunkannya ke bumi untuk menjadi khalifah (pengelola bumi).
Bersama istri dan keturunannya, Adam menjadi penghuni dan pengelola bumi.
Kisah diturunkannya Adam ke bumi diawali saat Adam dan Hawa memakan buah Khuldi
di surga. Allah melarang keduanya untuk memakan buah Khuldi.
Keduanya pun terbujuk dengan rayuan iblis,
hingga mereka memakan buah khuldi tersebut.
Menurut Ibnul Atsir,
Adam AS awalnya menolak mengikuti bujukan iblis, namun desakan Siti Hawa yang
begitu kuat, akhirnya membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Lihat An-Nihayah
fi Gharib Al-Hadits, karya Ibnul Atsir jilid 3 hlm. 158.
Keduanya lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dan Allah menerima tobat
mereka dan memilih Adam sebagai Rasul-Nya.
Kendati Allah SWT telah menerima tobat Adam
dan Hawa, namun sebagaimana kehendak Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah
di bumi, maka Adam dan Hawa lalu diturunkan ke bumi.
Di bumi, Adam dan Hawa bertempat tinggal serta
mengembangkan keturunannya. Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-A’raf [7]:
24-25.
Selain Adam dan Hawa, Allah juga menurunkan Iblis dan ular ke bumi. Sebelumnya,
iblis lebih dahulu diusir dari surga karena tidak mau sujud kepada Adam. Al-Imam Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam tafsirnya ketika
menerangkan ayat ke-36 surah Al-Baqarah [2], membawakan sebuah riwayat dengan
sanad bersambung kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud,
dan lainnya
“Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan
Hawa untuk tinggal di surga dan melarang keduanya memakan buah khuldi, iblis
memiliki kesempatan untuk menggoda Adam dan Hawa, namun, ketika akan memasuki
surga, iblis dihalangi oleh malaikat. Dengan tipu muslihatnya, iblis kemudian
mendatangi seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat
kaki seperti unta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah
berbasa-basi, iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itu pun masuk ke surga
sehingga iblis lolos dari pengawasan malaikat.” (Tafsir At-Thabari)
Gunung Tertinggi
Lalu, setelah dikeluarkan dari surga, dimanakah Adam dan Hawa
diturunkan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Mayoritas ulama
sepakat bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan kemudian bertemu di Jabal
Rahmah, di Arafah.
Mengenai tempat diturunkannya inilah yang
menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Al-Imam
At-Thabari dalam Tarikh Thabari (jilid 1 hlm
121-126), menyatakan, Mujahid meriwayatkan keterangan dari Abdullah bin Abbas
bin Abdul Muthalib yang mengatakan: “Adam diturunkan dari surga ke bumi
di negeri India.”Keterangan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim
di dalam kitab al-Hilyah, dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah RA.
Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Umar :
“Ketika Allah menurunkan Adam, Dia
menurunkannya di tanah India. Kemudian dia mendatangi Makkah, untuk berhaji
kemudian pergi menuju Syam (Syria) dan meninggal di sana.”
(HR. Thabrani)
Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas
yang menerangkan bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab: nenek
perempuan) yang merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain
At-Thabari meriwayatkan lagi bahwa Iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu
negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith, sedangkan ular diturunkan di
negeri Asbahan (Iran).
Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan
Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam
AS diturunkan diantara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam
diturunkan di daerah India sementara Hawa di Irak.
AlQuran sendiri tidak menerangkan secara jelas di mana Adam dan Hawa
diturunkan. AlQuran hanya menjelaskan tentang proses diturunkannya Adam dan
Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]:
30-39 dan Al-A’raf [7]: 11-25.
Sementara itu, menurut
legenda agama Kristen, setelah diusir dari Taman eden (Surga), Adam pertama
kali menjejakan kainya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai
Puncak Adam atau Al-Rohun yang terdapat di Sri Langka.
Menurut At-Thabari,
tempat Adam diturunkan adalah di puncak gunung tertinggi di dunia. Keterangan
At-Thabari ini kemudian diikuti oleh para ahli geografi modern, dan merupakan
pendapat yang paling kuat dasarnya.
Pendapat ini juga diikuti oleh Syauqi Abu
Khalil dalam bukunya Atlas Al-Qur’an, dan Sami bin Abdullah
Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Para ahli geologi
telah melakukan berbagai penelitian mengenai gunung tertinggi di dunia, mulai
dari dartan Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia. Dan dari penelitian
itu disepakati bahwa gunung tertinggi di dunia adalah Gunung Everest (Mount
Everest) yang ada di daerah Himalaya, mencapau 8.848 meter dari permukaan
laut (dpl). Dari sinilah para ahli meyakini bahwa Adam memang diturunkan di
daerah ini, yaitu di puncak tertinggi di dunia (Mount Everest). Wa
Allahu A’lam
Diturunkan untuk Menjadi Khalifah
Dalam berbagai riwayat, termasuk dalam kepercayaan orang-orang non-muslim
sebagaimana keterangan kitab-kitab mereka, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi
akibat perbuatan mereka yang melanggar larangan Allah SWT. larangan tersebut
adalah memakan buah khuldi, karena tergoda oleh rayuan dan bujukan Iblis.
Sebagian umat islam juga mempercayai hal ini, yaitu mereka (Adam dan Hawa)
diturunkan ke bumi ini akibat melanggar larangan Allah yaitu memakan buah
khuldi.
Tentu saja, anggapan ini keliru dan sangat berbahaya bagi akidah umat islam.
Sebab, dengan meyakini diturunkannya Adam dan Hawa karena perbuatan mereka
memakan buah khuldi, berarti umat manusia saat ini menanggung dosa (warisan)
sebagaimana kepercayaan dalam agama lain.
