RSS

Biografi Jokowi (Joko Widodo)

Jokowi adalah tokoh pemimpin terpuji Walikota Solo dan berperan memperomosikan Mobil ESEMKA. Ir. Joko Widodo (Jokowi) adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Jokowi lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961. Agama Jokowi adalah Islam. Pada 2012 Jokowi memenangkan Pilkada DKI Jakarta dan ditetapkan sebagi Gubernur DKI Jakarta. Banyak pihak optimis dengan kinerja Jokowi dan wakilnya Ahok untuk memperbaiki kota Jakarta yang semerawut.

Jokowi


Biografi Jokowi (Joko Widodo)

Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota Solo, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.


Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto “Solo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukankomunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.
Berkat prestasi tersebut, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″ oleh Majalah Tempo.

Asal Nama Julukan Jokowi

“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus,‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang.
Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.”
Bagaimana ceritanya sehingga dia bisa dicintai masyarakat Solo? Kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya senang? Mengapa pula dia harus menginjak pegawainya? Berikut wawancara wartawan Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang setengah hari di seputaran Solo.

Sikap apa yang Anda bawa dalam menjalankan karier sebagai birokrat?
Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja.
Bener, saya tidak muluk-muluk dan sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak. Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali.
Contoh, lima tahun yang lalu, pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak.
Awalnya reaksi internal bagaimana?
Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan.
Untuk mengubah sistem proses KTP itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat. Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah.
Nyatanya, setelah mereka hilang, sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000.
Anda juga punya pengalaman menarik dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan?
Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan.
Lima tahun yang lalu, mereka saya undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali, saya ajak makan siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. Enggak usah di-gebukin.


Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa tidak di tiga bulan pertama?
Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota.
Situasi panas itu sampai pertemuan ke berapa?
Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar.
Yang sulit itu, mereka meminta jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah, bagaimana wali kota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklankan di televisi lokal, di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka mau pindah.
Pindahnya mereka saya siapkan 45 truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang enggak ada di dunia mana pun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang terbuka hijau kembali.
Omzetnya di tempat yang baru?
Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya.
Bagaimana dengan PKL yang lain?
Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah.
Lha yang repot sekarang ini malah pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi.

Tampaknya, pemberdayaan pasar menjadi perhatian Anda?
Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar.
Dulu, ketika saya masuk, pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income seperti itu.
Sementara kalau mal, enggak tahu saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi. Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan.
Tapi, sepertinya Pasar Klewer belum tersentuh ya, kondisinya masih kurang nyaman?
Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja.
Soal pendidikan, di beberapa daerah sudah banyak dilakukan pendidikan gratis, apakah di Solo juga begitu?
Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu.
Itu juga yang diberlakukan untuk kesehatan?
Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongansangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.


Tampaknya, sekarang masyarakat sudah percaya pada Anda, padahal di awal terpilih, banyak yang sangsi?
Yah, satu tahun, lah. Namanya belum dikenal, saya kan bukan potongan wali kota, kurus, jelek. Saya juga enggak pernah muncul di Solo, apalagi bisnis saya 100 persen ekspor. Ada yang sangsi, ya biar saja, sampai sekarang enggak apa-apa. Mau sangsi, mau menilai jelek, terserah orang.
Dulu, apa niat awalnya jadi wali kota?
Enggak ada niat, kecelakaan. Ndak tahu itu. Dulu, pilkada pertama, kita dapat suara 37 persen, menang tipis. Wong saya bukan orang terkenal, kok. Yang lain terkenal semuanya kan, saya enggak. Tapi, kelihatannya masyarakat sudah malas dengan orang terkenal. Mau coba yang enggak terkenal. Coba-coba, jadi saya bilang kecelakaan tadi itu memang betul.
Hal apa yang paling mengesankan selama Anda menjadi wali kota?
Paling mengesankan? Paling mengesankan itu, kalau dulu, kan, wali kota mesti meresmikan hal yang gede-gede. Meresmikan mal terbesar besar misalnya. Tapi, sekarang, gapura, pos ronda, semuanya saya yang buka, kok. Pos ronda minta dibuka wali kota, gapura dibuka wali kota, ya gimana rakyat yang minta, buka aja. Ya, kadang-kadang lucu juga. Tapi kita nikmati.
Apa kesulitan yang paling pertama Anda temui saat menjabat sebagai wali kota?
Masalah aturan. Betul. Kita, kalau di usaha, mencari yang se-simpel mungkin, seefisien mungkin. Tapi, kita di pemerintahan enggak bisa, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, aturannya enggak terpenuhi, enggak bisa jalani. Harusnya, bisa kita kerjain dua minggu, harus menunggu dua tahun. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu kita sendiri, terlalu prosedural. Kita ini jadi negara prosedur.
Apa pertimbangannya saat Anda mencalonkan untuk kali kedua?
Sebetulnya, saya enggak mau. Mau balik lagi ke habitat tukang kayu. Saat itu, setiap hari datang berbondong-bondong berbagai kelompok yang mendorong saya maju lagi. Mereka katakan, ini suara rakyat. Saya berpikir, ini benar ndak, apa hanya rekayasa politik. Dua minggu saya cuti, pusing saya mikir itu. Saya pulang, okelah saya survei saja. Saya survei pertama, dapatnya 87 persen. Enggak percaya, saya survei lagi, dapatnya 87 persen lagi.