Hal inilah yang ditolak oleh islam. Dalam
ajaran islam, tidak ada istilah dosa warisan. Setiap orang yang berbuat
keburukan, maka dialah yang menanggung dosanya dan tidak ada dosa bagi orang
lain yang tidak mengikutinya.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan, andai dosa Adam itu ditanggung pula
oleh umat manusia, hal itu bertentangan dengan keterangan AlQuran yang
menyatakan bahwa manusia tidak akan memikul dosa orang lain.
“(Yaitu) bahwasanya, seseorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS An-Najm [53]: 38).
Keterangan serupa juga terdapat dalam surah An-An’am [6]: 164, Al-Isra’ [17]: 15, Fathir [35]: 18, Az-Zumar [39]: 7.
Ibnu Katsir menjelaskan, diturunkannya Adam AS ke bumi ini memang direncanakan
dan sesuai dengan skenario Allah SWT untuk menjadikannya sebagai khalifah yakni
mengelola bumi dan seisinya (QS [2]: 30).
Karena itulah, Allah mengejarkan (ilmu) tentang nama-nama setiap benda kepada
Adam, dan tidak diajarkan kepada malaikat, termasuk iblis (QS [2]: 31-37). Dengan
ilmu itu agar nantinya anak-cucu Adam di bumi bisa mengetahui dan mengelolanya
dengan baik untuk kehidupan mereka di masa-masa berikutnya.
Dengan penguasaan ilmu itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat dan iblis
untuk bersujud kepada Adam. Malaikat melaksanakan perintah Allah dan bersujud,
sedangkan iblis menolaknya. Dan atas penolakan iblis itu, maka Allah pun
mengutuk dan mengusirnya dari surga.
Keterangan inilah yang akhirnya membuat
seorang peneliti bidang matematika dari Universitas Kansas, Amerika Serikat,
Prof. Dr. Jeffrey Lang, untuk memeluk islam. “Adam diturunkan ke bumi bukan
karena dosa yang diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang
khalifah di bumi untuk mengatur dan mensejahterakan alam.” Ujarnya. Lang
mengatakan, ia benar-benar berupaya keras memahami ayat 30-39 surah Al-Baqarah [2] yang
menjelaskan tentang penciptaan Adam hingga ia diturunkan ke bumi. Ia
membandingkannya dengan ajaran agama yang dianutnya terdahulu didalam berbagai
literatur dan kitab suci. Namun, ia kecewa dengan hasilnya. Maka ia berusaha
untuk terus mencari hingga akhirnya menemukan jawabannya di dalam AlQuran.
Penjelasan terperinci Jeffrey Lang mengenai
hal ini dan pergulatannya dalam memahami islam, ia kemukakan dalam bukunya Losing
My Religion: A Call for Help.
Adam bukan Makhluk Pertama
Nabi Adam AS adalah manusia cerdas pertama yang diciptakan Allah SWT. ia
diberikan akal pikiran dan dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk yang
menciptakannya, Allah SWT. dan Adam diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi
khalifah di muka bumi, yakni mengelola, merawat dan melestarikannya untuk anak
cucunya kelak. (QS Al-Baqarah [2]: 30-39).
Banyak pendapat yang mengatakan, Adam bukanlah manusia pertama. Pendapat ini terekam
dalam berbagai buku. Bahkan beberapa diantaranya ditulis oleh penulis muslim.
Menurut mereka maknanya bukan menciptakan (khalaqa), melainkan
menjadikan (ja’ala).
Sebagaimana diketahui, Adam AS memang bukan
makhluk pertama yang diciptakan Allah. Sebab, masih ada makhluk lain yang lebih
dahulu diciptakan-Nya, seperti Malaikat dan Iblis.
Pendapat yang
menyatakan bahwa Adam bukan manusia pertama, salah satunya dikemukakan ole Dr.
Abdul Shabur Syahin. Dalam bukunya Ar-Rawafid al-Saqafiyah (Adam Bukan
Manusia Pertama? Mitos atau Realita), Syahin mengatakan, Adam adalah Abul
Insan, bukan Abul Basyar. Keduanya bermakna sama, yakni bapak (nenek
moyang) manusia.
Abdul Shabur Syahin membedakan makna antara al-Insan dan al-Basyar.
Karena perbedaan itu, Syahin menegaskan, Adam bukanlah manusia pertama.
Menurutnya, Adam bukan diciptakan, melainkan dilahirkan. Makna dari dilahirkan
berarti ada orangtuanya. Ia membedakan antara kata ja’ala (menjadikan)
dan khalaqa(menciptakan). Menurutnya, dalam surah Al-Baqarah [2]:
30, An-Naml [27]:62, Fathir [35]: 39, kata ‘menjadikan khalifah’ bukanlah
menciptakan manusia baru, tetapi meneruskan cara kerja manusia yang sudah ada
sebelumnya. Karenanya, kata dia, Adam bukanlah manusia pertama.
Pendapat ini dibantah oleh Syekh Abdul Mun’im Ibrahim. Menurutnya, pendapat
yang diutarakan oleh Abdul Shabur Syahin tentang Adam dilahirkan, sangat
bertentangan dengan sejumlah ayat AlQuran maupun beberapa hadits Nabi Muhammad
SAW yang menyebutkan awal mula penciptaan Adam dari tanah. “Pendapat Abdul
Shabur Syahin bahwa Adam dilahirkan ole kedua orangtuanya, mengingatkan kita
pada teori evolusi yang dikemukan Charles Darwin, seorang Yahudi picik yang
menulis dalam bukunya Ashl al-Anwa’ (Asal Mula Penciptaan).
Darwin berpendapat, manusia berevolusi dari bentuk aslinya ke bentuk sekarang,”
tegas Syekh Mun’im Ibrahim, dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah
Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat
Ma’a Abi Adam.
Syekh Mun’im setuju bahwa ada makhluk lain
sebelum Adam diciptakan. Artinya, Adam bukan makhluk pertama. Namun demikian,
ia sangat yakin bahwa Adam adalah manusia pertama yang berakal yang diciptakan
Allah SWT.
Pendapat senada dengan penjelasan Syekh Mun’im
ini, juga terdapat dalam buku Al-Jamharah karya Abu Darid, At-Tahzib karya
Al-Azhari, Diwan al-Adab karya al-Farabi,Mu’jam Maqayis
al-Lughah karya Ibnu Faris, Lisanu al-Arab karya Ibnu
al-Manzhur Al-Ifriqi, lalu As-Shahhah karya Al-Jauhari, dan al-Mukhtar karya
Ar-Razi.
Sejumlah pihak mengatakan, bahwa sebelumnya telah ada makhluk lain yang disebut
manusia dan mengelola bumi ini. Namun, mereka bukanlah manusia yang berakal
sehingga dalam pengelolaannya makhluk itu banyak melakukan kerusakan dan kehancuran.
Itulah, menurut berbagai pendapat, sehingga malaikat berkata kepada Allah,
bahwa makhluk yang diciptakannya untuk mengelola bumi itu akan melakukan
kerusakan, sebagaimana pendahulunya. Wa Allahu A’lam.
Makhluk Pertama
Lalu, apa atau siapa makhluk yang pertama kali diciptakan Allah
SWT?menurut Syekh Mun’im, makhluk yang pertama kali diciptakan adalah qalam(pena).
Dari Ubadah bin As-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah SWT ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata
kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata,
‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.”
Imam Ahmad RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa makhluk
yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena
tersebut, ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan
hingga akhir kiamat.” (Lihat Musnad Ahmad RA).
Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, makhluk yang pertama diciptakan adalah dawat (tinta),
lalu pena. Ada pula yang menyebutkan, air pertama kali diciptakan.
Menurut Syekh Mun’im, pena adalah makhluk
pertama yang diciptakan. Pendapat ini telah di-tarjih dan dikuatkan
oleh Ibnu jarir dan Nashiruddin al-Albani RA. Setelah Allah menciptakan qalam,
maka kemudian dilanjutkan dengan penciptaan tinta (dawat). Selanjutnya, Allah
menciptakan air, kemudian arasy (singgasana), kursi, lauh
al-mahfuzh, langit dan bumi (semesta), malaikat, surga, neraka, jin dan
iblis (syaitan), dan Adam AS.
LOKASI BAHTERA NUH SETELAH BANJIR
17.24 |
GUNUNG ARARAT TURKI
Penemuan Bangkai Kapal
Nabi Nuh
Para ahli arkeologi
menemukan sebuah tempat yang diperkirakan sebagai bangkai kapal Nabi Nuh.
Di Gunung Ararat,
Turki ini, para peneliti meyakini sebagai tempat berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS
saat banjir besar surut. Tampak model perahu yang dijadikan pusat penelitian.
B
|
agi umat islam yang pernah membaca sejarah 25 Nabi dan Rasul,
pastinya mengetahui tentang kisah Nabi Nuh Alaihissalam.
Ia diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya menyembah Allah. Dan selama
lebih kurang 950 tahun, Nabi Nuh berdakwah kepada tiga generasi dari kaumnya.
Dalam waktu yang panjang itu, Nabi Nuh AS hanya mendapatkan pengikut kurang
dari 100 orang dan delapan anggota keluarganya (ada yang menyebutkan 70 orang
dan 8 anggota keluarganya).
Padahal, Nabi Nuh AS telah berdakwah siang dan malam, namun
kaumnya tak mau juga menerima kehadirannya sebagai rasul Allah. Hingga akhirnya
Ia memohon kepada Allah agar kaumnya yang suka membangkang itu di beri
peringatan. Doanya pun dikabulkan oleh Allah SWT. Ia diperintahkan untuk
membuat sebuah perahu besar (bahtera) sebagai persiapan bila siksa Allah berupa
banjir besar datang.
Nuh diperintahkan
untuk mengikutsertakan berbagai spesies binatang secara berpasang-pasangan,
baik liar maupun jinak ke dalam perahunya. Setelah semuanya siap, pengikut Nabi
Nuh dan hewan-hewan tersebut telah naik ke dalam bahtera itu, turunlah hujan
yang sangat lebat hingga mengakibatkan banjir besar. Selain mereka yang berada
di atas kapal, tak ada yang selamat dari banjir tersebut. Setelah beberapa lama
berlayar di atas lautan banjir, air pun surut.
Dan ketika banjir telah reda
dan air telah surut, kapal Nabi Nuh kemudian terdampar (berlabuh) di sebuah
bukit yang tinggi (al-judy). Peristiwa ini secara lengkap terdapat dalam
AlQuran surah Nuh [71]: 1-28; Hud[11]: 25-33, 40-48, dan 89.
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit
(hujan) berhentilah, “dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan
bahtera itu berlabuh di atas bukit (judy) dan dikatakan: “Binasalah orang-orang
yang zhalim.” (QS. Hud [11]: 44)
Cerita serupa juga terdapat dalam berbagai surah lainnya dalam
AlQuran, seperti Al-Ankabut
[29]:14-15, Al-Mu’minun
[23]: 23-41, Asy-Syuara [26]: 105-122, Al-A’raf [7]: 59-69, danYunus [10]: 71-74.