Setelah survei itu, saya melihat, benar-benar ada keinginan masyarakat. Jadi, yang datang ke saya itu benar. Dan ternyata memang saya dapat hampir 91 persen. Saya lihat ada harapan dan ekspektasi yang terlalu besar. Perhitungan saya 65-70 persen. Hitungan di atas kertas 65:35, atau 60:40, kira-kira.
Ada kekhwatiran tidak, ketika lepas jabatan, semua yang Anda bangun tetap terjaga?
Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya.

Biodata Joko Widodo

Nama : Joko Widodo
Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 21 Juni 1961
Agama : Islam
Pekerjaan : Pengusaha
Agama : Islam
Profil Facebook : jokowi
Akun twitter : jokowi_do2
Email: jokowi@indo.net.id
Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No. 2 Telp. 644644, 642020, Psw 400, Fax. 646303
Alamat Rumah Dinas : Rumah Dinas Loji Gandrung Jl. Slamet Riyadi No. 261 Telp. 712004
HP. 0817441111
Pendidikan:
§  SDN 111 Tirtoyoso Solo
§  SMPN 1 Solo
§  SMAN 6 Solo
§  Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985
Karir:
§  Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
§  Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
§  Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)
Penghargaan:
§  Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″
§  Menjadi walikota terbaik tahun 2009
§  Pak Joko Widodo jg meraih penghargaan Bung Hatta Award, atas kepemimpinan dan kinerja beliau selama membangun dan memimpin kota Solo.
§  Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Award
Selain itu, berkat kepemimpinan beliau (dan tentunya semua pihak yg membantu), kota Solo jg banyak meraih penghargaan, di antaranya
§  Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
§  Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
§  Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
§  Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum
§  Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=GRUqUJdKx5s


pelantikan-joko-widodo




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Keluarga Alawiyyin di Hadramaut,Nabi Hud as dan Hadramaut

Nabi Hud as dan Hadramaut.

Hadramaut adalah suatu daerah yang terletak di Timur Tengah, tepatnya di kawasan seluruh pantai Arab Selatan dari mulai Aden sampai Tanjung Ras al-Hadd. Menurut sebagian orang Arab, Hadramaut hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, yaitu daerah pantai di antara pantai desa-desa nelayan Ain Ba Ma'bad dan Saihut beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya. Penamaan Hadramaut menurut penduduk adalah nama seorang anak dari Qahthan bin Abir bin Syalih bin Arfahsyad bin Sam bin Nuh yang bernama Hadramaut, yang pada saat ini nama tersebut disesuaikan namanya dengan dua kata arab hadar dan maut.
Nabi Hud merupakan salah satu nabi yang berbangsa Arab selain Nabi Saleh, Nabi Ismail dan Nabi Muhammad SAW. Nabi Hud diutus kepada kaum 'Ad yang merupakan generasi keempat dari Nabi Nuh, yakni keturunan Aus bin Aran bin Sam bin Nuh. Mereka tinggal di Ahqaf yakni jalur pasir yang panjang berbelok-belok di Arab Selatan, dari Oman di Teluk Persia hingga Hadramaut dan Yaman di Pantai Selatan Laut Merah. Dahulu Hadramaut dikenal dengan Wadi Ahqaf, Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata bahwa al-Ahqaf adalah al-Khatib al-Ahmar. Makam Nabi Hud secara tradisional masih ada di Hadramaut bagian Timur dan pada tanggal 11 Sya'ban banyak dikunjungi orang untuk berziarah ke makam tersebut dengan membaca tiga kali surah Yasin dan doa nisfu Sya'ban. Ziarah nabi Hud pertama kali dilakukan oleh al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan setelah beliau wafat, ziarah tersebut dilakukan oleh anak keturunannya. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad semasa hidupnya sering berziarah ke makam Nabi Hud. Beliau sudah tiga puluh kali berziarah ke sana dan beliau lakukan pada setiap bulan Sya'ban. Dalam ziarah tersebut beliau berangkat bersama semua anggota kerabat yang tinggal di dekatnya. Beliau tinggal (di dekat pusara Nabi Hud) selama beberapa hari hingga maghrib menjelang malam nisfu sya'ban. Beliau menganjurkan kaum muslimin untuk berziarah ke sana, bahkan beliau mewanti-wanti, "Barangsiapa berziarah ke (makam) Nabi Hud dan di sana ia menyelenggarakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, ia akan mengalami tahun yang baik dan indah." Menurut sebagian ulama kasyaf, makam Nabi Hud merupakan tempat penobatan para waliyullah.
Setibanya di syi'ib Nabi Hud (lembah antara dua bukit tempat pusara nabi Hud), Imam al-Haddad bertemu dengan beberapa orang sayyid dan waliyullah, sehingga pertemuan itu menjadi majlis pertukaran ilmu dan pandangan.
Dalam bahasa Ibrani asal nama Hadramaut adalah 'Hazar Maweth' yang berdasarkan etimologi, rakyat mengaggapnya berhubungan dengan gagasan "hadirnya kematian" yaitu berkaitan dengan hadirnya Nabi Saleh as ke negeri itu, yang tidak lama kemudian meninggal dunia. Pengertian lain kata Hadramaut menurut prasasti penduduk asli Hadramaut adalah "panas membakar", sesuai dengan pendapat Moler dalam bukunya Hadramaut, mengatakan bahwa Hadramaut sebenarnya berarti negeri yang panas membakar. Sebuah legenda yang dipercayai masyarakat Hadramaut bahwa negeri ini diberi nama Hadramaut karena dalam negeri tersebut terdapat sebuah pohon yang disebut al-Liban semacam pohon yang baunya menurut kepercayaan mereka sangat mematikan. Oleh karena itu, setiap orang yang datang (hadar) dan menciumnya akan mati (maut).

Kota-kota di Hadramaut.

Di antara pelabuhan yang cukup penting di pantai Hadramaut adalah al-Syihir dan al-Mokalla. Asy-Syihir merupakan bandar penting yang melakukan perdagangan dengan pantai Afrika Timur, Laut Merah, Teluk Persia, India dan pesisir Arab Selatan terutama Moskat, Dzofar dan Aden serta perdagangan dengan bangsa Eropa dan bangsa-bangsa lainnya. Kota Syibam merupakan salah satu kota penting di negeri itu. Syibam merupakan kota Arab terkenal yang dibangun menurut gaya tradisional. Di kota ini terdapat lebih dari 500 buah rumah yang dibangun rapat, bertingkat empat atau lima. Orang Barat menjulukinya 'Manhattan of the Desert'. Kota tua ini telah menjadi ibukota Hadramaut sejak jatuhnya Syabwah (pada abad ke 3 sampai abad ke 16). Karena dibangun di dasar wadi yang agak tinggi, kota ini rentan terhadap banjir, seperti yang dialaminya tahun 1532 dan 1533. Kota-kota besar di sebelah Timur Syibam adalah al-Gorfah, Syeiun, Taribah, al-Goraf, al-Sowairi, Tarim, Inat dan al-Qasm.
Saiyun merupakan kota terpenting di Hadramaut pada abad ke 19, kota terbesar yang merupakan ibukota protektorat terletak 320 km dari Mokalla'. Ia juga sering dijuluki 'Kota Sejuta Pohon Kurma' karena luasnya perkebunan kurma di sekitarnya.
Kota lain di sebelah Timur Syibam adalah Tarim, yang terletak sekitar 35 km di Timur Saiyun. Di satu sisi kota ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain di kelilingi oleh perkebunan kurma. Sejak dulu, Tarim merupakan pusat Mazhab Syafi'i. Antara abad ke 17 dan abad ke 19 telah terdapat lebih dari 365 masjid. Kota Tarim atau biasa dibaca Trim termasuk kota lama. Nama Tarim, menurut satu riwayat diambil dari nama seorang raja yang bernama Tarim bin Hadramaut. Dia juga disebut dengan Tarim al-Ghanna atau kota Tarim yang rindang karena banyak pepohonan dan sungai. Kota tersebut juga dikenal dengan kota al-Shiddiq karena gubernurnya Ziyad bin Lubaid al-Anshari ketika menyeru untuk membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, maka penduduk Tarim adalah yang pertama mendukungnya dan tidak ada seorang pun yang membantahnya hingga khalifah Abu Bakar mendoakan penduduk Tarim dengan tiga permintaan: (1) agar kota tersebut makmur, (2) airnya berkah, dan (3) dihuni oleh banyak orang-orang saleh. Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ba'abad berkata bahwa: "al-Shiddiq akan memberikan syafa'at kepada penduduk Tarim secara khusus".
Menurut suatu catatan dalam kitab al-Ghurar yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ali bin Alawi Khirid, bahwa keluarga Ba'alawi pindah dari Desa Bait Jubair ke kota Tarim sekitar tahun 521 hijriyah. Setelah kepindahan mereka kota Tarim dikenal dengan kota budaya dan ilmu. Diperkirakan, pada waktu itu di kota Tarim ada sekitar 300 orang ahli fiqih, bahkan pada barisan yang pertama di masjid agung kota Tarim dipenuhi oleh ulama fiqih kota tersebut. Adapun orang pertama dari keluarga Ba'alawi yang hijrah ke kota Tarim adalah Syaikh Ali bin Alwi Khali' Qasam dan saudaranya Syaikh Salim, kemudian disusul oleh keluarga pamannya yaitu Bani Jadid dan Bani Basri.
Diceritakan bahwa pada kota Tarim terdapat tiga keberkahan: (1) keberkahan pada setiap masjidnya, (2) keberkahan pada tanahnya, (3) keberkahan pada pergunungannya. Keberkahan masjid yang dimaksud adalah setiap masjid di kota Tarim pada waktu sesudah kepindahan Ba'alawi menjadi universital-universitas yang melahirkan ulama-ulama terkenal pada masanya. Di antara masjid-masjid di kota Tarim yang bersejarah ialah masjid Bani Ahmad yang kemudian dikenal dengan masjid Khala' Qasam setelah beliau berdomisili di kota tersebut. Masjid tersebut dibangun dengan batu, tanah dan kayu yang diambil dari desa Bait Jubair karena tanah dari desa tersebut dikenal sangat bagus, kemudian masjid tersebut dikenal dengan masjid Ba'alawi. Bangunan masjid Ba'alawi nyaris sebagian tiangnya roboh dan direnovasi oleh Muhammad Shahib Mirbath. Pada awal abad ke sembilan hijriyah, Syaikh Umar Muhdhar merenovasi kembali bagian depan dari masjid tersebut.

Naqib dan Munsib.