Peristiwa banjir besar
yang melanda umat Nabi Nuh ini, tidak hanya terdapat dalam AlQuran, tetapi juga
ada dalam agama dan kebudayaan negeri lainnya. Dalam Injil (bible),
kisah serupa juga terdapat dalam Genesis 6: 15, 7: 4-7, 8: 3-4, dan 8: 29. Begitu juga dalam Mitologi Sumeria,
Akkadia, Babilonia, serta kebudayaan India, Wales, Lithuania, dan Cina. (lihat
penjelasannya pada bagian artikel ini)
Para peneliti arkeologi
dari berbagai negara berlomba-lomba mengungkap kebenaran cerita itu dengan
meneliti tempat berlabuhnya kapal Nuh tersebut. Bahkan seorang warga dari
Belanda,Johan Huibers, membuat replika kapal Nabi Nuh beberapa tahun
silam, proyeknya itu ia klaim sebagai pembuktian kesetiaan imannya kepada Tuhan
dan ajaraNya.
Bukan hanya Huibers yang terinspirasi dari kisah Nabi Nuh. Tapi,
cerita tentang bahtera Nabi Nuh telah beratus-ratus tahun menjadi inspirasi
maupun perbincangan di kalangan awam, arkeolog, dan sejarawan dunia. Hingga
mereka berusaha untuk menemukan bangkai atau sisa-sisa dari perahu Nuh itu.
Sejumlah peneliti mengaku telah menemukan bukti-bukti tentang keberadaan kapal
Nuh itu. Melalui penelitian selama beratu-ratus tahun dan mengamati hasil foto
satelit, salah satu situs yang dipercaya sebagai jejak peninggalan kapal tersebut
terletak di pegunungan Ararat, Turki yang berdekatan dengan
perbatasan Iran.
Pemerintah Turki mengklaim, bahwa setelah
lebih dari 5000 tahun terpendam, bangkai kapal Nuh tersebut ditemukan pada 11
Agustus 1979 di wilayahnya. Bahkan, situs ini telah dibuka untuk umum dan
menjadi objek wisata. Pemerintah Iran juga melakukan penyelidikan di Gunung
Sabalan, 300 Km dari situs pertama.
Seperti yang terlihat dari
foto-foto lansiran situs www.noaharks-naxuan.com,
di lokasi gunung Ararat, tampak sebuah bentuk simetris raksasa seperti cekungan
perahu. Diduga tanah, debu, dan batuan vulkanis yang memiliki usia
berbeda-beda, telah masuk ke dalam perahu tersebut selama ribuan tahun sehingga
memadat dan membentuk seperti perahu. Disekitarnya ditemukan pula jangkar batu,
reruntuhan bekas pemukiman, dan ukiran dari batu.
Memanfaatkan peta satelit dari Google Earth, lokasi situs perahu Nabi Nuh itu
terletak pada ketinggian sekitar 2.515 meter dari permukaan laut (dpl).
Lokasinya berada di kaki bukit yang agak rata. Sedangkan di daerah sekitarnya
terdapat lembah raksasa yang memiliki ketinggian jauh lebih rendah.
Berdasarkan hal ini, perahu Nabi Nuh diperkirakan mendarat pada
saat banjir masih belum benar-benar surut. Hal ini juga menunjukkan bahwa
kondisi topografi di sekitar situs perahu Nabi Nuh sangat mendukung untuk
terjadinya banjir besar.
Keberadaan kapal Nuh di pegunungan
Ararat itu diyakini para peneliti arkeologi sebagai penemuan paling heboh,
selain Mumi Firaun. Sebab, penelitian itu telah dilakukan ratusan kali dengan
melibatkan para pakar dan ahli geologi, arkeolog dan pesawat luar angkasa untuk
mengawasi serta meneliti pegunungan Ararat. Dan ‘penemuan’ ini sangat berharga
karena peristiwa itu terjadi lebih dari 5000 tahun yang lalu.
Di sekitar obyek tersebut, juga
ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan. Para peneliti percaya bahwa
batu tersebut adalah drogue-stones.
Pada zaman dulu, batu tersebut biasa dipakai pada bagian belakang perahu besar
(kemudi) untuk menstabilkan perahu sewaktu berlayar. Para peneliti juga
menemukan sesuatu yang tidak lazim pada batu tersebut, yaitu adanya molekul
baja yang diperkirakan berusia ribuan tahun lalu dan dibuat oleh tangan
manusia. Karena itu, mereka meyakini, tempat tersebut adalah jejak pendaratan
perahu Nuh.
Dari beberapa foto-foto
yang dihasilkan, lokasi gunung Ararat ini memang menunjukan adanya sebuah
perahu yang sangat besar. Ukuran perahu itu diperkirakan memiliki luas 7.546
kaki dengan panjang sekitar 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki. Dalam
situswww.worldwideflood.com juga
dibahas secara lebih mendetil, mulai dari ukuran perahu, hewan yang naik ke
kapal, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat perahu, dan lain sebagainya.
Baidawi, salah seorang peneliti muslim menjelaskan, ukuran kapal
itu sekitar 300 hasta (50 meter dan luas 30 meter) dan terdiri dari tiga
tingkat. Di tingkat pertama diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah
dijinakkan. Lalu, pada tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga
burung-burung.
Ada juga yang berpendapat, kapal Nuh itu berukuran lebih luas
dari sebuah lapangan sepak bola. Luas pada bagian dalamnya cukup untuk
menampung ratusan ribu manusia (tinggi manusia jaman modern). Dan jarak dari
satu tingkat ke tingkat lainnya mencapai 12 hingga 13 kaki. Dan hewan-hewan
dari berbagai spesies itu jumlahnya diperkirakan mencapai puluhan ribu ekor.
Menurut Dr. Withcomb, dalam perahu itu terdapat sekitar 3.700
binatang mamalia, 8.600 jenis burung, 6.300 jenis reptilia, 2.500 jenis amfibi,
dan sisanya umat Nabi Nuh. Adapun berat perahu tersebut diprediksi mencapai
24.300 ton.
Bahtera Nabi Nuh diperkirakan dibuat sekitar tahun 3465 SM. Dan
beberapa berpendapat, perahu tersebut dibangun disebuah tempat bernama Shuruppak,
yaitu sebuah kawasan yang terletak di selatan Irak. Jika perahu itu dibangun di
selatan Irak (tempat Nabi Nuh diutus) dan akhirnya terdampar di utara Turki,
kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus air sejauh 560 km.
Kebenaran penemuan itu, masih diperdebatkan banyak pihak. Namun, sejumlah
peneliti percaya bahwa pegunungan Ararat adalah tempat berlabuhnya kapal Nuh.
AlQuran tidak menyebutkan nama sebuah gunung kecuali nama al-judy,
yang bermakna sebuah tempat yang tinggi.
Pegunungan Ararat
dikenal sebagai gunung yang unik di Turki. Keunikannya, hampir setiap hari akan
terlihat pelangi dari sebelah utara puncak gunung.
pegunungan Ararat ini dikenal pula sebagai salah satu gunung
yang memiliki puncak terluas di dunia dan tertinggi di Turki. Puncak
tertingginya mencapai 16,984 kaki dari permukaan laut, sedangkan puncak
kecilnya setinggi 12.806 kaki. Jika seseorang berhasil menaklukkan pucak
besarnya, mereka akan menyaksikan empat wilayah Negara, yaitu Rusia, Iran,
Irak, dan Turki.
Kontroversi Seputar Banjir Besar
Para ahli dan peneliti
sepakat bahwa banjir besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh benar-benar ada.
Bahkan dalam berbagai agama dan kepercayaan, menceritakan kisah banjir besar
yang melanda umat Nabi Nuh.
Perbedaaan pendapat muncul seputar peristiwa itu. Setidaknya ada dua hal yang
kini menjadi kontroversi. Pertama, benarkah banjir besar itu
menenggelamkan seluruh dunia? Dan, Kedua, apakah seluruh
jenis hewan (masing-masing sepasang) yang ada di muka bumi ini naik ke bahtera
Nabi Nuh AS, termasuk jinak dan liar?
Banjir Domestik
Umat Nabi Nuh ditenggelamkan dengan sebuah
banjir yang sangat besar karena mereka membangkang atas ajakan Nabi Nuh untuk
beriman kepada Allah. Berapa besarnya dan seberapa luasnya banjir itu terjadi
masih diperselisihkan .
Setidaknya, ada dua persoalan besar yang menjadi perselisihan
kalangan ulama maupun ahli arkeologi mengenai banjir besar ini. Kedua persoalan
besar itu adalah apakah banjir besar itu menenggelamkan seluruh dunia (global),
atau terbatas pada wilayah tertentu (lokal/domestik), yakni di wilayah tempat
Nabi Nuh AS berdakwah kepada kaumnya.
Tak mudah menjawab pertanyaan itu.
Sebab, untuk membedahnya secara lebih lengkap, dibutuhkan data empiris dalam
berbagai bidang ilmu, seperti geologi, arkeologi, sejarah, astronomi, geografi,
termasuk keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab agama. Yang sudah sangat
jelas adalah kapal atau bahtera Nabi Nuh itu dipercaya telah ditemukan,
tepatnya di atas Gunung Ararat diperbatasan antara Turki dan Iran pada
ketinggian sekitar 2.515 dpl. Pada 11 Agustus 1979.
Ada yang berpendapat, banjir besar itu melanda seluruh dunia sehingga tidak ada
satu binatang atau seorang manusia pun yang selamat, kecuali yang berada di
atas kapal tersebut.
Di dalam AlQuran maupun bible menyebutkan kaum
Nuh dibinasakan dengan sebuah banjir besar. Sebagian ulama ataupun pemerhati
sains dan teknologi menyatakan banjir besar itu adalah banjir global yang
menenggelamkan seluruh dunia. Penganut Kristen dan Katholik, mempercayai
peristiwa itu terjadi secara global. Hal ini dimuat dalam Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baruyang menyatakan terjadinya banjir
bersifat global. Pendapat ini diperkuat dengan keterangan dariGenesis 7:4 yang menyatakan “Untuk selama
tujuh hari, Aku akan menyebabkan hujan di bumi, 40 hari dan 40 malam dan setiap
makhluk hidup yang telah Aku ciptakan, akan Aku binasakan di permukaan bumi”.
Dalam AlQuran disebutkan:
Nuh berkata: "Ya
Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya jika
Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu,
dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat
kafir. (QS. Nuh [71]: 26-27)
Dan bahtera itu
berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil
anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai
anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama
orang-orang yang kafir".
Anaknya menjawab:
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air
bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab
Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan. (QS. Hud [11]: 43)
Bagi kelompok yang menyatakan banjir global, kalimat “dibinasakannya seluruh
orang kafir dari muka bumi” dan besarnya banjir yang “gelombangnya laksana
gunung” itu, menandakan banjir itu adalah banjir global yang menenggelamkan
seluruh dunia. Mereka mendasarkan pendapatnya pada ayat 42-43 surah Hud [11] dan
doa Nabi Nuh AS di atas.
Kelompok yang mendukung pendapat ini menunjukan data dan bukti berupa penemua
fosil-fosil gajah purba (mammoth). Menurut mereka, fosil mammoth itu
ikut musnah ketika banjir terjadi. Fosil itu diantaranya ditemukan di Siberia
pada 2 juli 2007 lalu, juga pada 24 juni 1977. Dan fosil mammoth yang
lebih besar (dewasa) membeku di kutub utara. Menurut hasil penelitian,
fosil-fosil gajah purba itu diperkirakan berusia sekitar 10 ribu tahun.