Di lembah yang terletak antara Syibam dan Tarim dengan Saiyun di antaranya terdapat lebih dari sepertiga penduduk Hadramaut. Dari sini pula kebanyakan orang Arab di Indonesia. Di antara penduduk Hadramaut terdapat kaum Alawiyin yang lebih dikenal dengan golongan Sayid. Golongan Sayid sangat besar jumlah anggotanya di Hadramaut terutama di kota Tarim dan Saiyun, mereka membentuk kebangsawanan beragama yang sangat dihormati, sehingga secara moral sangat berpengaruh pada penduduk. Mereka terbagi dalam keluarga-keluarga (qabilah), dan banyak di antaranya yang mempunyai pemimpin turun temurun yang bergelar munsib.
Munsib merupakan perluasan dari tugas 'Naqib' yang mulai digunakan pada zaman Imam Ahmad al-Muhajir sampai zaman Syekh Abu Bakar bin Salim. Seorang 'naqib' adalah mereka yang terpilih dari anggota keluarga yang paling tua dan alim, seperti Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf. Ketika terpilih menjaga 'naqib', beliau mengajukan beberapa persyaratan, diantaranya:
1. Kepala keluarga Alawiyin dimohon kesediaannya untuk menikahkan anak-anak perempuan mereka dari keluarga kaya dengan anak laki-laki dari keluarga miskin, begitu pula sebaliknya untuk menikahkan anak laki-laki dari keluarga kaya dengan anak perempuan dari keluarga miskin.
2. Menurunkan besarnya mahar pernikahan dari 50 uqiyah menjadi 5 uqiyah, sebagaimana perintah shalat dari 50 waktu menjadi 5 waktu.
3. Tidak menggunakan tenaga binatang untuk menimba air secara berlebihan.
Setelah Syekh Umar Muhdhar wafat, jabatan 'naqib' dipegang oleh Syekh Abdullah Alaydrus bin Abu Bakar al-Sakran, Syekh Abu Bakar al-Adeni Alaydrus, Sayid Ahmad bin Alwi Bajahdab, Sayid Zainal Abidin Alaydrus.
Menurut Syekh Ismail Yusuf al-Nabhani dalam kitabnya 'Al-Saraf al-Muabbad Li Aali Muhammad' berkata: "Salah satu amalan yang khusus yang dikerjakan oleh keluarga Rasulullah, adanya 'naqib' yang dipilih di antara mereka". Naqib dibagi menjadi dua, yaitu:
Naqib Umum ( al-Naqib al-Am ), dengan tugas:
1. Menyelesaikan pertikaian yang terjadi di antara keluarga
2. Menjadi ayah bagi anak-anak dari keluarga yatim
3. Menentukan dan menjatuhkan hukuman kepada mereka yang telah membuat suatu kesalahan atau menyimpang dari hukum agama.
4. Mencarikan jodoh dan menikahkan perempuan yang tidak punya wali.
Naqib khusus (al-Naqib al-khos), dengan tugas:
1. Menjaga silsilah keturunan suatu kaum
2. Mengetahui dan memberi legitimasi terhadap nasab seseorang.
3. Mencatat nama-nama anak yang baru lahir dan yang meninggal.
4. Memberikan pendidikan akhlaq kepada kaumnya.
5. Menanamkan rasa cinta kepada agama dan melarang untuk berbuat yang tidak baik.
6. Menjaga keluarga dari perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama.
7. Menjaga keluarga bergaul kepada mereka yang mempunyai akhlaq rendah demi kemuliaan diri dan keluarganya.
8. Mengajarkan dan mengarahkan keluarga tentang kebersihan hati
9. Menjaga orang yang lemah dan tidak menzaliminya.
10. Menahan perempuan-perempuan mereka menikah kepada lelaki yang tidak sekufu'.
11. Menjaga harta yang telah diwakafkan dan membagi hasilnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
12. Bertindak tegas dan adil kepada siapa saja yang berbuat kesalahan.
Dewan naqabah terdiri dari sepuluh anggota yang dipilih. Setiap anggota mewakili kelompok keluarga atau suku dan dikukuhkan lima orang sesepuh suku itu dan menjamin segala hak dan kewajiban yang dibebankan atas wakil mereka. Dewan yang terdiri dari sepuluh anggota ini mengatur segala sesuatu yang dipandang perlu sesuai kepentingan, dan bersesuaian pula dengan ajaran syari'at Islam serta disetujui oleh pemimpin umum. Apabila keputusan telah ditetapkan maka diajukanlah kepada pemimpin umum (naqib) untuk disahkan dan selanjutnya dilaksanakan.
Dari waktu ke waktu tugas 'naqib' semakin berat, hal itu disebabkan banyak keluarga dan mereka menyebar ke berbagai negeri yang memerlukan perjalanan berhari-hari untuk bertemu 'naqib' jika mereka hendak bertemu untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Untuk meringankan tugas 'naqib' tersebut, maka terbentuklah 'munsib'. Para munsib berdiam di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarganya. Jabatan munsib diterima secara turun menurun, dan di antara tugasnya selalu berusaha mendamaikan suku-suku yang bersengketa, menjamu tamu yang datang berkunjung, menolong orang-orang lemah, memberi petunjuk dan bantuan kepada mereka yang memerlukan. Sebagaian besar munsib Alawiyin muncul pada abad sebelas dan abad ke dua belas hijriyah, diantaranya keluarga bin Yahya mempunyai munsib di al-Goraf, keluarga al-Muhdar di al-Khoraibah, keluarga al-Jufri di dzi-Asbah, keluarga al-Habsyi di khala' Rasyid, keluarga bin Ismail di Taribah, keluarga al-Aidrus di al-Hazm, Baur, Salilah, Sibbi dan ar-Ramlah, keluarga Syekh Abu Bakar di Inat, keluarga al-Attas di al-Huraidah, keluarga al-Haddad di al-Hawi dan keluarga Aqil bin Salim di al-Qaryah.

Keluarga golongan sayid.

Keluarga golongan Sayid yang berada di Hadramaut adalah:
Aal-Ibrahim Al-Ustadz al-A'zhom Asadullah fi Ardih
Aal-Ismail Aal-Bin Ismail Al-A'yun
Aal-Albar Aal-Battah Aal-Albahar
Aal-Barakat Aal-Barum Aal-Basri
Aal-Babathinah Aal-Albaiti Aal-Babarik
Aal-Albaidh Al-Turobi Aal-Bajahdab
Jadid Al-Jaziroh Aal-Aljufri
Jamalullail Aal-Bin Jindan Al-Jannah
Aal-Junaid Aal-Aljunaid Achdhor Aal-Aljailani
Aal-Hamid Aal-Alhamid Aal-Alhabsyi
Aal-Alhaddad Aal-Bahasan Aal-Bahusein
Hamdun Hamidan Aal-Alhiyyid
Aal-Khirid Aal-Balahsyasy Aal-Khomur
Aal-Khaneiman Aal-Khuun Aal-Maula Khailah
Aal-Dahum Maula al-Dawilah Aal-Aldzahb
Aal-Aldzi'bu Aal-Baraqbah Aal-Ruchailah
Aal-Alrusy Aal-Alrausyan Aal-Alzahir
Aal-Alsaqqaf Al-Sakran Aal-Bin Semith
Aal-Bin Semithan Aal-Bin Sahal Aal-Assiri
Aal-Alsyatri Aal-Syabsabah Aal-Alsyili
Aal-Basyamilah Aal-Syanbal Aal-Syihabuddin
Al-Syahid Aal-Basyaiban Al-Syaibah
Aal-Syaikh Abi Bakar Aal-Bin Syaichon Shahib al-Hamra'
Shahib al-Huthoh Shahib al-Syubaikah Shahib al-Syi'ib
Shahib al-Amaim Shahib Qasam Shahib Mirbath
Shahib Maryamah Al-Shodiq Aal-Alshofi Alsaqqaf
Aal-Alshofi al-Jufri Aal-Basuroh Aal-Alshulaibiyah
Aal-Dhu'ayyif Aal-Thoha Aal-Al thohir
Aal-Ba'abud Al-Adeni Aal-Al atthas
Aal-Azhamat Khan Aal-Aqil Aal-Ba'aqil
Aal-Ba'alawi Aal-Ali lala Aal-Ba'umar
Aal-Auhaj Aal-Aydrus Aal-Aidid
Al-Ghozali Aal-Alghozali Aal-Alghusn
Aal-Alghumri Aal-Balghoits Aal-Alghaidhi
Aal-Fad'aq Aal-Bafaraj Al-Fardhi
Aal-Abu Futaim Al-Faqih al-Muqaddam Aal-Bafaqih
Aal-Faqih Aal-Bilfaqih Al-Qari'
Al-Qadhi Aal-Qadri Aal-Quthban
Aal-Alkaf Kuraikurah Aal-Kadad
Aal-Karisyah Aal-Mahjub Al-Muhdhar
Aal-Almuhdhar Aal-Mudhir Aal-Mudaihij
Abu Maryam Al-Musawa Aal-Almusawa
Aal-Almasilah Aal-Almasyhur Aal-Masyhur Marzaq
Aal-Musyayakh Aal-Muzhahhir Al-Maghrum
Aal-Almaqdi Al-Muqlaf Aal-Muqaibil
Aal-Maknun Aal-Almunawwar Al-Nahwi
Aal-Alnadhir Al-Nuqa'i Aal-Abu Numai
Al-Wara' Aal-Alwahath Aal-Hadun
Aal-Alhadi Aal-Baharun Aal-Bin Harun
Aal-Hasyim Aal-Bahasyim Aal-Bin Hasyim
Aal-Alhaddar Aal-Alhinduan Aal-Huud
Aal-Bin Yahya
Keluarga Alawiyin di atas adalah keturunan dari Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi, sedangkan yang bukan dari keturunan Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi, adalah:

Aal-Hasni Aal-Barakwan Aal-Anggawi
Aal-Jailani Aal-Maqrabi Aal-Bin Syuaib
Aal-Musa al-Kadzim Aal-Mahdali Aal-Balakhi
Aal-Qadiri Aal-Rifai Aal-Qudsi

Sedangkan yang tidak berada di Indonesia kurang lebih berjumlah 40 qabilah, diantaranya qabilah Abu Numai al-Hasni yaitu leluhur Almarhum Raja Husein (Yordania) dan sepupunya Almarhum Raja Faisal (mantan raja Iraq) dan qabilah al-Idrissi, yaitu leluhur mantan raja-raja di Tunisia dan Libya.

Pemakaman Zanbal, Furait dan Akdar di Tarim.