Pendapat ini juga
didukung salah seorang penulis Indonesia yang bernama H. Sumar, pemerhati
Alquran dan sains. Menurutnya peristiwa itu terjadi sekitar 10 ribu tahun yang
lalu dengan bukti berupa musnahnya mammoth di Siberia itu.
Ahmad Bahjat, penulis buku Sejarah Nabi-nabi Allah, menyatakan,
banjir itu adalah banjir global.
Namun, pendapat ini dibantah pihak lain. Harun Yahya, penulis buku Kisah-Kisah
dalam Alquran dan Jejak-Jejak Bangsa Terdahulu, maupun
dalam situswww.bangsamusnah.com, menyatakan banjir tersebut hanya
terjadi di wilayah tertentu, yakni ditempat umat Nabi Nuh berada (domestik),
dan tidak terjadi secara global yang menenggelamkan dunia. Ia mendasarkan
pendapatnya ini dengan peristiwa yang menimpa kaum ‘Ad dan Tsamud.
Menurut kelompok yang
menyatakan banjir di zaman Nabi Nuh AS sebagai banjir domestik (lokal),
berdasarkan keterangan ayat AlQuran juga. Diantaranya QS. Ar-Ra’du[13]:17; An-Nahl[16]:36, 84, 89; Al-Mu’minun[23]:44; An-Nisa[4]:41; dan Yunus[10]:47. Ayat-ayat
tersebut menjelaskan tentang adanya rasul yang diutus oleh Allah pada setiap
umat.
Menurut kelompok ini
pada zaman Nabi Nuh AS, ada nabi dan rasul lain yang hidup sezaman dengannya.
Namun wilayahnya berjauhan dan tidak hanya berada di negara-negara Timur Tengah
saja.
Contoh nabi dan rasul
yang hidup sezaman adalah Nabi Ibrahim dengan Nabi Luth, Ismail dan Ishak.
Lalu, Nabi Ya’kub sezaman dengan Nabi Yusuf. Nabi Musa hidup sezaman dengan
Harun dan Nabi Syuaib, Nabi Zakaria sezaman dengan Yahya, serta lainnya. Karena
itu, menurut kelompok ini, banjir besar itu hanya menimpa umatnya Nabi Nuh
saja.
Lalu siapakah nabi
yang kira-kira hidup sezaman dengan Nabi Nuh? Inilah yang perlu dilacak
kembali. Sebab berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh
Bukhari, jumlah nabi sebanyak 124 ribu orang dan rasul berjumlah 313 orang. Syekh Ahmad Marzuqy al-Jawi Al-Bantani dalam kitab Syarah
Nur al-Zhalam, juga menyebutkan jumlah Nabi dan Rasul seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi pertama adalah Adam AS, sedangkan penutup
nabi dan rasul adalah Muhammad SAW. AlQuran menyebutkan, jumlah nabi dan rasul
itu sangat banyak dan hanya sebagian saja yang disebutkan dalam Alquran.
“Dan, Sesungguhnya
telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang
Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami
ceritakan kepadamu” (QS. Al-Mu’min [40]: 78).
Bila jumlah nabi dan rasul itu dibagi dengan masa hidup para nabi
dan rasul sejak Nabi Adam hingga Rasulullah SAW (5872 SM. – 571 M.), setidaknya
setiap tahun, terdapat sekitar 19-20 orang nabi dan rasul yang diutus Allah
untuk mengajak umat manusia agar beriman dan menyembah Allah.
Sejumlah ahli tafsir dan beberapa penulis buku kisah para nabi dan rasul,
seperti Ibnu Katsir (Qishash
al-Anbiya’) dan Afif Abdul Fatah menyatakan, banjir itu adalah banjir lokal
dan hanya umat Nabi Nuh yang dibinasakan. Argumentasinya diperkuat dengan
penjelasan bahwa berdasarkan hasil penelitian para ahli geologi terhadap banjir
besar itu, perisitiwa itu terjadi di wilayah Mesopotamia yang meliputi wilayah
Turki, Iran, Irak, dan Rusia.
Karena daerah itu
berupa cekungan raksasa yang luasnya mencapai 9 hingga 10 juta hektar, atau
sekitar 70 persen dari luas Pulau Jawa. Sehingga banjir tersebut besarnya bisa
disamakan seperti lautan karena puncak bukit setinggi 5.000 meter, tidak akan
akan tampak pada jarak 250 kilometer.
Dari hasil citra
satelit, lingkup banjir pada saat perahu Nabi Nuh mendarat dapat dilacak dengan
membuat garis ketinggian , dan menelusuri level yang sama dengan level lokasi
perahu ditemukan. Dari sana diketahui luas area banjir sekitar empat juta
hektar, sedangkan panjang lingkup banjir sekitar 560 km.
Kelompok kedua ini juga berpendapat, suatu kaum tidak akan
dibinasakan sebelum Allah mengutus seorang rasul diantara mereka, untuk
menerangkan ayat-ayat Allah dan memberikan peringatan.
Dan, tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia
mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali
penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS. Al-Qashash
[28]: 59)
Harun
Yahya juga menegaskan, banjir besar menimpa umat Nabi Nuh merupakan
banjir domestik dan bukan banjir global yang menenggelamkan seluruh dunia.
Dalam AlQuran disebutkan, Nabi Nuh memohon kepada Allah agar orang-orang yang
tak beriman dan mendustakan dirinya sebagai rasul Allah itu dibinasakan saja
“Disebabkan
kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka,
maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.
Nuh berkata: "Ya
Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya jika
Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu,
dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat
kafir.” (QS. Nuh [71]: 25-27)
Ibnu Katsir dalam bukunya Qishash al-Anbiya’ menyatakan, doa
Nabi Nuh AS itu hanya ditujukan untuk umatnya saja, dan bukan keseluruhan umat
manusia. Selain itu, umat yang mendiami bumi ini juga terbatas, dan belum
merata seperti sekarang ini.