Pusat pemukiman Kaum Alawiyin di Hadramaut ialah kota Tarim. Di sana terdapat tanah perkuburan Bisyar yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Zanbal, Furait dan Akdar. Di perkuburan Zanbal, al-Faqih Muqaddam dan semua sayyid terkemuka dari Kaum Alawiyin dimakamkan, di Furait terdapat perkuburan para masyaikh, dan Akdar merupakan perkuburan umum. Di pemakaman Zanbal, para Saadah al-Asraf, Ulama Amilin, Auliya' dan Sholihin yang tidak terhitung jumlahnya dikuburkan di sana. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah berkata: "Lebih dari sepuluh ribu auliya' al-akbar, delapan puluh wali quthub dari keluarga alawiyin di makamkan di Zanbal". Seperti diriwayatkan oleh Syaikh Saad bin Ali: "Di pemakaman Zanbal dikuburkan para sahabat Rasulullah saw , mereka wafat ketika menunaikan tugas untuk memerangi ahli riddah. Mereka banyak yang wafat di Tarim dan tidak diketahui kuburnya". Akan tetapi Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah, berkata: "Sesungguhnya letak kubur mereka sebelah Timur dari kubur al-Ustadz al-A'zhom Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam". Berkata Syaikh Muhammad bin Aflah: "Sesungguhnya dari masjid Abdullah bin Yamani sampai akhir pemakaman Zanbal terdapat perkuburan para ulama dan auliya". Menurut ulama kasyaf, Rasulullah dan para sahabatnya sering berziarah ke pemakaman tersebut.
Pertama kali makam yang diziarahi di perkuburan Zanbal adalah makam al-Ustadz al-A'zham Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam. Berkata Syaikh Ahmad bin Muhammad Baharmi: "Saya melihat Syaikhoin Abu Bakar dan Umar ra dalam mimpi berkata kepada saya, jika engkau ingin berziarah maka yang pertama kali diziarahi ialah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, kemudian ziarahilah siapa yang engkau kehendaki". Berkata sebagian para Saadah al-Akbar: "Barangsiapa berziarah kepada orang lain sebelum berziarah kepada al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, maka batallah ziarahnya". Kemudian ziarah kepada cucunya Syaikh Abdullah Ba'alwi, kemudian kubur ayahnya Alwi bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian Imam Salim bin Basri, kemudian ziarah kepada Syaikh Abdullah bin al-Faqih al-Muqaddam, Ali bin Muhammad Shahib Marbath, Ali bin Abdullah Ba'alwi, kemudian Syaikh Abdurahman Assaqqaf dan ayahnya Muhammad Maula Dawilah, ayahnya Ali bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian kakeknya Ali bin Alwi Khali' Qasam, Muhammad bin Hasan Jamalullail dan ayah serta kakeknya, kemudian Syaikh Muhammad bin Ali Aidid, Ali, Muhammad, Alwi, Syech bin Abdurahman Assaqqaf, kemudian ziarah kepada Syaikh Umar Muhdhor, Syaikh Ali bin Abi Bakar al-Sakran, kemudian Syaikh Hasan Alwara' dan ayahnya Syaikh Muhammad bin Abdurahman, kemudian para auliya' sholihin seperti al-Qadhi Ahmad Ba'isa, kemudian Syaikh Abdullah Alaydrus, Syaikhoin Muhammad dan Abdullah bin Ahmad bin Husin Alaydrus, kemudian Syaikh Abdullah bin Syech, Sayid Ali Zainal Abidin bin Syaikh Abdullah.
Selain pemakaman Zanbal, terdapat pula pemakaman Furait. Dalam kamus bahasa Arab arti Furait adalah gunung kecil. Di tempat tersebut dikuburkan keluarga Bafadhal serta para ulama, auliya', sholihin yang tak terhitung jumlahnya. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah berkata: "Di tempat itu dikuburkan lebih dari sepuluh ribu wali" Beberapa ulama kasyaf menyaksikan, sesungguhnya rahmat Allah yang turun pertama kali di dunia ini di pemakaman Furait. Syaikh Abdurahman Assaqqaf, Sayid Abdullah bin Ahmad bin Abi Bakar bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan sebagian ulama di Makkah menceritakan bahwa dibawah tanah Furait terdapat taman dari taman-taman surga.
Di pemakaman Furait, mulai ziarah diawali kepada Syaikh Salim bin Fadhal, kemudian Syaikh Fadhal bin Muhammad bin al-faqih Ahmad, Syaikh Fadhal bin Muhammad, kemudian kepada Syaikh Ahmad yahya dan ayah serta pamannya, kemudian Syaikh Ibrahim bin Yahya Bafadhal, Syaikh Abu Bakar bin Haj, kemudian kepada Imam al-Qudwah Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Arif Billah Umar bin Ali Ba'umar, Imam Ahmad bin Muhammad Bafadhal, Ali bin al-Khatib, Syaikh Abdurahman bin Yahya al-Khatib, Syaikh Ahmad bin Ali al-Khatib, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abilhub dan anaknya Said, Imam Saad bin Ali.
Pemakaman ketiga yang terkenal di kota Tarim adalah pemakaman Akdar. Di perkuburan Akdar, yang dimakamkan di sana di antaranya para ulama, auliya' al-arifin dari keluarga Basri, keluarga Jadid, keluarga Alwi, keluarga Bafadhal, keluarga Baharmi, keluarga Bamahsun, keluarga Bamarwan, keluarga Ba'Isa, keluarga Ba'ubaid dan lainnya.

Akhlaq dan kebiasaan kaum Alawiyin.