Enam Ribu Tahun Lalu
Kelompok yang
menyatakan banjir Nuh ini sebagai banjir domestik (lokal) juga berpendapat
bahwa banjir itu terjadi hanya sekitar 6000 tahun yang lalu, bukan 10 ribu
tahun lalu. Nabi Nuh hidup antara tahun 3993-3043 SM (950 tahun), atau sekitar
6000 tahun lalu.
Dalam berbagai
literatur disebutkan, Nabi Adam AS diperkirakan hidup sekitar tahun 5872 SM
atau sekitar 7.800 tahun lalu, dan Nabi Nuh AS hidup pada 4000 SM atau 6000
tahun lalu. Menurut sebagian riwayat, termasuk dalam bible, pada
saat banjir besar terjadi, Nabi Nuh berusia sekitar 600 tahun dari total
usianya yang mencapai 950 tahun.
Berdasarkan data itu,
peristiwa banjir besar ini diperkirakan terjadi 5.400 tahun yang lalu atau
sekitar tahun 3.400 SM. Dalam buku Atlas Sejarah Nabi dan Rasul karya Sami bin Abdullah al-Maghluts, secara lengkap diterangkan masa
kehidupan dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. (terdapat dalam
table di artikel ini).
Tentu menarik
dicermati, pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi sekitar 10 ribu
tahun yang lalu, dengan bukti musnahnya mammoth (gajah purba)
yang diperkirakan telah ada sekitar 10 ribu tahun lalu sebelum banjir besar
terjadi. Tentunya, bila benar seperti itu, berarti peristiwa itu terjadi
sebelum zamannya Nabi Adam AS. Sebab, Nabi Nuh dan Nabi Adam hidup sekitar 6000
tahun dan 8000 tahun yang lalu.
Penelitian arkeologi
di sekitar Timur Tengah menunjukan bukti sedimen dan endapan Lumpur tua, yang
membuktikan memang pernah terjadi air bah luar biasa, yaitu meluapnya dua
sungai besar, Eufrat dan Tigris, persisnya pada 4000 tahun SM, atau
sezaman dengan masa hidup Nuh. Wa Allahu A’lam
Sebagian Binatang
Sama halnya dengan
banjir besar terjadi secara regional atau global, para ahli juga berbeda
pendapat dengan binatang atau hewan yang naik ke kapal Nabi Nuh AS.
Pendapat pertama, menyatakan seluruh hewan atau binatang yang
ada dimuka bumi naik ke atas kapal secara berpasang-pasangan, baik jinak maupun
liar.
Pendapat kedua,
menyatakan hanya sebagian hewan saja yang naik ke kapala Nabi Nuh AS, baik
jinak maupun liar. Penjelasan mengenai agar hewan dinaikkan hanya sepasang,
mengindikasikan tidak semuanya dinaikkan ke kapal.
Sementara itu, H. Sumar berpendapat, hewan yang dinaikkan
ke kapal Nabi Nuh AS. hanya sebatas pada binatang ternak dan jinak saja, dan
tidak ada hewan liar atau binatang buas seperti ular, singa, harimau, buaya,
dan lainnya.
Namun, banyak ahli yang menyatakan, hewan yang naik ke bahtera
Nabi Nuh adalah semua jenis hewan, masing-masing sepasang (jantan dan betina),
buas maupun jinak. para ahli berpendapat tidak semua hewan dinaikkan ke bahtera
itu, sebab ada hewan yang keberadaannya tidak ditemukan di tempat lain.
Misalnya, pada hanya ada di Cina, Kangguru di Australia, Bison di Amerika, dan
Komodo di Indonesia.
Sejumlah pakar
menyebutkan, jika seluruh hewan dan binatang naik ke perahu, bagaimana mungkin
Bison yang ada di Amerika, Komodo di Indonesia, Kangguru di Australia, Panda di
Cina bisa berkumpul dalam waktu singkat ke dalam perahu Nabi Nuh. Selain itu,
bagaimana mengumpulkan berbagai jenis serangga, semut, nyamuk, laba-laba dan
lainnya secara berpasangan.
Sementara itu, umat
Nabi Nuh AS. belum diberi kemampuan untuk membedakan jenis kelamin serangga
antara jantan dan betina yang jumlahnya mencapai ribuan jenis itu. Wa
Allahu A’lam
PERKIRAAN MASA HIDUP
NABI DAN RASUL
Nabi
Tahun
|
Adam
5872 – 4942 SM
Idris
4533 – 4188 SM
Nuh
3933 – 3043 SM
Hud
2450 – 2320 SM
Saleh
2150 – 2080 SM
Ibrahim
1997 – 1822 SM
Luth
1950 – 1870 SM
Ismail
1911 – 1774 SM
Ishak
1897 - 1717 SM
Ya’kub
1837 – 1690 SM
Yusuf
1745 – 1635 SM
Syuaib
1600 – 1490 SM
Ayub
1540 – 1420 SM
Zulkifli
1500 – 1425 SM
Musa
1527 – 1407 SM
Harun
1531 – 1408 SM
Daud
1041 – 971 SM
Sulaiman
989 – 931 SM
Ilyas
910 – 850 SM
Ilyasa
885 – 795 SM
Yunus
820 – 750 SM
Zakaria
91
– 1 M
Yahya
31 SM – 1 M
Isa
1 SM – 32 M
Muhammad
571 – 632 M
|
Sumber: Buku Atlas
Sejarah Nabi dan Rasul – Sami bin Abdullah Al-Maghluts
Dalam AlQuran dijelaskan, Allah menciptakan umat manusia (Adam)
untuk menjadi khalifah (pengelola) bumi dan seisinya. Allah menciptakan manusia
agar berbakti dan beribadah hanya kepada-Nya. Dan mereka yang ingkar,
mendustakan ayat-ayat Allah dan berbuat kerusakan di muka bumi maka siap-siap
untuk menerima adzab Allah atas perbuatan mereka.
Peristiwa banjir besar dan
ditenggelamkannya umat Nabi Nuh AS merupakan bukti nyata kemurkaan Allah SWT
atas kaum yang mendustakan ayat-ayat dan rasul-Nya. Kendati sudah diajak selama
ratusan tahun untuk menyembah Allah Yang Esa, namun kaumnya tetap mengingkari
dan enggan mengikutinya. Maka sebagai akibatnya, Allah menurunkan bencana dan
siksa bagi kaum yang tidak beriman tersebut.
Sementara mereka yang
beriman, Allah akan senantiasa memberikan pertolongan dan rahmat-Nya. Itulah
balasan bagi orang yang selalu berbuat baik dan beriman kepada Allah.
Peristiwa banjir besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh AS atau yang
serupa dengan kisah tersebut, juga terdapat dalam kitab suci agama lain dan
sejarah kebudayaan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa itu benar-benar
telah terjadi di bumi. Berikut berbagai versi tentang peristiwa banjir besar
tersebut.
Versi Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru
Tuhan memerintahkan kepada Nuh bahwa semua orang, kecuali para
pengikutnya, akan dihancurkan karena bumi telah oenuh dengan berbagai macam
tindak kekerasan. Tuhan memerintahkan mereka untuk membuat sebuah perahu dan
menyebutkan secara detail bagaimana cara mengerjakannya. Tuhan juga mengatakan
kepadanya untuk membawa serta keluarganya, tiga anaknya, istri-istri anaknya,
dua dari setiap mahkluk hidup (sepasang), dan berbagai persediaan bahan pangan.
Tujuh hari kemudian, terjadilah banjir besar yang berlangsung
selama 40 hari 40 malam. Setelah air surut, perahu itu berlabuh di puncak
gunung Ararat (Agri)
Babilonia
Ut-Napishtim adalah
persamaan tokoh bangsa Babilonia terhadap pahlawan dalam peristiwa banjir dalam
kisah bangsa Sumeria, yaitu Ziusudra. Tokoh penting yang lain
adalahGilgamesh.
Menurut legenda,
Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya agar mengungkapkan
rahasia kehidupan yang abadi. Ia melakukan sebuah perjalanan yang menantang
bahaya. Ia diperintahkan supaya melakukan perjalanan melewati “Gunung Mashu dan
Air Kematian”, dan sebuah perjalanan yang hanya dapat diselesaikan oleh seorang
anak tuhan bernama Shamash.
Gilgamesh bertanya
kepada Ut-Napishtim bagaimana ia dapat memperoleh keabadian. Lalu, Ut-Napishtim
menceritakan kepadanya kisah tentang banjir sebagai jawaban atas pertanyaannya.
Banjir juga diceritakan dalam kisah Duabelas Meja (twelve tables)
yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh
India
Dalam epik India yang berjudul Shatapa
Brahmana dan Mahabharata, seseorang yang disebut dengan Manu diselamatkan
dari banjir bersama dengan Rishiz.
Menurut legenda, seekor ikan yang ditangkap dan diselamatkan oleh Manu,
tiba-tiba berubah menjad besar dan mengatakan kepadanya untuk membuat sebuah
perahu dan mengikatkan perahu tersebut ke tanduknya. Ikan ini dilambangkan
sebagai penjelmaan dari Dewa Wisnu. Lalu, ikan tersebut menuntun
kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara ke Gunung Hismavat.
Wales
Menurut legenda Welsh dikatakan, Dwynwen dan Dwfach sekamat
dari bencana yang besar dengan sebuah perahu. Ketika banjir yang amat
mengerikan terjadi setelah meluapnya Llynllion, yang disebut dengan Danau
Gelombang. Setelah selamat, keduanya kemudian kembali dan menghuni daratan
Inggris.
Cina
Sumber di bangsa Cina menghubungkan cerita ini
dengan seseorang yang dipanggil dengan nama Yao bersama dengan
tujuh orang lain, atau Fa Li bersama dengan istri dan
anak-anaknya. Mereka diselamatkan dari bencana banjir dan gempa bumi dalam
sebuah perahu layar. Disni dikatakan, “Dunia semuanya berada dalam kehancuran.
Air menyembur dan menutupi semua tempat”. Akhirnya, air surut.
Lithuania
Diceritakan bahwa
beberapa pasang manusia dan binatang, diselmatkan dengan berlindung di puncak
permukaan gunung yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung selama
12 hari 12 malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung, dan hampir akan
menenggelamkan yang ada di atas puncak gunung tersebut, Sang Pencipta
melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka. Sehingga, mereka yang
berada di atas gunung tersebut diselamtkan dari bencana dengan berlayar didalam
kulit kacang raksasa ini.
Yunani
Dewa Zeus memutuskan untuk menghancurkan orang-orang yang semakian
berbuat kesesatan setiap saat memlalui sebuah banjir. Hanya Deucalion dan
istrinya, Pyrrha, yang diselamatkan dari banjir karena ayah
Deucalion sebe;umnya telah menyarankan anaknya untuk membuat sebuah bahtera.
Pasangan ini turun ke Gunung Parnassis pada hari kesembilan setelah turun dari
bahtera.
Skandinavia
Legenda Nordic
Edda menyebutkan tentang Bergalmir dan istrinya, yang
selamat dari banjir dengan sebuah kapal besar.
Langganan:
Postingan (Atom)