Kaum Alawiyin tetap dalam kebiasaan mereka menuntut ilmu agama, hidup zuhud di dunia (tidak bergelimang dalam kesenangan duniawi) dan mereka juga menghindar dari popularitas (syuhrah). Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata: " Syuhrah bukan adat kebiasaan kami, kaum Alawiyin … " selanjutnya beliau berkata: " kedudukan kami para sayid Alawiyin tidak dikenal orang. Jadi tidak seperti yang ada pada beberapa wali selain mereka (kaum Alawiyin), yang umumnya mempunyai sifat-sifat berlainan dengan sifat-sifat tersebut. Sifat tersebut merupakan soal besar dalam bertaqarrub kepada Allah dan dalam memelihara keselamatan agama (kejernihan iman)."
Imam al-Haddad berkata pula: " Dalam setiap zaman selalu ada wali-wali dari kaum Alawiyin, ada yang dzahir (dikenal) dan ada yang khamil (tidak dikenal). Yang dikenal tidak perlu banyak, cukup hanya seorang saja dari mereka, sedangkan yang lainnya biarlah tidak dikenal. Dari satu keluarga dan dari satu negeri tidak perlu ada dua atau tiga orang wali yang dikenal. Soal al-sitru (menutup diri) berdasarkan dua hal: pertama, seorang wali menutup dirinya sendiri hingga ia sendiri tidak tahu bahwa dirinya adalah wali. Kedua, wali yang menutup dirinya dari orang lain, yakni hanya dirinya sendiri yang mengetahui bahwa dirinya wali, tetapi ia menutup (merahasiakan) hal itu kepada orang lain. Orang lain tidak mengetahui sama sekali bahwa ia adalah wali.
Sehubungan dengan tidak tampaknya para wali, Habib Abdullah al-Haddad menulis syair: "Apakah mereka semua telah mati, apakah mereka semua telah musnah, ataukah mereka bersembunyi, karena semakin besarnya fitnah."
Tidak tampaknya para wali merupakan hikmah Allah, begitu pula tampaknya para wali. Tampak atau tidak tampak, para wali bermanfaat bagi manusia. Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ditanya: "Apakah manfaat dari ketidak tampakan para wali ?". Beliau menjawab: "Tidak tampaknya para wali bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi wali itu sendiri. Sebab, sang wali dapat beristirahat dari manusia dan manusia tidak beradab buruk kepadanya. Mungkin kau meyakini kewalian seseorang, tetapi setelah melihatnya kau lalu berprasangka buruk. Seorang yang saleh bukanlah orang yang mengetahui kebenaran melalui kaum sholihin. Akan tetapi orang saleh adalah orang yang mengenal kaum sholihin melalui kebenaran."
Sayid Ahmad bin Toha berkata kepada Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, "Aku tidak tahu bagaimana para salaf kita mendapatkan wilayah (kasyaf), padahal usia mereka masih sangat muda. Adapun kita, kita telah menghabiskan sebagian besar umur kita, namun tidak pernah merasakan walau sedikitpun. Aku tidak mengetahui yang menyebabkan itu ?". Habib Ali lalu menjawab:"Ketaatan dari orang yang makannya haram, seperti bangunan didirikan di atas gelombang. Karena ini dan juga karena berbagai sebab lain yang sangat banyak. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi seseorang daripada bergaul dengan orang-orang jahat. Majlis kita saat ini menyenangkan dan membangkitkan semangatmu. Ruh-ruh mengembara di tempat ini sambil menikmati berbagai makanan hingga ruh-ruh itu menjadi kuat. Namun, sepuluh majlis lain kemudian mengotori hatimu dan merusak apa yang telah kau dapatkan. Engkau membangun, tapi seribu orang lain merusaknya. Apa manfaatnya membangun jika kemudian dhrusak lagi ? kau ingin meningkat ke atas tapi orang lain menyeretmu ke bawah."
Menurut ulama ahlul kasyaf , wali quthub adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para wali. Ia hanya satu orang dalam setiap zaman. Quthub biasa pula disebut Ghauts (penolong), dan termasuk orang yang paling dekat dengan Tuhan. Selain itu, ia dipandang sebagi pemegang jabatan khalifah lahir dan bathin. Wali quthub memimpin pertemuan para wali secara teratur, yang para anggotanya hadir tanpa ada hambatan ruang dan waktu. Mereka datang dari setiap penjuru dunia dalam sekejap mata, menembus gunung, hutan dan gurun.
Wali quthub dikelilingi oleh dua orang imam sebagai wazirnya. Di samping itu, ada pula empat orang autad (pilar-pilar) yang bertugas sebagai penjaga empat penjuru bumi. Masing-masing dari empat orang autad itu berdomisili di arah Timur, Barat, Utara dan Selatan dari Ka'bah. Selain itu, terdapat pula tiga orang nuqaba', tujuh abrar, empat puluh wali abdal, tiga ratus akhyar dan empat ribu wali yang tersembunyi. Para wali adalah pengatur alam semesta, setiap malam autad mengelilingi seluruh alam semesta dan seandainya ada suatu tempat yang terlewatkan dari mata mereka, keesokkan harinya akan tampak ketidaksempurnaan di tempat itu dan mereka harus memberitahukan hal ini kepada wali quthub, agar ia dapat memperhatikan tempat yang tidak sempurna tadi dan dengan kewaliannya ketidaksempurnaan tadi akan hilang.
Seorang wali quthub, al-Muqaddam al-Tsani, Syaikh Abdurahman al-Saqqaf beliau terkenal di mana-mana, ia meniru cara hidup para leluhurnya (aslaf), baik dalam usahanya menutup diri agar tidak dikenal orang lain maupun dalam hal-hal yang lain. Dialah yang menurunkan beberapa Imam besar seperti Syaikh Umar Muhdhar, Syaikh Abu Bakar al-Sakran dan anaknya Syaikh Ali bin Abu Bakar al-Sakran, Syaikh Abdullah bin Abu Bakar yang diberi julukan al-'Aidrus.
Syaikh Abdurahman al-Saqqaf selalu berta'abbud di sebuah syi'ib pada setiap pertiga terakhir setiap malam. Setiap malam ia membaca Alquran hingga dua kali tamat dan setiap siang hari ia membacanya juga hingga dua kali tamat. Makin lama kesanggupannya tambah meningkat hingga dapat membaca Alquran empat kali tamat di siang hari dan empat kali tamat di malam hari. Ia hampir tak pernah tidur. Menjawab pertanyaan mengenai itu ia berkata, "Bagaimana orang dapat tidur jika miring ke kanan melihat surga dan jika miring ke kiri melihat neraka ?". Selama satu bulan beliau beruzlah di syi'ib tempat pusara Nabi Hud, selama sebulan itu ia tidak makan kecuali segenggam (roti) terigu.
Demikianlah cara mereka bermujahadah dan juga cara mereka ber-istihlak ( mem-fana'-kan diri ) di jalan Allah SWT. Semuanya itu adalah mengenai hubungan mereka dengan Allah. Adapun mengenai amal perbuatan yang mereka lakukan dengan sesama manusia, para sayyid kaum 'Alawiyin itu tidak menghitung-hitung resiko pengorbanan jiwa maupun harta dalam menunaikan tugas berdakwah menyebarluaskan agama Islam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Biografi Sunan Giri

Sunan Giri atau yang mempunyai nama lain Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra adalah nama salah seorang Wali Songo yang berkedudukan di desa Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun Saka Candra Sengkala “Jalmo orek werdaning ratu” (1365 Saka). dan wafat pada tahun Saka Candra Sengkala “Sayu Sirno Sucining Sukmo” (1428 Saka) di desa Giri, Kebomas, Gresik. 

Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW; yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad Al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan), Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), Maulana Ishaq, dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut.

Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahiran Sunan Giri ini dianggap rakyat Blambangan sebagai pembawa kutukan berupa wabah penyakit di kerajaan Blambangan. Kelahiran Sunan Giri disambut Prabu Menak Sembuyu dengan membuatkan peti terbuat dari besi untuk tempat bayi dan memerintahkan kepada para pengawal kerajaan untuk menghanyutkannya ke laut.
Berita itupun tak lama terdengar oleh Dewi Sekardaru. Dewi Sekardadu berlari mengejar bayi yang barusaja dilahirkannya. Siang dan malam menyusuri pantai dengan tidak memikirkan lagi akan nasib dirinya. Dewi Sekardadupun meninggal dalam pencariannya.

Peti besi berisi bayi itu terombang-ambing ombak laut terbawa hinga ke tengah laut. Peti itu bercahaya berkilauan laksana kapal kecil di tengah laut. Tak ayal cahaya itu terlihat oleh sekelompok awak kapal (pelaut) yang hendak berdagang ke pulau Bali. Awak kapal itu kemudian menghampiri, mengambil dan membukanya peti yang bersinar itu. Awak kapal terkejut setelah tahu bahwa isi dari peti itu adalah bayi laki-laki yang molek dan bercahaya. Awak kapalpun memutar haluan kembali pulang ke Gresik untuk memberikan temuannya itu kepada Nyai Gede Pinatih seorang saudagar perempuan di Gresik sebagai pemilik kapal. Nyai Gede Pinatih keheranan dan sangat menyukai bayi itu dan mengangkanya sebagai anak dengan memberikan nama
Joko Samudra.
Saat mulai remaja diusianya yang 12 tahun, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk berguru ilmu agama kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) atas permintaannya sendiri. Tak berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid kesayangannya itu. Sunan Ampel mengirimnya beserta Makdhum Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai sebelum menunaikan keinginannya untuk melaksanakan ibadah Haji. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Di sinilah, Joko Samudra mengetahui cerita mengenai jalan hidup masa kecilnya.

Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin diperintahkan gurunya yang tak lain adalah ayahnya sendiri itu untuk kembali ke Jawa untuk mengembangkan ajaran islam di tanah Jawa. Dengan berbekal segumpal tanah yang diberikan oleh ayahandanya sebagai contoh tempat yang diinginkannya, Raden ‘Ainul Yaqin berkelana untuk mencari dimana letak tanah yang sama dengan tanah yang diberikan oleh ayahanya. Dengan bertafakkur dan meminta pertolongan serta petunjuk dari Allah SWT. maka petunjuk itupun datang dengan adanya bukit yang bercahaya. Maka didatangilah bukit itu dan di lihat kesamaanya dan ternyata memang benar-benar sama dengan tanah yang diberikan oleh ayahnya. Perbukitan itulah yang kemudian ditempati untuk mendirikan sebuah pesantren Giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas, Gresik pada tahun Saka nuju tahun Jawi Sinong milir (1403 Saka). Pesantren ini merupakan pondok pesantren pertama yang ada di kota Gresik. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.

Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sumbawa, Sumba, Flores, Ternate, Sulawesi dan Maluku. Karena pengaruhnya yang luas saat itu Raden Paku mendapat julukan sebagai Raja dari Bukit Giri. Pengaruh pesantren Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan yang disebut Giri. Kerajaan Giri Kedaton menguasai daerah Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.

Terdapat beberapa karya seni tradisonal. Jawa yang sering dianggap berhubungkan dengan Sunan Giri, di antaranya adalah permainan-permainan anak seperti Jelungan, Jor, Gula-gantiLir-ilir dan Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.

Rerefernsi :

-http://indo.hadhramaut.info/view/2090.aspx
- http://masjidbesarainulyaqinsunangiri.blogspot.com/2009/09/sejarah-berdirinya-masjid-besar-ainul.html



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS